>13

488 27 1
                                    

Berjalan sendiri di trotoar jalan dengan lampu menyala berwarna kuning dan suara deru mobil atau motor berseliweran.

Banyak angkringan berjejer rapi disetiap tepi jalan lengkap dengan pengunjung yang duduk rapi memenuhi setiap meja tanpa kursi. Kakiku terus melangkah tanpa arah yang pasti. Tubuhku disini tapi pikiranku melayang jauh entah kemana.

"Kaaakk Bintaaang.,"

Aku melihat Rachel berlari ke arahku lalu memelukku. Aku melihat sekeliling mencari pendamping anak ini. Dan pandanganku berhenti pada seorang yang berdiri tak jauh dari kami, orang itu tak lain adalah Ayah Rachel.

Ia tersenyum ke arahku lalu berjalan menghampiriku dan Rachel.

"Hai Bintang?"

Aku membalas senyumannya. Aku melepas pelukan Rachel lalu menatapnya, "Kamu ngapain disini?"

"Aku tadi mau cari makan sama Ayah, terus aku lihat Kak Bintang berjalan sendirian disini."

Aku tersenyum mendengar penjelasan dari Rachel.

"Yah, Kak Bintang boleh ikut makan sama kita nggak Yah?"

Aku sedikit melotot mendengar perkataan Rachel barusan.

Untuk apa aku ikut, ini kan acara keluarga mereka.

"Boleh, kalau Kak Bintangnya Mau."

"Kak Bintang mau kan?"

Sebenarnya sih enggak mau, tapi ya gimana, ekspresi Rachel seperti itu. Membuatku sulit menolak permintaan anak kecil lucu ini.

"Iya,"

"Yeeee., Kak Bintang ikut makan aku." ia loncat-loncat kegirangan lalu memelukku lagi.

Aku tersenyum melihat tingkah Rachel.

Anak ini benar-benar membuatku semakin sayang padanya.
Rachel menggandeng tanganku. Aku mengikuti langkah Rachel untuk menghampiri Ayahnya.

Kami bertiga berjalan bersama dengan Rachel berada di antara Aku dan Om Geje, kedua tangan Rachel menggandeng tanganku dan tangan Om Geje.

Malam ini berbeda dengan malam-malamku yang kemarin. Rachel memberi kebahagian lagi malam ini, kebahagian yang telah lama ku rindukan. Bersamanya, aku merasa keluargaku kembali lagi.

Bersenda gurau bersamanya hingga kemudian tawa lepas muncul di diriku yang sudah lama ini tak kurasakan.

Dan Ayahnya, Om Fahmi, ternyata adalah sosok yang sangat hangat dan tidak seperti yang ku perkirakan sebelumnya. Ia adalah sosok ayah yang mampu mengimbangi sifat Rachel. Mampu menjadi ayah sekaligus teman bagi Rachel.

Aku merasa nyaman berada diantara mereka. Aku beruntung bertemu dengan mereka. Sedikit hidupku terisi warna karena mereka.

"Kamu mau saya antar pulang?"

"Enggak usah. Terima kasih." tolakku pada Om Fahmi.

"Kak Bintang nolak tawaran Ayah? Ini sudah malam Kak, nanti Kak Bintang di culik sama orang jahat lo."

Aku tersenyum lebar sambil kucubit satu pipinya saat mendengar celotehan lucu Rachel, "Mana ada orang yang mau nyulik Kak Bintang!"

"Rachel benar. Ini sudah malam, nggak baik seorang wanita pulang sendiri. Lagian, bus yang sering kamu tumpangi sudah lewat sejak tadi."

Kata Om Fahmi benar juga, ini sudah malam. Dan bus yang biasa ku tumpangi sudah lewat sejak tadi.

Setelah menimbang beberapa kemungkinan jika aku pulang sendiri, akhirnya aku mengiyakan tawaran Om Fahmi.

Mobil melaju pelan melewati jalanan yang masih ramai. Rachel tertidur di kursi belakang beberapa menit lalu. Aku menoleh ke arah Rachel saat anak itu menggeliat pelan dan kembali tertidur.

"Saya senang bisa mengenal kamu,"
Aku memiringkan kepalaku untuk melihat Om Fahmi, kemudian aku tersenyum.

"Aku juga senang bisa mengenal Om Fahmi dan Rachel. Dan Terima kasih untuk makan malam yang tadi,"

Om Fahmi terkekeh pelan, "Iya. Sama-
sama. Tolong jangan panggil saya Om,"

Aku lupa kalau Om ini nggak mau dipanggil Om. Padahal dia kan memang Om-Om.

Ia menoleh kearahku lalu tersenyum, "Seperti yang saya bilang tempo hari di bus, kamu boleh panggil saya dengan nama saja."

Dengan nama, Fahmi. Menurutku itu tidak sopan dan aku sedikit aneh jika memanggilnya Fahmi saja.

"Ehhm, bagaimana kalau aku panggil Mas saja, Mas Fahmi."

"Boleh, itu lebih bagus."

Aku tersenyum ke arahnya dan ia membalas senyumku.

Kalau dilihat-lihat, Mas Fahmi memang belum terlalu tua. Dari wajahnya, belum ada kerut di sekitar mata dan tubuhnya masih tegap berdiri. Kira-kira berapa ya umur Mas Fahmi?

"Umur Mas Fahmi berapa?"

Ups, Aku tak bisa menahan mulutku untuk tak bertanya padanya, aku merutuki pertanyaan tak sopanku itu padanya.

"29. Kenapa? Terlihat seperti umur 40 an ya?"

"Tidak. Maksudku tidak begitu," Aku tersenyum kikuk kearahnya.

Aduh Bintang. Keingintahuanmu membuatmu lancang.

Akhirnya mobil berhenti di depan rumahku. Aku segera turun dan mengucapkan terima kasih pada Mas Fahmi.

Mas Fahmi dan Rachel. Dua orang baru dikehidupanku tetapi mampu memberiku kebahagiaan. Sesaat aku melupakan masalahku dengan kehidupan ini dan semua itu adalah berkat ayah dan anak itu.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang