Bab 43

1.1K 35 0
                                        

Sambil terus berjalan kearah dimana mantan bosnya tengah menunggu disitu pulalah pikiran Meila terus berkelana mencari titik temu solusi masalah yang tengah dirinya hadapi. Semakin dirinya mencoba mencari jalan keluar semakin rumit pula jawaban yang harus dirinya pilih. Tanpa Meila sadari kini Meila berada tepat di hadapan inti masalah yang kini menderanya.Dengan menghela nafas panjang Meila mencoba untuk mengeluarkan suaranya yang sendari tadi sulit dia keluarkan.

" ehem... bisakah kita memulai pembicaraan yang sempat tertunda" kataku penuh kehati- hatian.

"jadi sekarang kita sudah bisa membicarakan masalah yang tengah kita hadapi dengan serius tanpa interupsi dari manapun." suara yang membesar dengan penuh penekanan disetiap kata yang Mr. Raskal keluarkan.

"benar tanpa interupsi darimanapun dan saya meminta maaf karena saya harus menjawab telephon dari ibu saya." kata Meila dengan penuh penyesalan

"kalau begitu kita akan membahas masalah ini dengan sangat serius karena masalah ini menyangkut masa depan kita berdua. Mau tidak mau hal ini akan sangat berdampak pada masalah sosial kita, apakah kamu mengerti impact dari ini semua?" tanyanya dengan setenang  mungkin walau sebenarnya lawan bicaranya tahu bahwa si empunya bukanlah orang yang berdarah dingin akan tetapi berdarah panas sehingga berteriak akan membantunya meredam amarahnya.

Dengan mengangguk Meila tahu bahwa pernikahan yang tidak dirinya sadari akan berdampak pada kehidupan sosialnya. 

"Ok, bagus kalau kamu bisa memahami itu semua. Sehingga kita bisa membahasnya dengan kepala dingin. Jadi solusi apa yang bisa kamu tawarkan karena perkawinan ini? tanya Mr Raskal dengan melipat kedua tangannya didepan dada sambil menatap Meila dengan tatapan yang intens

Dengan ragu- ragu Meila mencoba menjawab apapun yang terlitas didalam pikirannya yaitu berupa pembatalan pernikahan karena sejatinya pernikahan ini ilegal. Dirinya yakin 100% bahwa dirinya tidak menginginkan pernikahan ini, sebab bagaimanapun juga dirinya tahu bahwa pernikahannya hanyalah sebuah lelucon yang akan memperumit hidupnya.

"Sebaiknya kita melakukan pembatalan, karena semua ini terasa salah" dengan mata yang bulat Meila mencoba untuk menatap kedua mata legam, selegam kayu arang.

"Jadi pembatalan pernikahan itu solusi yang kamu pilih,dengar sebenarnya aku juga sangat tertarik dengan solusi tersebut tapi apakah kamu tidak tahu masalah apapula yang akan menanti setelah pembatalan itu kita lakukan?" katanya sambil tersenyum sinis

"Masalah... bukankah itu yang sebaiknya kita berdua lakukan, agar kita berdua bisa hidup secara terpisah" kataku tanpa ragu

"jadi kalau begitu kamu benar- benar tidak tahu apa akibatnya bila kita melakukan pembatalan pernikahan, karena seharusnya wanita secerdas dirimu tahu bahwa ada klausal dimana yang menyatakan bahwa harus adanya penyebab kita melakukan pembatalan. Apakah kamu ingin menyantumkan bahwa pernikahan ini terjadi karena dirimu tidak sadar dan bahwa aku pihak yang salah karena memonopoli wanita. Jadi seburuk apa lagi  rumor yang harus aku tanggung karena keegoisanmu." dengan penuh amarah

"Bukankah itu memang benar adanya seharusnya kamu yang sadar saat itu bisa menghentikan pernikahan ini!"teriakku takkalah bengis

"Hallo bukankah ini semua akibat dari teriakmu yang meminta pertanggung jawaban, jadi kalau menurutmu apa yang sebaiknya aku lakukan, karena seharusnya kamu juga tahu bahwa aku tidak punya pilihan. Dan pemilihan waktu yang tepat dan tempat yang tepat pulalah bahwa pada saat itu ada petugas catatan sipil yang seorang feminisme mendengar ucapan yang kamu lontarkan dan dengan sosok seorang hakim dirinya memvonis bahwa kita harus menikah." dengan suara yang menggelegar Mr raskal menceritakan apa yang sebenarnya terjadi

"Jadi apakah kita harus menjalani ini semua, karena bagaimanapun hanya itu solusi yang bisa aku berikan" Dengan suara yang lirih Meila kembali tertunduk semakin dalam di atas sofa

"Mungkin sebaiknya kita membicarakannya nanti, karena sekarang aku ingin pergi keluar untuk menjernihkan kepalaku." sambil berjalan menjauh meninggalkan Meila yang kini hanya bisa tertunduk sambil memijat pelipisnya yang tiba- tiba didera rasa pusing yang teramat sangat.

The Way's of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang