Prometheus Children 2 Chapter 5 (part 2)

1K 83 33
                                    

Jam malam sudah hampir berakhir, para pedagang di distrik perdagangan Kota Akademi mulai menutup tokonya. Tapi, sepertinya ini masih terlalu awal bagiku untuk beristirahat.

Alasannya....

"Jadi, anda menolong mereka? Dan itu menghabiskan dua keping emas?!"

Lilli yang berdiri di depanku, kini membuat ekspresi jengkel yang tidak pernah aku lihat sebelumnya.

"Ma-maaf, tapi ini semua salah saya, Tuan Nicholas hanya mencoba untuk menolong saya, jadi...."

Ellis di sampingku mencoba memberi pembelaan, tapi kata-katanya terhenti melihat Lilli yang mengangkat tangannya.

"Maaf, jika saya terlihat mengintimidasi. Tapi saya sama sekali tidak menyalahkan anda, lagi pula saya setuju dengan apa yang Tuan saya lakukan."

Mengatakan itu dengan lembut, Lilli menepuk pundak Ellis.

"Tapi!...."

Raut wajahnya tiba-tiba menjadi tajam ketika menoleh padaku. Serius, bukankah perlakuan yang dia berikan terbalik?!

"Saya tidak mengerti kenapa anda bisa percaya begitu saja dengan kata-kata seorang pedagang?! Melihat dari tokonya, sudah jelas itu bukan toko yang akan menjual barang mahal bukan?!"

Mengatakan itu, Lilli menunjuk pada toko buah-buahan yang baru saja kami tinggalkan. Dari kejauhan, aku melihat si pria besar sedang tertawa sambil menutup tokonya.

Dilihat lebih seksama, bahkan jika toko itu besar, itu bukan toko yang terlihat akan menjual barang mewah. Ah, begitu rupanya, itu adalah cara pedagang melakukan negosiasi. Dengan kata lain, aku yang sudah percaya begitu saja adalah satu-satunya yang pantas di salahkan.

"Anda tahu, dua keping emas bahkan mampu membeli setengah dari barang di toko itu!"

Masih dengan wajah menyeramkannya, Lilli menceramahiku.

"Haaahh, jam malam sudah berakhir. Jika kita mencoba memaksa mereka mengembalikan uang, itu akan jadi masalah."

Menghela napas panjang, Lilli mengatakan itu sambil menggaruk telinga serigalanya.

"Baiklah, sepertinya besok saya harus bertindak."

Membuat wajah tajam, melihat pria besar pemilik toko dari kejauhan dengan mata seperti pemburu, Lilli membuat senyum manis. Tapi entah kenapa senyumnya justru membuatku merinding.

"Untuk sekarang sebaiknya kita pulang."

Mengatakan itu, Lilli berbalik ke arahku.

"Anu, jadi apa yang akan kau lakukan pada mereka?"

Dengan khawatir, aku menanyakan itu pada Lilli.

"Anda tidak perlu khawatir Tuan Muda. Besok, semua masalah akan selesai."

Lagi, Lilli mengatakan itu dengan senyum manis.

"A-aku mengerti. Tapi jangan sakiti mereka."

Dan aku, aku hanya bisa tersenyum kecut sambil mengatakan itu. Aku berharap tidak akan ada hal buruk yang terjadi, terutama pada paman pemilik toko itu.

"Kalau begitu saya juga mohon diri."

Menggandeng dua anak kecil yang menguap di sampingnya, Ellis menunduk padaku.

"Sekali lagi, terima kasih atas bantuannya, saya pasti akan membalas kebaikkan anda."

"Y-ya, sama-sama. Hati-hati di jalan."

Mengatakan itu dengan canggung, aku juga menunduk.

"Anu, namamu Ellis bukan?"

Dan saat itu, Lilli di sampingku bicara.

"Dari penampilanmu, bukankah kau seorang priestess? Dan lambang itu...."

"A-anda benar, saya adalah priestess dari ajaran Axia."

"Axia? Hmm ajaran yang memuja dewi langit Aria."

Mengerutkan wajahnya, Lilli tampak sedang berpikir. Sebenarnya, di dunia ini hanya mengenal satu agama yang berpusat pada tiga dewi cahaya. Dewi langit Aria, dewi bumi Terraria, dan dewi kehidupan Jona, bertiga mereka adalah dewi yang di katakan membentuk legenda penciptaan. Meski begitu,jalan penyembahan mereka di bagi menjadi tiga ajaran sesuai dengan siapa dewi yang berkaitan. Axia adalah ajaran dengan menyembah dewi Aria, Alexis untuk penyembahan Terraria, dan Exis untuk penyembahan Jona.

Tapi kalu dipikir-pikir, harusnya Aria lebih berpusat pada wilayah utara dan timur kekaisaran, sedangkan untuk wilayah barat dan selatan termasuk akademi adalah wilayah penyembahan Alexis. Begitu, aku mengerti sekarang, jadi itu yang sedang Lilli pikirkan.

"Lilli, kau terlalu banyak berpikir, hanya karena ini wilayah penyembahan Alexis, bukan berarti tidak ada pemeluk ajaran Axia di sini."

Mendengar apa yang aku katakan, Lilli memandangku, lalu setelah menutup mata sejenak.

"Umm, anda benar, sepertinya saya masih terbawa tekanan ujian hari ini."

Dengan begitu, Ellis akhirnya pergi meninggalkan kami. Kedua anak kecil berkerudung yang dia gandeng melambaikan tanganya padaku sebelum menghilang di keramaian.

"Jadi, kenapa pihak akademi menahanmu?"

Memalingkan wajahku pada Lilli, secara sepontan aku menanyakan itu.

"Anda berkata seolah saya sudah melakukan kejahatan."

Mengerenyitkan dahinya, Lilli membuat ekspresi tidak nyaman.

"Mereka hanya memberikan beberapa pertanyaan seperti siapa saya, dan dari mana saya berasal. Selain itu mereka juga melakukan pengukuran pada kapasitas mental saya. Ah, tapi semuanya langsung berakhir saat saya bilang, saya adalah pelayan dari penguasa tanah di wilayah Aren."

"...."

Dan itu langsung membuatku terdiam. Di saat aku mati-matian menyembunyikan fakta siapa diriku, dan Lilli dengan santai membocorkan semuanya?! Aahh, aku harap berita ini tidak akan menyebar.

"Oh, ngomong-ngomong mereka menawari saya beasiswa sebagai seorang Pride. Asalkan saya bisa membuktikan kemampuan, kekuatan, dan kelayakkan saya sebagai seorang pemegang gelar Pride, saya bisa mendapat pendidikkan gratis."

"I-itu hebat kan?! Tapi, apa itu Pride?"

"Entahlah, mungkin semacam gelar kehormatan."

Itu hebat! Sekolah bahkan belum dimulai dan dia sudah mendapat gelar kehormatan?!

"Ka-kau benar-benar mengagumkan, Lilli."

Tapi, meski aku bilang begitu, aku tidak bisa memungkiri jika itu membuatku kesal. Gelar kehormatan? Sudah kuduga, aku yang hanya orang biasa tidak akan bisa berdiri bersama mereka yang lahir dengan bakat.

Ah, pada akhirnya, tanpa Iona aku bukanlah siapa-siapa. Apa aku harus membuka hubungan lagi dengannya?

Mengibaskan kepalaku, aku membuang pemikiran itu. Bahkan jika aku adalah orang yang memutuskan untuk menerima kekuatan Prometheus, aku masih tidak bisa mengalahkan rasa takutku. Rasa takut untuk memegang kekuatan yang bisa menyelamatkan atau menghancurkan dunia.

"Anu Tuan Muda?"

Lilli di sampingku melihatku dengan khawatir. Apa aku membuat ekspresi aneh? Membuat senyum, aku mencoba memperbaiki suasana di sini.

"Tidak apa-apa, Lilli ayo kembali ke penginapan."

"Unn, saya mengerti. Ah sebelum itu, panitia ujian menitipakan ini pada saya."

Mengatakan itu, Lilli mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kecilnya. Itu adalah sebuah kotak dengan lambang akademi di atasnya.

"Huh? Itu?"

"Seragam, panitia bilang anda tidak mengambilnya setelah ujian berakhir."

Ah, aku lupa. Aku langsung keluar ruangan karena terlalu asik bicara dengan Albert.

Dan dengan begitu, hari inipun berakhir. Kembali ke penginapan dengan Lilli, aku memutuskan untuk segera istirahat. Tapi entah kenapa aku merasakan perasaan tidak enak, terutama mengingat bagaimana Lilli tersenyum sambil melihat si paman pemilik toko.

Prometheus ChildrenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang