Bab 5

1.6K 54 0
                                        

KILAS BALIK

1 minggu setelah bekerja

Meila POV

Semenjak kepergianku kembai ke negeri kincir angin kehidupan yang dulu kurasa begitu ideal kini berbalik menjadi sebuah bencana.

Mungkin benar kata orang tua dahulu, kalau kita tidak boleh mencela permintaan orang yang lebih dewasa, apalagi orang yang sudah lama makan asam garamnya kehidupan.

Tapi, bukankah pernikahan itu adalah pilihan kita. Dan karena pilihan itulah aku harus membuktikan bahwa aku mampu berjuang meraih cita- citaku tanpa campur tangan dari keluarga besarku.

Argh... andai semua itu sesimple dan semudah yang aku bayangkan..., kata- kata andai terus berujar di dalam kepalaku ini.

Hampir seminggu aku harus ekstra bersabar menghadapi bos baruku di excuse publik ini, bagaimana tidak aku harus bersabar menghadapi setiap kemauannya yang diuar batas nalar ini.

seperti hari ini aku harus berlarian sejauh 5 blok karena si bos besar ingin makan spagetti di restoran langgananya dan aku hanya diberi waktu 20 menit, dan jika tidak berhasil aku bakalan gak bisa makan siang.

Reka Adegannya

"akhirnya selesai juga tugas bikin scedul selama 3 hari kedepan,"  kataku dalam hati

"Meila, yuk makan siang udah jam 12.15 tuh", teriak salah satu teman baruku di perusahaan ini

"tunggu cer, aku beresin mejaku bentar," jawabku tak kalah lantang

"ayo cepetan," jawabnya kemudian

"iya, yuk cuz berangkat,"jawabku sambil menenteng dompet mungilku beserta ponsel yang wajib dibawa yah kalo- kalo aja si bos minta sesuatu pas menikmati makan siangku.

Kami berdua kemudian berkumpul bersama teman- teman lainnya walaupun aku anak baru but mereka sangat homble and see sekarang aku memiliki teman yang cukup banyak, disinilah kami  para pegawai bawahan yah walaupun gaji nyalumayan untuk mengisi dompet tapi lebih baik makan di kantin perusahaan dari pada akhir bulan harus gigit jari gara- gara dompet kritis, xixixi

Sesaat sebelum memasukkan makanan ke dalam mulutku tiba- tiba terdengar bunyi berisik dari ponsel jadulku, saat ku melihat nama yang tertera dilayar ponsel milikku tanpa sengaja aku mengeluarkan rentetan kata- kata ajaib alias makian...

"shit, baru aja mo makan eh..." dengan muka yang tertekuk karena efek kelaparan dan kecemasan, aku menekan tombol hijau di layar hape milikku

"halo, iya pak, baik pak, kapan?" tanpa jeda si big bos memberikan rentetan instruksi  hal apa yang wajib aku lakukan.

"kenapa meila, muka lo kok kusut gitu?" kata cerlot khawatir

"biasa si big bos nyuruh gue beliin spagetti di restauran favoritnya," lha terus kenapa kog manyun gitu sekarang loe lebih baik habisin tuh makanan trus loe kerjain apa yang diminta sama si big boss daripada kena omelan." kata cherlot mencoba menenangkan.

"aduh, gue ntar aja ngehabisin nie makanan, time is running di tunggu 20 menit lagi di ruangan si big boss, gue jalan dulu yah bye" jawabku dengan malas 

Perjalanan yang panjang harus aku lakukan, di tengah keramaian hilir mudik orang ketika waktu istirahat datang dan dengan sukses, aku harus merelakan my "p*nt*t" mencium kerasnya trotoar. Benar- benar tidak elegan.

Aw.. hanya jerit terkejut itu yang mampu aku suarakan.

"Meila loe gak papa? sambil mengulurkan tangan.

ya tuhan mengapa dunia sesempit daun kelor begini, dan mengapa harus orang itu ... dari sekian milyar orang yang bernafas di bumi ini  mmengapa engkau mempertemukanku kembali dengan situsasi yang tidak menarik ini.

"are you in there? sambil melambai- lambaikan tangannya di depan muka ku?

"sorry, aku baik- baik saja" sambil merapikan celana kerjaku agar tak terlihat kotor.

"akhirnya kita bertemu lagi,'  katanya dengan senyum tulus. 

Dan disinilah kita sekarang duduk mengobrol layaknya seoang teman yang telah lama tidak bertemu dan membicarakan rutinitas yang tengah kita kerjakan tentunya sambil menunggu pesanan yang diminta si bos devil. Mungkin hanya aku saja yang merasakan perasaan canggung itu, mungkin hanya aku yang bisa tertawa getir melihat senyum merekah itu. Dan mungkin hanya aku wanita bodoh yang masih menganggap dia adalah pusat segalanya bagiku. dan kecanggungan itupun berakhir setelah makanan bos ku datang.

"Meila, boleh aku minta no telphonemu? kali saja aku bisa kembali lagi berkunjung di kota ini." pintanya berharap

Dengan terpaksa aku harus merelakan memberikan no ponselku kepadanya, mau gimana lagi karena opsinya hanya ada dua dan bila aku tidak memberikan no ponselku kepadanya aku takut dia akan berpikiran bahwa aku tidak menganggapnya sebagai teman. Walaupun kenyataannya menganggapnya hanya sebatas sebagai seorang teman itu adalah pekerjaan yang teramat sulit aku kerjakan.

Sambil melirik jam yang menunjukkan makan siang akan segera berakhir, dan hal itu semakin menamparku dari kenyataan bahwa aku tidak bisa menikmati makan siang yang telah aku pesan.






The Way's of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang