Waktu sudah malam hari, tepatnya pukul 09.00 p.m. Gadis itu meringkuk di atas tempat tidurnya, tubuhnya pun terbalut oleh selimut.
Wajahnya begitu pucat, bibirnya tidak lagi berwarna merah muda. Jendela sudah tertutup, AC juga sudah dimatikan olehnya sejak tadi.
Gadis itu pun memakai piyama yang cukup tebal. Tapi ia terus saja menggigil.Toktoktok
Terdengar suara ketukan pintu. Disusul oleh suara seseorang.
"Ra, ini kakak"
Toktoktok
Tetap saja tidak ada jawaban. Kelvin memutuskan untuk membuka pintu dan masuk ke kamar adiknya, memastikan apakah adiknya sudah tidar atau belum.
"Ra, lo udah tidur?" Tanya Kelvin
Laura meringkuk membelakangi pintu, ia pun berbalik menghadap kakaknya. Dengan begitu, Kelvin juga tau kalo adiknya belum tidur.
"Lo kenapa?"
Sadar ada yang berbeda dengan Laura.
"Gue gapapa" jawab Laura dengan suara gemetar
"Udah minum obat?"
Laura mengangguk
Lelaki itu menatap sekeliling kamarnya.
"AC nya kok ga nyala?" Tanya Kelvin yang sadar suhu kamar Laura tidak seperti biasanya "Kamu matiin?" Tambahnya
Laura lagi-lagi mengangguk.
Kelvin menautkan kedua alisnya curiga, punggung tangannya menyentuh jidat sang adik.
"Lo demam?" Tanya Kelvin
Laura memang belum tidur, tapi matanya terpejam.
"Badan lo panas Ra" kata Kelvin terdengar lirih "Gue panggil mamah dulu bentar"
Terlihat jelas kekhawatiran dari wajah Kelvin. Ia pun keluar kamar dan mencari mamahnya yang sepertinya berada di kamarnya di lantai bawah.
***
Laura's POV
Aku menolak untuk dibawa ke rumah sakit. Dan di sini aku sekarang, terbaring di atas tempat tidur dengan selimut yang menutuli tubuhku hingga perut. Tanganku terhubung dengan selang impusan dan kantung impusan yang tergantung di tiang impusan samping tempat tidurku.
Awalnya aku susah tidur, tapi setelah diberi obat yang mengandung efek samping agar pasiennya dapat tidur dan beristirahat oleh dokter Kirana, aku pun tertidur.
Wajahku sudah tidak begitu pucat, dan suhu tubuhku mulai stabil.
Aku memgerjap-ngerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk melalui iris mataku.
Aku pun menoleh ke samping, mendapati mamah yang tertidur dengan wajah yang begitu damai. Tapi tidurnya dengan posisi duduk, punggung bersandar di kepala tempat tidur.
Pandanganku beralih pada jam yang bertengger di dinding kamarku. Pukul 7 pagi.
Pintu kamarku terbuka, di situ ada pria dengan jas dan dasi yang terlihat begitu cocok di tubuhnya, ia tersenyum kepadaku.
"Kamu udah bangun?" Tanya papah yang tentunya basa-basi, sudah jelas aku sudah bangun
Aku mengangguk lemah.
Tatapan papah beralih pada mamah.
Aku hendak membangunkan mamah, tapi dilarang oleh papah.
"Biarin aja mamah kamu tidur dulu, dia butuh istirahat, semaleman jagain kamu" ujar papah sambil tersenyum
"Bilang ke mamah kalo udah bangun, papah berangkat kerja" tambahnya
"Iya pah" jawabku pelan
Papah mencium keningku dengan lembut.
"Istirahat ya sayang, semoga cepet sembuh" ucapnya "Papah kerja dulu"
Lalu ia berjalan menjauh keluar kamar dan berpas-pasan dengan bi Asih yang akan memasuki kamarku.
Bi Asih mengangguk hormat begitu juga papah. Lalu papah benar-benar pergi dan bi Asih berjalan masuk dan mendekatiku.
"Udah bangun non?" Tanya bi Asih, aku tidak menjawab, tapi mataku sibuk memperhatikan gerak-geriknya
Bi Asih menyimpan semangkuk bubur, piring yang berisi roti dan selai, segelas susu hangat, dan segelas air mineral di atas nakas.
"Kak Kelvin mana bi?" Tanyaku
"Tadi den Kelvin pergi pagi-pagi sekali, bilangnya sih ada tugas kuliah"
"Hari minggu gini bi?"
"Iya"
Aku terdiam menatap langit kamarku. Bi Asih merapikan kamarku seperti meja belajar, meja rias, rak buku, dan lainnya. Meskipun tidak teralalu berantakkan.
Mamah menggeliat dan menggeram, tidak lama setelah itu ia pun terbangun. Kemudian ia pun merenggangkan tubuhnya.
"Hei sayang, kamu bangun dari kapan?" Tanya mamah
Aku kira mamah bakal melontarkan pertanyaan yang sama seperti papah dan bi Asih.
"Baru kok mah"
"Jam berapa sekarang?" Tanya mamah sambil menatap sekeliling kamarku mencari jam
"Jam 7" jawabku
"Papah kamu udah berangkat ya?"
Aku mengangguk.
Mamah tidak memperdulikan bi Asih yang berada di situ. Meskipun bi Asih asisten rumah tangga, tapi dia sudah menjadi bagian dari keluarga ini. Jadi semuanya terbuka di sini.
Tatapan mamah jatuh pada nampan yang berisi sarapan untuk aku dan mamah tentunya.
Mamah turun dari kasur dan mengambil piring yang berisi bubur untukku.
"Kamu makan ya sayang"
Aku beranjak dari posisi tidur ke duduk, bi Asih membantuku dan meletakkan bantal di punggungku.
Sesekali mamah juga menyantap rotinya.
"Bi Asih udah makan?" Tanya mamah
"Belum, biar nanti bibi makan di dapur"
"Oh gitu"
Aku tidak banyak bicara karena lemas dan juga sedang tidak ingin bicara.
Tiba-tiba saja aku merasa begitu mual. Dengan cepat bi Asih dan mamah mencari wadah untungnya ada kantung di dekat meja belajar.
Wajah mamah begitu cemas, ia mengusap punggungku. Setelah itu bi Asih menyodorkan segelas air mineral dan aku meneguknya sedikit.
"Sayang, kita ke rumah sakit aja yuk" ajak mamah
Aku menggeleng.
"Laura"
Bi Asih menatapku dengan iba. Aku menyenderkan tubuhku kembali ke kepala kasur.
Mamah pun kembali menyuapkan aku bubur.
***
Vote and coment😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Diary
Teen FictionLaura mencintai Billy. Namun saat seseorang datang, Laura memilih untuk menjauh, mengubur perasaannya dalam-dalam, membuat benteng yang kokoh namun tak bertahan lama. Rasa itu selalu tumbuh meski telah patah berkali-kali. Billy sendiri tidak...