HARI KE-9

37.7K 2.6K 345
                                    

Dendy melempar tubuhnya di sofa. Ia merebahkan diri sebentar, lalu kembali berdiri.

Dengan kesal ia membuka jas, menarik kasar dasi dileher, membuka kemeja dan hanya menyisakan kaos putih polos. Ia kembali mendudukan tubuh, merebahkan kepala pada sandaran sofa.

Sally yang keluar dari kamar setelah menaruh tas dan laptop, menatap bingung Dendy yang tengah menepuk-nepuk bahu kiri.

"Kenapa, Kak?" tanya Sally yang menghampiri dan berdiri di depannya.

"Bahu gue pegel banget, seharian sih nggak begitu berasa. Sampe tadi sore pas nyetir malah makin pegel." Ucapnya kesal.

"Salah bantal apa tadi malam?" tanya Sally yang duduk di sampingnya.

"Kaga, gue pake bantal en Cacan sayang kok."

"Bukan itu maksud gue, Jambul" Sally menarik lengan kanan Dendy agar merubah posisi menjadi tegak.

"Ngapain?" tanya Dendy bingung.

"Gue pijitin sini." Ia menggeser tubuhnya, begitu juga Dendy yang kini memunggungi Sally.

Perlahan, Sally mulai menekan-nekan bahu kiri Dendy.

"Gila enak banget. Kalau novel lo udah gak laku lagi, bisa jadi tukang pijit aja!"

PLAK

"Aduh. Kok malah dipukul gue?" Dendy mengusap bahunya yang memerah akibat pukulan Sally.

"Ngomong jangan ngaco. Kalau novel gue kaga laku, berarti salah lo. Kan isinya riset tentang lo." Ketusnya yang kini kembali memijat Dendy dengan kasar.

"Ah ... Sakit, Sel. Pelan-pelan dong," rengek Dendy.

"Lagian bikin orang kesel aja." Sally menekuk wajah dan memajukan bibir.

"Iya, maaf. Bercanda. Lagian kalau emang kejadian, nanti gue potek deh tabungan gue buat lo yak?" Tawar Dendy santai.

"Beneran? lah kalau gitu mah gue ngapain cape-cape nulis. Sekarang aja potekin tabungan lo." Sally menarik bahu Dendy agar lebih jelas melihat wajahnya.

"Lo kalau ngomongin duit cepet banget ya?" Dendy ikut melirik dari samping.

"Semua butuh duit, Kak." Timpanya. Sally kembali memijat bahu Dendy.

Dendy mulai menutup kedua mata, menikmati tekanan demi tekanan. yang ia rasakan pada bahunya dan rasa sakit pun mulai berkurang.

"Kak!"

"Hmm."

"Gue mau tanya sesuatu sama lo," ucap Sally ragu-ragu.

"Apaan?"

"Tapi jangan marah. Kalau lo nggak mau cerita juga nggak apa-apa, gue paham" jelas Sally sebelum bertanya.

"Apaan?" tanya Dendy lagi.

"Emm .... Gue kok nggak pernah tau ortu lo? selama sekolah sampai sekarang, gue nggak pernah tau bahkan di sini nggak ada foto siapa pun, selain foto narsis lo yang segede ukuran tubuh asli lo!" Sally melirik foto yang terpampang jelas setelah pintu masuk.

Dendy membuka kedua mata dan berbalik menatap Sally. "Mau dengerin cerita hidup gue?" tanyanya yang menatap kedua mata Sally lekat-lekat.

Sally yang ditatap merasa salah tingkah dan hanya menganggukan kepala. Sedangkan Dendy merebahkan kembali punggung dan mengusap wajahnya.

Sally masih dengan posisi yang masa, ia hanya ingin menatap raut wajah Dendy yang berubah menjadi sangat serius.

"Gue adalah anak haram!" Dendy menoleh pada Sally yang kini terkejut." Ibu gue meninggal sesaat setelah melahirkan gue."

CEO SOMPLAK (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang