4 hari berlalu setelah insiden hari itu. Aku sedang tiduran dengan posisi telengkup, jari jemariku lihai bermain di atas keyboard laptopku.
Suara ketukan pintu terdengar sehingga mengganggu aktivitasku.
"Masuk" sahutku masih fokus pada layar laptopku
Pintu pun terbuka, menampakkan wanita paruh baya yang membawa namban berisi segelas air mineral.
"Non, sekarang waktunya minum obat" ujar bi Asih
Ia menyimpan nampan tersebut di atas nakas samping tempat tidur. Lalu membuka laci dan mengambil obatku.
Aku pun beranjak dari posisi tiduran menjadi duduk. Diraih gelas dan beberapa pil obat dari tangan bi Asih. Setelah selesai meminum obat, aku kembali ke posisi awal dan fokus pada laptopku lagi.
Bi Asih membereskan nampan dan gelas lalu kembali ke bawah.
Setelah pintu tertutup. Aku baru menatap ke arah pintu. Aku hanya tidak ingin terlarut dalam kesedihan.
Semuanya mencoba untuk memulai dari awal. Aku, kak Kelvin, mamah, dan papah mencoba untuk membangun keluarga dari awal lagi, dengan dasar kepercayaan satu sama lain, tidak ada lagi yang namanya kebohongan.
Aku sendiri bisa apa? Aku menyadari kalo sekarang aku dan mereka sama-sama menjaga suatu rahasia. Yaitu penyakitku. Merahasiakannya dari semua orang, dari sahabat-sahabatku dan yang lainnya.
Hal ini hanya keluargaku dan Mike yang tau. Juga suster Anna, suster Clara, dan dokter Kirana.
Toktoktok
Ketukan pintu kamarku kembali terdengar.
"Masuk" sahutku tanpa menoleh
Pintu terbuka dan terdapat kak Kelvin di situ.
"Ra, ada Manda di bawah" kata kak Kelvin
"Oh oke" jawabku
Aku pun beranjak dan keluar dari kamar. Saat akan melewati kak Kelvin yang masih berada di ambang pintu. Tangan kak Kelvin menghalangiku, aku menoleh dengan tatapan kenapa?
Kak Kelvin malah mencapit hidung ku dengan jarinya kemudian mengacak-ngacak rambutku. Aku meringis lalu mengerucutkan bibirku.
Setelah itu kami tertawa pelan, dan aku melanjutkan perjalanan ke bawah tempat Manda berada.
Author's POV
Saat Kelvin hendak menutup pintu kamar adiknya, tatapannya jatuh pada laptop yang masih menyala di atas tempat tidur Laura.
Ia pun berjalan masuk menuju tempat tidur. Baru saja akan mematikan laptop, matanya menangkap tulisan yang tertera di layar.
"Sejak kapan Laura suka nulis?" Gumam kak Kelvin
Tidak ingin mendapat masalah atau ambil resiko. Ia pun menutup laptopnya dan ikut turun ke bawah.
***
"Hai" sapa Manda yang duduk di sofa ruang tamu saat Laura baru saja sampai di tangga terakhir dari atas
Laura tersenyum ramah.
"Eh ada lo Dim" ucap Laura saat hendak duduk di sofa
"Mana Dimas?" Tanya Panji "Gue ga liat" sambungnya sambil celingukkan, pura-pura tidak melihat Dimas padahal tepat berada di sampingnya
Dimas menoyor kepala Panji
"Anjir ada yang dorong kepala gue tapi kaga ada wujudnya" ujar Panji entah pada siapa
Aku, Manda, dan Fanya hanya terkekeh.
"Jadi gimana?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan
"Kita bagi tugas aja dulu Ra" usul Fanya
"Oke"
"Tapi Ra" protes Panji, Laura dan yang lainnya menoleh dengan wajah heran
"Kenapa?"
"Kita kurang satu anggota" ucap Panji seperti mengeluh
Jari Manda menghitung aku dan yang lain.
"Pas kok, ada 5"
"Dimas kan ga ada Man, lo indigo ya bisa liat roh Dimas?" Panji bersikukuh
"Nji, lo diem atau gue cium pake penyu?" Ancam Fanya dengan matanya yang membulat
Panji meneguk salivanya lalu mencebikkan bibirnya. Dimas pun menyumpah serapahkan temannya itu yang memang rada unik.
"Kalo elo ga nurut, gue pecat lo dari keanggotaan kelas XI IPA 4" ancam Dimas
Panji memutar bola matanya malas.
"Ih, pundung" ledek Laura
"Engga Ra, ini tuh lagi panas mana ada mendung" protes Manda
Laura dan yang lainnya menatap Manda dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Itu mendung cintaaa" ralat Fanya
"Fanya ngomongin cinta mulu, kangen lo ya sama calon adik ipar lo?" Goda Manda
Seketika pipi Fanya memunculkan semburat merah merona.
"Ih blushing" ledek Panji seperti orang yang belum pernah melihat orang lain blushing
"Norak lo!" Cibir Fanya pada Panji
Lagi, lagi Panji mencebikkan bibirnya.
Kami semua terkekeh. Tidak ingin membuang banyak waktu, Laura dan teman-temannya mulai mengerjakan tugas kelompok mereka.
***
Laura's POV
Waktu sudah malam hari, seperti biasanya aku duduk di kursi yang berada di halaman belakang yang terdapat taman. Lampu-lampu menjadi penerang di taman dan bulan menerangi malam yang kegelapan.
Jari tanganku bergerak lihai di atas keyboard laptop yang berada di pangkuanku. Tatapanku fokus pada layar laptop. Sesekali aku menyeruput secangkir white coffe yang berada di meja samping aku duduk.
Tiba-tiba saja seseorang berdiri tepat di hadapanku, aku tidak bisa mengelak rasa penasaran. Aku pun mendongak, mataku bertemu dengan mata lelaki itu. Senyum terulas di wajahnya, aku pun membalas senyum.
"Duduk Mike" tawarku padanya sambil menunjuk kursi di sampingku dengan dagu
Mike pun duduk di tempat yang aku maksud.
Hening.
Aku dapat mendengar tarikan napas panjang dan hembusan napas Mike. Sepertinya lelaki itu menikmati sejuknya angin malam di sini.
Suara jari jemariku yang menekan setiap tombol di keyboard pun mendominasi keheningan malam.
"Gue boleh nanya ga?" Tanya Mike
Aku menoleh dengan wajah tanpa dosa, sedetik berikutnya aku tertawa pelan.
"Barusan lo udah nanya Mike" jawabku sambil terkekeh
Mike menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Lo suka sama siapa?" Tanya Mike hati-hati
Jujur aku terkejut saat Mike bertanya seperti itu. Tapi aku memilih untuk tenang dan terlihat santai. Aku tetap fokus dengan laptopku.
"Siapa aja" jawabku asal tanpa menoleh ke arah Mike
-----------
TBC👇
Vote and coment, maaf klo bnyk typo😅
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Teen FictionLaura mencintai Billy. Namun saat seseorang datang, Laura memilih untuk menjauh, mengubur perasaannya dalam-dalam, membuat benteng yang kokoh namun tak bertahan lama. Rasa itu selalu tumbuh meski telah patah berkali-kali. Billy sendiri tidak...