Ps : seluruh nama yang ada diplesetkan!
Cantik Tak Tahu Diri
Sekitar bulan Maret 2016. Lagi zaman-zamannya anak SMK PKL (Praktik Kerja Lapangan). Kebetulan kelompok gue dan teman gue mendapat tempat prakerin di salah satu Perpustakaan Nasional, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. Kita di tempakan di bagian yang berbeda: gue di bagian informasi wanita dan anak dengan salah satu teman cowok, ketiga teman yang lain di bagian majalah, dan ketiga orang lainnya sebagai resepsionis.
Lumayan enak juga karena gue mendapatkan meja sendiri di sana. Suasana yang sepi juga nikmat banget buat tidur, tapi nggak gue lakuin, kok. Oh, terkecuali buat teman cowok gue yang nggak lihat sikon buat tidur. Malah, dia masih sempat baca Webtun di komputer kantor. Untung sih lagi sepi. Pimpinan DU-nya sedang pergi entah ke mana.
Prakerin di sana enak, nyaman, dan kurang aman.
Lho, kurang aman? Kenapa?
Iya, kawasan tempat prakerin gue itu rawan demo. Makanya gue bilang kurang aman. Malahan, pernah jalanan ditutup karena demo antar taksi biasa dengan taksi online (?). Gue yang prakerin di sana—ditambah teman cowok yang satu ruangan dengan gue juga nggak masuk—jadi harus nunggu jemputan lama karena kendala tutup jalan.
Sumpah! Gue merasa kesepian banget karena partner PKL nggak masuk. Demi apa pun, gue merasa horor saat itu juga. Semua pikiran gue tentang hantu-hantu yang pernah diputar di DVD langsung bermunculan. Walaupun ruangan terang, tapi nggak memungkinkan mereka pada datang kan?
Gue tuh penakut tingkat dewa yang (sok) berani kalau di depan orang lain. Iya, kalau di depan teman, adik, atau saudara—yang nggak terlalu akrab—gue berlagak sok iya. Padahal nggak banget. Gue yang selalu bilang, "Anjir, lebay banget lo. Begini aja takut!" malah bisa lebih histeris kalau nonton sama teman-teman absurd yang sudah gue anggap keluarga, walaupun kadang dalam hati suka bilang, 'bullshit'.
Karena perasaan takut yang berlebihan, gue memilih buat keluar ruangan dan pergi ke toilet. Lho? Iya, setelah masuk toilet gue baru merasa tolol karena suasana horor semakin terasa. Di situlah kadang gue merasa sedih.
Karena kebetulan jam makan siang tinggal beberapa menit, gue langsung menghampiri teman gue yang mendapat bagian sebagai resepsionis. Sepanjang naik lift ke lantai 4—tempat resepsionis—suasana horor semakin mencekam. Kenapa? Karena di dalam lift cuma gue seorang. Percaya nggak percaya gue selalu baca doa sepanjang naik lift.
Layaknya orang yang benar-benar bekerja di sana, gue dengan santai melambaikan tangan. Serius! Untung sih sepi. Nah, setelah semuanya kumpul, kita melakukan ritual, yaitu pergi ke kamar mandi. Cewek jadi wajarlah. Apalagi masuknya keroyokan. Kita di kamar mandi untuk mencuci tangan sambil ngegosip. Karena wastafelnya cuma ada tiga—satunya lagi mati—jadi kita berlima saling bergantian. Gue cuci tangan lebih dulu bersama kedua teman sedangkan yang duanya asik menyandar di tembok.
Di dalam toilet kita nggak bisa main hp. Soalnya sinyal nggak masuk sama sekali. Jadinya ngobrol-ngobrol gaje ala emak-emak rempong. Namun, gue dengan salah satu teman gue, Arah, menyadari hal ganjil. Setelah selesai mencuci tangan, kita berlima nggak langsung keluar toilet. Biasalah ngegosip session dua. Nah, saat lagi ngobrol—dengan posisi lingkarang—salah satu teman gue, Vinrah, dia mundur-mundur cantik ala Syahrino. Gue sama Arah yang melihat biasa aja karena memang nggak ada apa-apa. Tapi, setelah kita berdua perhatikan—atau memang kita berdua aja yang sadar—si Vinrah tampang-tampangnya mencurigakan. Muka cantiknya langsung berubah menjadi horor. Entah telinga gue dengan Arah doang yang peka atau nggak, yang pasti saat dia memepetkan diri ke tempok, suara 'tuut' yang sangat samar terdengar jelas di indera pendengaran kita berdua.
Di sana, gue sama Arah saling menatap. Setelahnya bau-bau tak sedap menyapu indera penciuman kita. "Anjir! Lo kentut, Vin!"
Barulah saat gue dan Arah bilang begitu, muka dia langsung pucet.
Caranya mainnya cantik juga. Mundur cantik langsung buang. Tapi yang namanya bangkai pasti kecium.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become a Rebel
Short StorySatu langkah untuk memasuki dunia Rebellion. Bacalah karya yang tercipta demi menjadi The Rebels.