PENGALAMANKU (@Charlotteus)

12 5 3
                                    

("Sebuah kisah tentang pengkhianatan dan kekecewaan.")

Pagi yang cerah telah membangunkanku dari tidurku yang nyenyak. Aku sangat menikmati waktu tidurku yang hanya berdurasi dua jam tujuh belas menit ini. Setidaknya aku masih bisa tidur walaupun hanya sekejap mata.

Namaku Nataschya Carrington. Gadis usia 14 tahun yang biasa-biasa saja, karena memang terlahir dari pasangan yang memang terlalu biasa. Biar aku ceritakan.

Ayahku seorang pengusaha dan wajahnya biasa-biasa saja. Ayah tidak seperti artis-artis yang memiliki wajah luar biasa. Oh, bukannya aku anak yang durhaka. Karena tidak mungkin, kan, aku bilang kalau ayah itu mirip Ariana Grande? Ya, karena memang tidak mirip. Jadi bukan salahku yang menyebut ayah biasa-biasa saja. Salahkan wajahnya yang terlalu biasa!

Bunda sama seperti ayah. Hmm, maksudku sama-sama biasa saja. Karena bunda tidak mirip sama sekali dengan Bruno Mars apalagi Justin Bieber.

Karena memiliki orang tua yang biasa-biasa saja, lahirlah aku seorang gadis dengan wajah terlampau biasa saja yang menderita penyakit jomblo sampai mati! Eh, maksudku sampai ada orang yang memelototiku. Kenapa aku bilang memelototi? Karena sudah banyak laki-laki yang melihat ataupun sekedar melirikku. Tapi sampai sekarang, mereka tak kunjung tertarik padaku yang memiliki wajah terlampau biasa saja. Kalau sampai aku menjerita jomblo sampai usiaku 16 tahun, ingatkan aku untuk menyuruh ayah operasi plastik. Karena wajah ayah yang biasa saja itulah yang mengakibatkanku menjomblo sampai sekarang.

Tapi memangnya, kalau ayah operasi plastik sampai bisa mirip dengan Ariana Grande, apa wajahku bisa mendadak seperti Justin Bieber? Kurasa tidak! Jadi, tidak ada manfaatnya ayah operasi platik selain menghabiskan uang. Lebih baik uang itu aku gunakan untuk hal yang lebih baik. Seperti disumbangkan misalnya.

Hahahahahaha!

Hah!

Aku tidak sebaik itu!

Aku duduk di tepi ranjang dan menatap wajahku di cermin yang ada di hadapanku. Satu kata untuk wajahku saat ini. Sangat menyeramkan. Rambutku berantakan, kantung mataku yang setia menemaniku setiap harinya. Serta bercak air liur yang mengering yang menghiasi kedua pipiku. Bisa dibayangkan betapa cantiknya aku saat bangun tidur?

"Chaca! Bangun! Anak perawan jam segini belum bangun." Teriak bunda dari luar kamarku. Aku yakin, setelah ini bunda akan mendobrak, hmm ... maksudku membuka paksa pintu kamarku. "Kamu itu ya, Ca. Eh ... udah bangun anak Bunda."

Ha! Ho ha! Untung saja dia bundaku. Kalau bukan, mungkin aku sudah berteriak di depan wajahnya. "Makanya apa-apa liat dulu! Sotoy banget, sih!" ohh, tentu saja aku tidak seperti itu. Aku ini anak baik, penurut, dan ... terlalu santai.

Bahkan, bunda pernah panik setengah mati ketika aku masih SMP. Sampai aku lupa sebenarnya yang bersekolah aku atau bunda. Saat itu, masih jam tujuh pagi. Dan bel masuk di sekolahku berbunyi sekitar jam setengah tujuh. Itupun masih diberi waktu lima belas menit untuk toleransi keterlambatan. Itu artinya, sekitar pukul 6.45 gerbang sekolah sudah benar-benar tertutup rapat dan tidak ada lagi toleransi untuk siswa terlambat. Oh, ya! Tolong dikoreksi. Bukan hanya siswa, tapi guru dan karyawan juga diberlakukan hal yang sama. Terkadang, aku jadi merasa kalau di sekolah seperti tidak ada yang dibeda-bedakan. Yang namanya telat, ya telat. Tidak pandang bulu.

Tapi semua itu sirna ketika aku telat. Padahal selain aku, ada beberapa siswa dan guru yang telat juga. Tapi yang dihukum hanya aku dan siswa lainnya yang ikut telat. Harusnya, kan, guru-guru yang telat itu juga dihukum. Membersihkan genting sekolah misalnya.

Become a RebelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang