54. Misi Dimulai

65 2 10
                                    


Ini kesempatan bagus, sekarang waktunya.

Nathan menerima pesan singkat tersebut, ia menyeringai ketika tahu kalau sahabatnya membuat keputusan yang tepat. Akhirnya dia sadar, kalau kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dengan memiliki, bukan melihat.

Semua orang berhak memperjuangkannya bukan?

Tentu saja Nathan tahu apa yang harus ia lakukan, dengan sigap ia membuka kontak ponsel dan mengklik tombol berbentuk telepon.

Ia mendengar suara tut, yang artinya teleponnya telah terhubung dengan nama pemilik My Queen Udin. 

"halo."

Ia menyeringai ketika telponnya diangkat, tadinya ia pikir Dina akan langsung mematikannya, mengingat kabar dari Gandy ia tengah bersama Utam. Apakah pertengkarannya sudah selesai?

Harusnya Utam tahu kalau ia menelpon sekarang. Arrgh... Ia telat, sekarang alasan apa yang harus ia katakan padanya?

"ha--"

"ada apa?" wah... Ia dibuat kaget dengan suara dingin itu, ternyata Utam masih stay ditempat. Apa kini ia berniat melabraknya?

"wah... Suaranya sudah berubah?"

"to the point, lo mau apa?"

"santai dong, terburu-buru sekali. Tenang, gue cuma tes doang. Semalaman nomor ini gak aktif, kirain udah ganti nomor."

"masa?" Nathan cukup kaget mendengar reaksi Utam, ia pikir dia akan kembali mengomel. Oh iya, ia baru ingat sifat Utam kan emang gini, irit bicara.

"iya, serius. Kayakny--"

"bodo!"

Krik... Krik...

Lagi-lagi Nathan tak percaya dengan jawaban yang dilontarkan Utam. Ia pikir kali ini Gandy salah menilai orang, mana ada yang kalem omongannya pedes gini. Satu kata, tapi cukup buat satu goresan dihati. Sakit dong, masa orang lagi ngomong malah dipotong.

"oh iya, lo bisa hapus nomor ini. Gue rasa abis ini, nomornya udah gak aktif lagi. Gak ada yang diomongin lagi kan? Ya udah."

Tutt...

Suara bunyi telpon itu membuat Nathan mendengus, kesal. Bagaimana bisa Utam bilang begitu tanpa persetujuannya? Eh, tunggu. Apa Utam udah tahu kalau dia memulai misi? Kenapa dia begitu protektif sampai harus mengganti nomor Dina?

Ia mencoba menelpon sekali lagi, memastikan apa yang Utam bicarakan benar apa tidak. Rasanya tidak mungkin sekali hanya karena ia menelpon pacarnya, Utam sampai harus mengganti nomornya. Bukankah ini sedikit berlebihan?

'nomor yang anda tuju diluar jangkauan...'

Wah... Nathan benar-benar kaget dibuatnya. Ia tak menyangka jika Utam benar-benar serius dengan perkataannya. Tapi justru kejadian ini malah memberinya ide untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

"setitik api bahkan bisa menghanguskan satu rumah."

***


Udah selesai kelas, aku tunggu dicafetaria ya...

Karisnya Gisa :-*

Gisa mengulum senyum ketika dapat pesan dari pacarnya itu. Sekarang kalau ngirim pesan pake embel-embel 'Karisnya Gisa :-*' awalnya Gisa ngerasa risih gitu, bahkan ngatain 'alay'. Karena menurutnya hal itu tak perlu dilakukan, terlalu kekanak-kanakan. Tapi lama kelamaan ia juga nyaman dengan hal itu, bahkan ia akan ngomel pada Karis jika hal itu tak dilakukan.

Alay

Menurut Karis itu hal wajar karena mereka juga masih kuliah dan sekarang juga lagi masa adem-ademnya sama Gisa. Mengingat bagaimana susahnya mereka untuk sekedar ngobrol saja, susahnya minta ampun. Makanya ia tak mau membuang kesempatan ini dan akan bermesra-mesraan untuk membuat iri para kaum jomblo diluaran sana. Selain itu, juga untuk membuktikan kepada para pasangan lain kalau mereka telah lulus uji.

Setelah mengetikan iya, Gisa segera bergegas menuju tempat tersebut. Tak perlu waktu lama ia sudah sampai ditempat dan mendapati Karis yang tengah duduk disalah satu kursi di cafe tersebut. Gisa melambai tangan dan tersenyum senang ketika mata Karis melihat kedatangannya.

"hai, udah nunggu lama ya?" tanya Gisa sambil mendudukan dirinya menjadi berhadapan dengan Karis.

"banget." jawabnya sok bete, muka betenya itu justru bikin Gisa gemas sendiri. Dengan refleks Gisa mengecup singkat pipinya dan sukses membuat Karis membelalakan matanya, kaget mendapat serangan itu. Jantungnya berpacu hebat, tak siap dengan serangan tersebut. Sedangkan Gisa hanya tersenyum seolah hal itu biasa terjadi. Ya, memang biasa. Namun yang bikin Karis jengkel Gisa salah mengecup, harusnya kan dibibir, bukan dipipi.

"lha, salah sayang." ujarnya ketika ia sudah bisa mengendalikan perasaannya. Ia seolah kecewa dengan pergerakan kekasihnya itu.

"salah? Apanya?"

"kiss nya."

"nggak, aku emang niatnya--"

Cup

Kecupan singkat itu berhasil membuat Gisa mengatupkan bibirnya dan sukses membuat semburat merah dikedua pipinya. Seharusnya ia sudah paham dengan kodenya tadi, maksud salah itu bukan dipipi, tapi dibibir.

"wih... Blushing, gemes deh." katanya sambil mencubit gemas kedua pipinya.

"ih... Karis. Ngeselin ya. Ini tempat umum tau!" Gisa berpura-pura marah karena kelakuan cowok yang menjabat sebagai pemeran utama dihatinya itu. Ia sedang tak siap dengan semuanya, jadi ia tak bisa mengendalikan perasaannya.

"mukanya jangan minta dicium lagi gitu dong." godanya, dengan refleks Gisa langsung menutup bibirnya dengan kedua tangannya.

"yaelah, sok malu-malu gitu."

"jangan ngeselin gitu deh."

"aku? Jadi Duta sampo lain? HAHA" Gisa menatap Karis datar, tatapannya membuat Karis langsung mengatupkan bibirnya.

"gak lucu ya?" tanyanya polos, sedangkan Gisa masih dalam posisi awal, dengan tatapan yang sama.

"garing!" ketusnya. Kemudian ia melipat tangannya dan membuang muka.

"yah... Malah cemberut, tadinya aku mau kasih ini." katanya lalu mengeluarkan sebuah coklat yang amat Gisa sukai, tentu saja ia tergoda, tapi ia tahan dulu. Kan lagi marah ceritanya.

"mau gak? Gak mau ya, ya udah." sebelum ia memasukan kembali coklat tersebut, Gisa segera menahannya.

"mau." katanya manja, yang membuat Karis benar-benar gemas dengan kelakuannya.

"nih." katanya menyerahkan coklat tersebut, namun belum sampai Gisa raih, tiba-tiba ada sebuah tangan yang lebih cepat merebutnya dan membuat keduanya melihat ke arahnya.

"wah...Coklat buat gue ya? Makasih."



















***
Tbc


Pengorbanan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang