Aku terbangun saat suara ketokan pintu terdengar di telingaku. Aku memaksakan tubuhku untuk bangun dan membuka pintu kamarku.Mama berdiri di didepan pintu dengan senyum hangatnya.
"Ada apa Ma?"
Mama menarikku pelan menuju ruang tamu lalu menyuruhku untuk duduk. Aku melihat Mama sambil kedua tanganku menguncir kuda rambutku. Mama mengeluarkan dua kardus berwarna coklat dan memberikannya padaku. Aku mengernyitkan keningku.
"Ini apa?"
Aku membuka kardus pertama, isinya adalah gaun merah. Kemudian aku membuka kardus kedua, isinya adalah high hels berwarna hitam.
"Mama mau kamu pakai ini nanti malam."
"Nanti malam?"
"Iya, nanti malam. Mama mau kamu ketemu sama calon Mama. Kamu mungkin sudah kenal sebelumnya sama dia. Kamu mau kan?"
Sebulir air mataku menetes, Mama sangat egois. Apa dia tidak memikirkan perasaanku. Apa sikapku selama ini kurang ia pahami bahwa aku menolak jika ia menikah lagi.
"Sampai kapan pun, jawaban ku akan tetap sama. Aku tidak mau."
Aku berdiri dan meninggalkan Mama, aku menutup pintu kamar dengan sangat keras lalu menguncinya. Tubuhku kusandarkan di pintu. Lagi, air mataku turun sangat derasnya.
"Bintang, dengerin Mama dulu."
Aku tidak memperdulikan gedoran dan teriakan Mama dari luar.
Semua terasa buram, kupingku rasanya tuli dengan semua itu. Hatiku terlalu sakit untuk menerimanya.
*****
Diam, aku hanya sanggup terdiam menatap nisan ayahku. Menangis? Aku sudah puas menangis, air mataku rasanya kering.
Entah keberapa kalinya aku menganggap tuhan tidak adil padaku. Ia memberiku nafas dan ia juga yang mengambil nafas itu perlahan dariku hingga membuatku bisa mati kapan saja.
Bukannya aku tidak bersyukur, aku sangat bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang. Tapi aku tidak mampu menerima semua ini, aku terlalu rapuh dengan semua ini.
"Tuhan, kumohon padamu, sembuhkan luka hatiku atas semua ini, kirimkan malaikatmu untuk mengobati rasa perih di hatiku. Kumohon,"
Jauh dalam batinku, lantunan do'a itu meluncur di setiap aliran darahku, di antara setiap pejaman mataku dan di hembusan nafasku.
Aku membelai halus nisan ayahku kemudian Aku menatap langit yang mulai mendung. "Aku pulang dulu, Yah." pamitku pada nisan ayahku lalu mengecupnya.
Kakiku melangkah perlahan meninggalkan kuburan Ayah dengan angin yang selalu menemaniku sejak tadi. Hawa dingin kali ini mengelus halus rambut dan sekitar tanganku yang tak tertutup kain.
Langit biruku berganti langit mendung. Angin sejukku juga berganti dengan angin dingin. Tuhan telah merubah mereka semua, tapi kenapa Tuhan tak merubah sedetik pun dalam hidupku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...