"Selamat Pagi Bintang cantik,"
Aku menghentikan langkahku, mataku menatap malas pada Randy yang mencegatku di gerbang sekolah. Aku melihatnya membawa buket bunga mawar merah dan coklat yang ia sodorkan padaku.
"Terima dong bunga dan coklat dari aku,"
Aku mendorong pelan tangannya, "Kamu nyumpahin aku mati ya? Dan kamu mau buat aku gendut dengan coklat ini?"
"Ini sebagai tanda minta maafku, terima dong,"
Aku mengerutkan keningku, ternyata orang ini belum mengerti yang aku katakan tempo hari.
Aku menggenggam tangannya dengan kedua tanganku, langkahku kumajukan satu langkah kearahnya, aku bisa melihat raut bahagia diwajahnya dengan senyum tertahan dibibirnya, kemudian aku mendekatkan bibirku ke telinganya,
"Semua yang kamu lakukan saat ini hanya sia-sia, dan aku nggak mau lihat kamu hadir di depan mataku."
Aku memundurkan kepalaku untuk menatap wajahnya yang menahan malu sekaligus marah.
Kedua sudut bibirku tertarik membentuk sebuah senyum, "Aku nggak akan capek buat ngingetin kamu kalau hubungan kita sudah selesai sejak kamu menghianatiku."
Lalu aku melanjutkan langkahku yang tertunda tadi. Baru beberapa langkah, aku menghentikan langkahku dan berbalik ke arah Randy, "Oh ya Ran,"
ia sedikit memutar tubuhnya untuk melihat ke arahku, "Ngomong-ngomong, Terima kasih bunga dan coklatnya. Kamu bisa kasih bunga dan coklat itu ke Gea, bilang sama dia, jangan terlalu jual murah."
Aku kembali melanjutkan langkahku.
Seseorang yang telah berkhianat padamu walaupun kamu sangat mencintainya, jangan pernah satu kalipun kalian kembali padanya.
Mema'afkan boleh, tapi kalian nggak akan bisa mendapatkan hal yang sama dari mereka seperti dulu.
Penghianat, kapan pun mereka bisa melakukannya lagi kepadamu dan tentunya kamu nggak mau kan merasakan rasa sakit yang rasanya mungkin dua kali lipat lebih sakit dari sebelumnya.
****
Harum terus saja mengoceh dan ocehannya tak satu pun masuk ke telingaku.
Aku mengetuk-ngetukkan bolpointku di atas meja dengan pikiranku melayang sejauh yang kupikirkan, Buku matematikaku terbuka sedari tadi dan satu kalimat pun belum ku baca.
Sepertinya aku nggak bisa kayak gini terus. Aku harus keluar dari zona nyaman ku selama ini. Tapi aku harus memulainya dari mana?"Bintang?"
"Eh iya, kenapa?" aku spontan menoleh ke arah Harum saat suara cempreng gadis itu sedikit demi sedikit masuk ke gendang pendengaranku dan menarik kasar jiwaku dari lamunanku.
"Jadi kamu dari tadi nggak ngedengerin aku cerita?"
Aku menggeleng, "Maaf. Memangnya kamu cerita apa sih?"
Harum melengoskan wajahnya, "Nggak ada siaran ulang."
Aku tersenyum geli melihat tingkahnya yang masih seperti anak kecil itu.
"Marah ni ye," aku menggodanya dengan menggelitik perutnya.
"Hahahaha.., siapa bilang aku marah?" Harum tertawa sambil menahan tanganku agar berhenti menggelitiknya dan aku menghentikan gelitikanku padanya.
"Nah gitu dong, Senyum, jangan marah aja. Mukamu tua lo nanti,"
Harum tersenyum kearahku dan aku membalas senyumnya.
"Siang anak-anak," Bu Harti masuk kedalam kelas dengan membawa tumpukan buku tugas. Semua murid menghentikan kegiatan mereka.
"Siang Bu,"
"Hari ini pelajarannya Matematika ya. Sekarang Ibu mau Juna maju ke depan dan kerjakan tugas kemarin yang no 1. Setelah itu di lanjut oleh Harum,"
Guru killer yang setiap masuk pasti langsung nunjuk muridnya buat ngerjain tugas, dan setiap kali jam habis, tidak akan pernah lupa memberi setumpuk tugas rumah pada muridnya dan nggak akan pernah lupa kalau dia ngasih tugas rumah pada muridnya walaupun tugasnya sudah berlalu satu minggu lebih.
Sungguh Guru hebat!.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...