HARI KE-19 (1)

28.4K 2.2K 567
                                    

"Kita mulai yak?" tanya Sally yang sudah siap dengan buku catatan dan sebuah pulpen di tangannya.

"Oke," balas Dendy yang berkonsentrasi dengan jalanan macet. Maklum jam pagi yang selalu penuh.

"Warna kesukaan lo?"

"Hitam putih."

"Makanan kesukaan lo?"

"Apa aja asal enak."

Sally melirik sekilas lalu kembali meneruskan pertanyaannya.

"Tipe wanita?"

Kini giliran Dendy yang melirik Sally. "Yang jelas wanita," ucapnya spontan.

Sally memukul lengan Dendy dengan buku. "Serius ih, Kak" ucapnya sembari tertawa pelan.

Dendy ikut tertawa. "Gue nggak punya tipe sama sekali. Nggak mesti begini begitu. Gue paling nggak suka orang menilai seseorang dari penampilannya dulu. Jadi, bebas. Ya minimal gedong lah kaya Kim Kadarshian."

Lagi, sebuah pukulan mengenai lengan Dendy.

"Kalau lo tipenya kaya apa?" tanya balik Sang CEO.

Sally yang sedang menulis akhirnya berhenti dan melihat Dendy. "Kok jadi balik tanya? kan ini adegan gue lagi bertanya sama lo?"

"Biar kenapa, gimana?" tanya Dendy lagi.

Sally memukul ujung pulpen di dagunya, bergaya seolah tengah berpikir. "Tipe gue itu, tinggi, beroti sobek perutnya, lengannya berotot tapi jangan terlalu mateng biar ada empuk-empuknya dikit, rahangnya tegas, boleh pake brewok boleh nggak, bibirnya tebel, rambutnya kriwil boleh lurus boleh, warna rambut agak gelap, kalau tajir lebih bagus lagi jadi gue nggak perlu kerja tinggal ngangkang aja sama kasih servis yang bagus tiap hari."

Kali ini Dendy benar-benar menatapnya lama dengan raut wajah super kaget.

"Ngapa lo, Kak? kok komuk lo gitu banget?" tanya Sally bingung.

Dendy mengusap wajahnya. "Nggak Udah lanjutin aja pertanyaan lo," pinta Dendy.

"Oke ... Lo kan duitnya banyak yes? Nah kenapa tiap pergi keluar negeri nggak pake Jetpri? Kenapa nggak tinggal di apartemen mewah? Kenapa pula lo mau jadi supir gue sekarang?" Cengir Sally saat ditatap oleh Dendy.

"Lo yang harus merubah nominal uang, bukan uang yang merubah lo. Lo yang harus merubah manfaat uang, bukan uang yang memanfaatkan lo," jelas singkat Dendy.

"Maksudnya?"

"Oke. Gue emang punya banyak uang, gue pemilik perusahaan yang lagi diperhitungkan di dunia bisnis sekarang ini. Tapi, gue tetep jadi gue. Itu semua hanya titipan Tuhan. Bahkan, keberhasilan perusahaan semata-mata bukan hanya karena gue kok. Ada puluhan ribu karyawan dibalik itu semua dan mereka lah justru yang berhak merasakan kesuksesan itu," jelas Dendy yang tersenyum pada Sally. Tidak lupa mengusap jambul khatulistiwanya.

"Jadi, benar kata majalah bisnis kalau lo tiap tahunnya memberikan santunan ke beberapa rumah yatim piatu sampai 2 Milliar?"

Dendy hanya memilih tersenyum dan mengacak-acaki rambut Sally.

"Kak, suka banget sih bikin rambut gue kusut," ketus Sally yang lekas merapikan rambutnya.

***Catatan Sally : Salut gue sama lo, Kak. Semakin dalam gue tau lo, semakin dalam juga rasa gue sama lo.

"Kita udah berapa hari bersama?" Dendy mulai memasuki kawasan perkantoran.

"Emm, sembilan belas. Kenapa gitu?"

CEO SOMPLAK (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang