Jack POV
Entah mengapa wajah itu semakin kabur dari ingatanku, wajah yang selalu ingin kusimpan dalam hati ini. Senyum yang dulu salalu terpatri dalam ingatan ini. Apakah aku sudah melupakannya, Apakah cinta itu sudah hilang sejalan waktu yang terus berputar.
Errie hanya nama itu yang masih aku ingat, apakah aku akan berdosa bila aku mulai melupakannya.
Sial mengapa harus wajah itu yang selalu aku ingat, wajah yang membuat hidupku jungkir balik karena tingkah lakunya.
Apakah aku harus melanggar sumpahku untuk tidak jatuh cinta lagi terlebih dengan karyawanku sendiri?
Pertanyaan- pertanyaan itu selalu menghantui tidur malamku. Dan aku tidak bisa mengenyahkan begitu saja. Semakin ingin kuenyahkan semakin berat rasanya untuk melupakannya.
Mengapa hanya dengan melihat wajahnya membuatku melupakan semua masalahku, dan mengapa hanya dia yang mampu membuatku merasakan kerinduan rasa yang dulu pernah kurasakan bersama Errie .
Minggu sore yang dingin, sedingin otak ini yang memikirkan akan keberadaannya. Minggu ini akan sama beratnya seperti minggu- minggu sebelumnya saat pertanyaan itu akan terualang kembali dari mulut ibuku.
Inilah tradisi dalam keluargaku yang menurutku agak kuno. Ibu selalu meminta anak- anaknya untuk selalu makan malam bersama. Dan disinilah aku berada di sebuah rumah yang antik dikawasan 'canal cruise' walaupun terbilang ramai karena lalu lalang para wisatawan but aku selalu menyukai rumah ini rumah masa kecilku bersama para saudaraku dibesarkan. Para saudara.... yah aku memiliki 3 saudara kandung dan 2 saudara angkat, terbilang cukup antik memang bila dilihat dari jumlah anggota keluarga yang lumayan banyak apalagi tidak seperti keluarga pada umumnya yang hanya memiliki 2 anak ataupun 1 saja.
Ketika masih kecil aku selalu iri melihat teman- temanku yang merupakan anak tunggal, aku merasa mereka sangat terspesial apalagi semuanya hanya untuk dirinya sendiri, berbeda halnya dengan diriku yang harus rela berbagi bersama ke-5 saudaraku. Terlebih aku merupakan anak pertama dari keluarga antik ini, jadi tuntutan selalu mengalah adalah prioritas dalam menjalani masa kecilku. Semuanya itu berubah ketika aku berusia 18 tahun sikap pemberontakku pun hadir, entahlah mungkin memang libido pria remaja yang selalu menginginkan kedominan disetiap hal apapun tanpa terkecuali.
Dengan berbekal sedikit tabungan dan selembar ijazah high school pergilah aku meninggalkan rumah masa kecilku, entah apa yang kupikirkan saat itu, mungkin aku hanya ingin membuktikan kepada orangtuanku bahwa aku bisa hidup sendiri karena saat itu aku benar- benar benci mendengarkan teriakan para gadis di keluargaku yang saling memperebutkan apapun tanpa terkecuali.
Mungkin aku harus bersyukur, karena dengan kepergianku dari rumah aku bisa membangun semua ini. Walaupun itu semua tidaklah mudah, Apa yang bisa kalian pikirkan bila melihat pria yang kurus kering yang hanya lulusan sekolah menengah yang tidak memiliki embel-embel title apapun, yang harus bisa membiayai semuanya sendiri, Bekerja 3 shift ditempat kerja yang berbeda, yang harus kuliah dipagi hari dan bekerja di siang hari sampai menjelang pagi. Beruntunglah diriku ini yang memiliki otak encer yang bisa cepat tanggap dalam menerima segala ilmu baru.
Karena bekerja terlalu keras akhirnya akupun tidak memiliki kisah percintaan, walaupun sebenarnya banyak para gadis yang ingin dekat denganku namun semuanya aku tolak karena aku tahu bahwa mereka adalah para gadis yang manja yang membutuhkan perhatuan ataupun degala romantisme dan aku bukanlah orang seperti itu. Dan disitulah aku bertemu dengan errie teman sekelasku, dia adalah gadis mungil yang selalu menggerai rambut panjangnya. Dari pertama kali masuk aku selalu memperhatikan gadis itu, gadis yang selalu irit bicara sama sepertiku yang hanya tersenyum sekenanya. Singkat cerita akupun jatuh cinta sampai tragedi itu terjadi....
Setelah tragedi itu hampir 2 tahun aku menjalani hidup selayaknya para pekerja rodi yang hanya memikirkan uang dan uang, hanya untuk mengobati kehampaan atas kejadian itu.Dengan tekat yang bulat dan berbekal tabungan yang minim aku beranikan diri untuk membeli sebuah percetakan yang hampir bangkrut itu, tentunya aku juga harus berutang ke bank untuk membeli peralatan percetakan yang baru. Dan perjalanku itupun berlanjut dengan hiruk pikuk pengembangan percetakan tanpa terasa hal itu berlangsung hampir 5 tahun. Dan semuanya berbuah dengan manis percetakan kecil itu kini berubah menjadi besar sehingga telah memiliki klien yang tetap.
Kepuasan itupun mulai lenyap sehingga aku membangun sebuah penerbitan novel lokal yang berakhir dengan kesuksesan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Way's of Love
RomansKetika suatu ultimatum dari keluarganya yang membuat Meila harus memilih diantara ketiga laki- laki . Yudit pria masa lalunya yang kini datang dengan memberikan harapan. Ataukah Meila harus memilih Dibyo seorang pria pilihan budhenya yang memiliki...