LAMARAN KEEMPAT

23.6K 1.6K 205
                                    

Sally memasuki apartemen Dendy dengan susah payah. Pasalnya, ia membawa beberapa kantung plastik ditangannya. "Kak," teriak Sally.

Ia menaruh semua kantung ke atas meja makan dan memperhatikan seisi apartemen. "Kok sepi ... KAK!" teriaknya lagi.

"Di kamar," teriak balik Dendy.

Sally membuka pintu kamar. Di lihatnya Dendy yang tengah menelengkupkan tubuh dengan cacan yang berada di bawah dagunya.

"Lo, gue panggilin juga. Gue bawa isi kulkas tuh," ujar Sally yang duduk di sisi tempat tidur.

Tidak ada jawaban dari Dendy. Ia masih terdiam sembari menarik-narik ujung kain Cacan. Sang perjaka sepertinya sedang badmood.

"Lo kenapa, sih? Kok mukanya gak banget? Tuh bibir segala dimaju-majuin," Sally menurunkan wajahnya agar lebih jelas memperhatikan raut wajah Dendy. Mirip ikan pesut, tapi yang ini bibirnya ... bibirnya itu!.

"Gue kesel, bete, sedih, marah." Dendy semakin memajukan bibirnya.

Sally menggaruk kepala. "Kenapa?" tanyanya dengan sisa stok sabar, tapi salah fokus pada bibirnya.

Gue emut juga neh lama-lama. Ucap harap Sally di hatinya.

Dendy mendudukan tubuh dan memeluk Cacan di pangkuannya. "Tadi pagi kan gue jemur baju di balkon kaya biasanya," ucap Dendy dengan wajah ditekuk.

"Terus?"

"Terus gue ketiduran sejam."

"Terus?"

"Terus gue ke balkon. Cuma pengen nyari udara seger sambil kentut, biar gak bau-bau banget di kamar maksudnya gitu."

Sally menarik napas. "Terus?"

"Terus gue liatin tuh jemuran. Gue perhatiin bae-bae."

"Iya, terus?"

"KANCUT PINK PISANG GUE ILANG. TERBANG GAK TAU KEMANA," teriak Dendy histeris.

Sally memundurkan tubuh sedikit dan meringis mendengar teriakan Dendy di depannya.

Sabar Sally. Sabar. Kalau lo gak tahan pengen marah, remes aja si Otong yang kenceng. Sally berkali-kali mengelus dadanya dan bergumam pelan.

"Kok bisa terbang? Emangnya gak lo jepit?" Sally berusaha memelankan suaranya.

"Lupa." Dendy memajukan bibir bawah layaknya seorang anak kecil yang hampir menangis.

"Ya udah, laen kali dijepit ya. Mampus kan tuh orang kalau sampe kejatohan kancut lo. Bisa sial seumur idup nanti dia." Sally mengusap punggung Dendy, berusaha meredakan kesedihannya. Oh, my baby yang sudah bangkotan.

"Beb, itu kancut gue beli di Barcelona. Itu limited edition tau," rengekannya kembali pada pacar satu-satunya.

"Ya, mau gimana lagi? Masa mau dicari? Ini kita di lantai sebelas loh, tuh kancut bisa-bisa nyangkut di kaca pesawat kali." Sally menggelengkan kepala.

Dendy terdiam dan memeluk Cacan lebih erat lagi.

"Udah masak aja sana. Gue laper." Sally berdiri dan memandang Dendy yang masih terdiam dengan wajah sedih.

Tidak tega, Sally kembali mendudukan tubuh. Ia mengusap wajah Dendy dengan kedua tangannya. Kini ia memperhatikan bibir Dendy, bahkan tanpa sadar ia menggigit bibinya sendiri. Kelemahannya.

"Koleksi kancut sama boxer lo kan udah banyak, jadi kalau ilang satu masih ada serebo. Okeh?" ucap Sally yang memberi semangat baru untuk Dendy.

Dendy tersenyum. Semakin lama semakin lebar. "Lo emang paling bisa bikin gue bahagia." Dendy merapikan anak rambut yang menutupi sebagian wajah Sally dan menyalipkannya ke telinga.

CEO SOMPLAK (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang