10 menit yang panjang yang harus Meila derita, derita karena tidak ada satupun yang bersuara yang ada hanyalah suara dari suara dentingan perak ketika mereka tengah menikmati makanan. Kalau saja Meila tidak tengah kelaparan mungkin dirinya memilih untuk pergi dari kamar tersebut, dikarenakan sikap bossnya yang membosankan ketika mereka tengah menyantap makanan. Filosofi yang terus dipegang teguh oleh bosnya yang mengharuskan mereka harus berkonsentrasi pada makanan sehingga berbicarapun dilarang. Untung saja ujian tersebut berakhir sudah kini yang ada di benak Meila adalah menyelesaikan segala sesuatu yang berhubungan dengan bosnya sehingga dirinya bisa sesegera mungkin hengkang dari kamar ini.
Ketika mantan bosnya selesai bersantap maka selesai sudah saat sarapan paginya, dengan menghembuskan nafas panjang Meila berdiri dari kursinya dan menuju kearah kopernya. Koper yang akan dirinya gunakan untuk mengepas baju- baju yang ada di lemari closet room. Namun sebelum dirinya beranjak dari koper tersebut sebuah sentakan yang keras membuatnya kembali menoleh kearah orang yang telah melakukannya yaitu bos devilnya.
"Khan aku sudah bilang bahwa setelah kita sarapan kita harus membicarakan hal apapun yang terjadi semalam." Bentaknya sambil menatap tajam kearah Meila.
Ya tuhan apalagi sekarang bukannya tadi si devil ini yang menunda- nunda tapi mengapa sekarang si devil ini yang bersikeras membicarakannya.
"Em... saya kira setelah kejadian kemain sore kita sudah tidak ada hubungan lagi sehingga saya fikir anda ingin agar saya sesegera mungkin untuk hengkang dari kamar ini". Kataku mencoba berbicara sehalus mungkin.
"Berhentilah berfikir kita memang harus membicarakan apa yang terjadi semalam." katanya sambil menyisir rambutnya menggunakan tangan nampak dari mimik muka pria tersebut wajah frustasi.
"Em... oke kala begitu sebaiknya kita membicarakannya." Kata Meila mencoba untuk mengilangkan rasa takutnya karena jelas bahwa bosnya tersebut sedang menahan emosi.
Meila kemudian berjalan menuju kearah satu- satunya sofa yang ada dikamar tersebut, sambil sesekali Meila melirik kearah mantan bosnya mencoba meneliti mimik mukanya berharap emosi tersebut akan segera surut.
"Ok... jadi sebenarnya apa yang ingin anda bicarakan kepada saya?" Kataku kemudian, karena drinya merasa sudah tidak betah bila berada terus menerus di ruangan yang sama dengan bosnya mengingat apa yang sudah mantan bosnya bicarakan kepadanya kemarin sore.
"Ok, kalau begitu yang pertama aku minta maaf terhadap semua yang aku katakan kepadamu kemarin sore tapi itu sungguh karena diriku terlalu emosi dengan apapun yang terjadi." Katanya lanjut
ok jadi mantan bosnya masih saja menyalahkannya, jadi apa yang sebenarnya dirinya harapkan karena dirinya sebenarnya sudah tahu dengan pasti bahwa bosnya tentu saja tidak akan meminta maaf tanpa ada embel- embel menyalahkan dirinya lagi. katanya dalam hati
"Jadi sebenarnya ada hal penting apa yang harus saya tahu?" Kata Meila dengan sara ketus
Merasa tidak terima dengan intonasi suara yang digunakan oleh Meila, maka berita besar itu harus dirinya katakan. Tentu saja hal ini harus Meila ketahui karena ini semua memang salah wanita itu.
"Jadi apa yang ingin kamu ketahui,?" Kata lelaki itu dengan wajah bersungut marah
"Kenapa harus berbelit- belit, anda tinggal membicarakannya saja agar saya segera hengkang dari kamar ini.itu kan yang anda inginkan" Kata Meila tak kalah sengit.
"Kita.. sudah menikah..." katanya dengan suara rendah
Bagaikan tamparan yang sangat keras, membuat Meila kembali terperangah mendengar apapun yang mantan bosnya ini bicarakan, semoga saja ini hanya bercanda atau setidaknya dirinya yang salah mendengar.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Way's of Love
RomanceKetika suatu ultimatum dari keluarganya yang membuat Meila harus memilih diantara ketiga laki- laki . Yudit pria masa lalunya yang kini datang dengan memberikan harapan. Ataukah Meila harus memilih Dibyo seorang pria pilihan budhenya yang memiliki...