HARI KE-11

30.6K 2.4K 261
                                    

"Tuh kan, pramugarinya aja kenal sama lo!" ujar Sally yang memasukan sepotong roti ke dalam mulutnya.

"Iya lah gue, CEO ternama." Bangga Dendy.

"Kalau CEO tuh harusnya di First Class, lah ini malah di bisnis." Sally ini beralih pada layar di depannya. Memilih sebuah film bergenre horor untuk ia tonton sembari memakan makan malamnya di pesawat.

"Gue kalau sendiri iya, lah ini duitnya harus potekan sama ongkos lo." Dendy yang kini sudah menghabiskan makanannya.

Selly memilih terdiam dengan mulut penuh makanan.

"Lo mau nonton Palak? Awas parno loh nanti ke kamar mandi. Gue nggak mau temenin lo pokoknya," ujar Dendy.

Sally menoleh dan memandang kesal pada Dendy. Dendy yang dipandang oleh Sally, kini balik memandangnya. "Ya ampun bocah satu." Dendy mengambil tisu, mengelap bibir Sally.

Sally yang masih menatap Dendy, terdiam. Ada rasa gugup saat tangan Dendy menyentuh bibirnya lembut. "Makan kok sampe celemotan gitu." Dendy selesai membersihkan bibir Sally dan ia beralih pada pramugari yang lewat di sampingnya untuk memberikan nampan makanan.

"Apa bapak ingin tambah minumannya?" tanya sang pramugari.

"Panggil saja Kangmas, tidak terimakasih. Nanti saja," balas Dendy.

Ilah Jambul, masih sempet-sempetnya lo usaha. Sally meminum air di gelasnya dengan cepat dan ikut memberikan nampan makanan. Dengan kesal, ia memakai headset di telinga dan mulai menekan-nekan layar di depannya.

Dendy menarik tangan Sally dan mencopot headset. "Apaan sih, Kak?" ketus Sally.

"Lo kenapa jadi kaya orang kesel gitu? kurang kenyang?" Dendy mengerutkan kening.

Sally menarik tangan dan hanya menggelengkan kepala. Ia kembali memakai headset.

"Cewek itu emang mahkluk yang paling kompleks di muka bumi ini. Nyerah lah gue kalau disuruh memahami seorang wanita," ucap Dendy yang ikut memilih untuk menonton film dari layar di depannya.

~~~

"Ayo cepet jalannya," ujar Dendy yang menarik lengan Sally. Setelah 6 jam perjalanan kini mereka singgah di Dubai International Airport selama 3 jam. Untuk bertukar pesawat menuju Frankfurt Airport.

"Ngantuk," rengek Sally yang berjalan pelan, sesekali menutup kedua matanya.

Dendy menarik napas, menatap wajah Sally yang kini benar-benar menutup kedua matanya sembari berjalan. "Gue bilang kan tadi tuh tidur." Dendy yang kembali berjalan menuju Gate 30 yang berada di terminal lain.

Sally tidak menjawab. Ia hanya berusaha melangkah dengan menggenggam tali tas di kedua sisinya.

BUK.

Sally menabrak punggung Dendy. Bukan terpental balik, Sally justru merebahkan kepalanya pada punggung di depannya itu. Dendy menoleh ke belakang, melihat sebuah kepala yang tengah menempel pada bagian tubuh belakangnya.

"Pelor ... luar biasa pelor. Sambil berdiri aja masih bisa tidur." Dendy melirik sebuah trolli tas di sudut ruangan. Dengan senyum licik ia mendapatkan sebuah ide. Dendy berbalik dan menegakan tubuh Sally. "Diem ya."

Cepat Dendy melangkah dan mendorong trolli tersebut ke depan Sally. Dendy menggerakan tangan di depan wajahnya, memastikan kedua matanya masih tertutup. "Duduk sini," ucap Dendy yang membantu Sally untuk duduk. Sally terduduk dan menyandarkan tubuhnya pada badan trolli. Ia sempat mengerutkan keningnya sesaat.

"Nah aman." Dendy menahan tawa dan mulai mendorong trolli tersebut. "Sekalian aja gue masukin lo ke box xray biar sekalian dicek dalemannya," celetuk Dendy.

Tanpa diduga, saat asik mendorong Dendy tidak melihat sebuah lantai yang cukup rusak. Alhasil, trolli sempat terbanting cukup kencang dan mengakibatkan kepala Sally terbentur besi trolli. "Aw!" pekik Sally yang terbangun dan mengusap kepalanya. Ia menatap jalan kedua kakinya yang sudah berselonjor santai. Lekas ia menoleh ke belakang dan melihat wajah Dendy yang sudah tersenyum lebar tanpa dosa.

"Gue ... Gue di trolli bag?" teriak Sally. Ia menatap beberapa orang yang melewatinya, ada yang menahan tawa, bahkan terang-terangan tertawa dengan menunjuk kearahnya. "KAKAK!!!" teriak Sally.

Dendy menghentikan laju trolli dan tertawa kencang, hingga memegang perutnya. Sally berdiri dan kini memukuli tubuh Dendy dengan sekuat tenaga. Bukan kesakitan, Dendy justru semakin terbahak-bahak, bahkan ia kini mendudukan tubuhnya di lantai. "Resek. Ngeselin. Awas lo. Gue nggak terima. Itu cowok ganteng malah ikut-ikutan ketawain gue lagi, turun sudah harga diri gue." Sally terus saja memukuli tubuh Dendy.

"Lo harusnya liat muka lo tadi pas tidur di trolli. Udah pules banget, pake mangap gede banget lagi ... huahahahha." Dendy kembali menggodanya.

"Kakaaaak ...." Sally menghentikan pukulan dan kini menekuk wajahnya. Ia melangkah cepat meninggalkan Dendy.

"Yah, Cireng jangan pergi. Ayo sini naik, dari pada jalan cape!" teriak Dendy yang mengejarnya.

Sally menghiraukan Dendy dan terus saja melangkah cepat. "Cireng ... jangan ngambek dong. Jelek ih mukanya." Ia menarik tangan Sally dan hampir saja tubuhnya menabrak tubuh Dendy.

Sally semakin menekukan wajah dan diam. "Gue minta maaf ya?" ucap Dendy yang merasa bersalah.

Sally diam. "Gue traktir belanja deh. Mau apa?" tawar Dendy.

Sally mulai tersenyum. "Gue mau ke Burberry ada tas yang lagi gue incer." Jawabnya.

"Langsung bae!" ketus Dendy.

"Ya udah kalau nggak mau." Sally kembali melangkah, tapi tangannya kembali ditarik oleh Dendy.

"Iya iya. Ayo. Kayanya di terminal ini deh." Dendy mulai melangkah mencari papan informasi.

"Kak!" panggil Sally. Dendy menoleh dan kembali menghampirinya yang masih berdiri.

"Kenapa lagi? mau shopping nggak?" tanya Dendy.

"Gendong."

"HAH?"

"GEN. DONG. Gendong gue cepet!" tegas Sally.

"Oh gampang, naik aja lagi ke trolli."

"Gendong di badan lo, bukan pake trolli. Kalau nggak gue bakalan marah terus sampe pulang nanti!" ancam Sally.

Dendy mengusap wajahnya. "Badan lo emang kecil, tapi makan lo banyak banget. Gue yakin kalau-" Dendy tidak meneruskan ucapannya.

Ia menatap wajah marah Sally dan memilih untuk mengalah. "Ya udah cepet naik." Dendy berjongkok di depan Sally.

Sally tersenyum puas, melingkarkan kedua tangan dan menaiki punggung Dendy. Dendy mengeluarkan kekuatan penuhnya untuk berdiri dan mulai melangkah. "Berat banget lo." Ketusnya.

Sally memajukan wajah tepat di samping wajah Dendy yang hanya berjarak beberapa centi saja. "Makanya jangan macam-macam sama Sally," ucap sally yang justru terdengar seperti bisikan di telinga Dendy.

Tanpa Sally ketahui, sebuah senyuman tergambar pada bibir Dendy dan juga sebaliknya. Sally pun ikut tersenyum.

Satu kata yang sulit terucap
Hingga batinku tersiksa
Tuhan tolong aku jelaskanlah
Perasaanku berubah jadi cinta

Ku dapati diri makin tersesat
Saat kita bersama
Desah nafas yang tak bisa dusta
persahabatan berubah jadi cinta

CEO SOMPLAK (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang