LAMARAN PERTAMA

24.6K 1.7K 68
                                    

"BEBEB !!!" teriak Dendy, setelah Sally bersuara di telepon.

"Congor lo!!!" Sally sembari mengusap telinga. Biasanya yang bersuara nyaring itu adalah bagian sang wanita, entah kenapa di dunianya justru terbalik.

"Bebeb, help me !!!" teriak Dendy lagi.

"Apaan sih?"

"Cepetan ke apartemen. Gue nggak akan keluar kamar pokoknya."

"Kenapa emangnya? Ada maling?"

"Bukan."

"Ada Kunti?"

"Anjir, jangan nakut-nakutin gue sih, Beb."

"Ya terus apose?"

"Udah cepetan kesini. Selamatkan kangmas. Kekasih hatimu. Calon suamimu. Calon ayah dari anak-anakmu nanti."

"Pret!!!"

"Bebeb, gue serius sih. Ke sini, plis. Gue nggak bisa berangkat ke kantor neh."

"Iya. Iya gue ganti baju dulu."

1 Jam kemudian ...

Sally memasuki apartemen Dendy tanpa menunggu untuk dibukakan oleh pemiliknya. Maklum, ia sudah mempunyai kunci cadangan. Jaga-jaga suatu saat dirinya ingin tiba-tiba sidak. Mempergoki kekasihnya yang sedang berselingkuh. Ya, walaupun itu teramat sangat mustahil. Biarlah, biarkan Sally mempunyai imajinasi kalau Dendy CEO produk novel romance juga, yang selalu dikelilingi oleh wanita dan playboy tentunya.

Ia menatap ke sekeliling apartemen. Tidak menemukan sosok pria berjambul yang ia sayangi. Ia memilih untuk mengetuk pintu kamarnya. "Kak," teriak Sally.

Dendy membukanya perlahan, lebih tepatnya, ia hanya mengintip. Dengan gerakan super cepat, ia membuka pintu lebih lebar, menarik Sally untuk memasuki kamar.

"Ini kenapa gue malah masuk kamar? Lo mau macem-macem sama gue?" tanya Sally sembari bertolak pinggang. Padahal, sudah berapa kali dia masuk ke dalam dan selalu berharap terjadi 'hal yang tidak diinginkan'. Ya, minimal dapat vitamin C. Kalau vitamin B belum boleh. Belum ijab-sah.

"Bukan," panik Dendy. Ia kembali membuka pintu, mengintip situasi ruang tamu apartemennya dari balik pintu. Kedua matanya menyapu habis tiap sudut. Ke kanan ke kiri, sesekali dengan gerakan cepat mirip sekali seperti penari bali. Mungkin ia sekalian olahraga mata. Maklumi, CEO produk gagal. Apapun yang ia perbuat, harap maklumi.

"Ada apaan, sih?" tanya Sally yang ikut mengintip.

"ADA KECOA. ITUUUU !!!" teriak Dendy sembari menunjuk ke arah dinding dengan jari lentiknya.

"Tepok jidat," ucap Sally menepuk jidatnya. Biar sedikit dramatisir. Ucapan dan gerakan bersamaan.

"Jadi, lo nyuruh gue kesini gara-gara ada kecoa?" Pingin rasanya ia menggigit habis si Otong sekarang juga untuk melampiaskan kemarahannya. Sing sabar Sally, masih banyak cobaan lain menanti!

Dendy menekuk wajah, mengangguk lemah dan memajukan bibir. Bibirnya ... ah sudah lah.

"Lo ... cowok. Tinggi gede, badan berotot, perut beroti, si otong gedong, tapi takut sama kecoa?" ujar Sally sembari menunjuk di tiap bagian tubuh Dendy.

"Beb, kecoa itu menjijikan tau gak? Ih ... kenapa gak punah aja sih tuh hewan." Dendy mengusap kedua lengannya sembari bergidik takut.

Sally menarik napas panjang. "Sekarang, dimana tuh kecoa?"

"Tuh, anjir ... dia di samping foto gue lagi?"

"Huahahaha ... kecoanya pinter ya." Tunjuk Sally pada sang kecoa, yang kini sudah bergerak ke atas kanvas foto Dendy, dan terhenti tepat di pusat bagian anggota tubuh bawah.

CEO SOMPLAK (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang