Bintangnya di pencet dong say 😗
.
..
...
....
.....
......
.......
........
..........
............Aku membuka pintu rumah perlahan hingga menampakkan ruang tamu rumahku. Kakiku kulangkahkan menuju kamar.
Saat melewati kamar Mama, aku menghentikan langkahku lalu melihat keadaan kamar Mama dari celah pintu yang sedikit terbuka.
"Sudah pulang?"
Aku terperanjat saat suara Mama menyapaku.
Aku masuk ke kamar Mama dan menghampirinya yang ternyata sedang duduk di kursi riasnya. Aku memposisikan diriku duduk di ujung ranjang belakang Mama.
"Sudah. Bagaimana keadaan Mama?"
"Lumayan baik."
Aku menghembuskan nafas perlahan.
"Sampai kapan Mama seperti ini terus?"Mama memutar tubuhnya hingga menghadapku. "Mama memang seperti ini,"
"Apa Mama masih melanjutkan rencana menikah Mama?"
Mama seperti berfikir sejenak hingga akhirnya ia mengangguk pelan.
"Sepenting apa laki-laki itu di dalam hidup Mama dibandingkan aku?"
Mama menyentuh tanganku lalu menggenggamnya, "Kalian berdua sama penting di hidup Mama."
"Satu pertanyaan lagi, Apa Mama sudah tidak mencintai Ayah?"
Mama membulatkan matanya menatapku.
"Mama masih mencintai Ayah kamu. Tapi Mama tidak mau hidup seperti ini terus sayang. Mama ingin kamu memiliki hidup yang layak seperti saat Ayah kamu masih ada di sisi kita,"
Aku menggeleng tak percaya. "Bohong. Aku sama sekali nggak percaya sama Mama."
"Ada satu hal yang mendasari Mama melakukan semua ini, tapi untuk saat ini, Mama tidak bisa mengatakannya kepada kamu. "
Aku menatap dalam mata Mama. Sekuat tenaga aku menahan air mataku hingga membuat dadaku sesak dan sakit sekali.
Aku berdiri dan keluar dari kamar Mama.
Aku langsung menjatuhkan tubuhku di atas ranjang kamarku. Aku membenamkan wajahku di antara bantal milikku.
Air mataku ku tumpahkan semuanya saat itu juga. Kulepaskan segala rasa sesak dan sakit di hatiku begitu saja.
Jawaban yang Mama lontarkan begitu membuatku miris sekaligus perih.
Dengan alasannya yang menurutku sangat tidak patut untuk di jadikan alasan. Dan lagi-lagi Aku yang ia jadikan alasan melakukan semua ini.
Seakan-akan aku ini adalah sesuatu yang kuat untuk menjadi dasar Mama melakukan hal ini dan bahkan aku sendiri sangat tidak suka Mama melakukan semua ini.
****
"Kamu mau kemana?"
Aku menghentikan langkahku beserta koper yang berada di tangan kiriku.
"Pergi."
Mama menghampiriku lalu meraih tanganku, aku berusaha untuk tak menatap mata Mama.
"Pergi kemana, Sayang? Ini sudah malam,"
"Untuk apa aku disini kalau Mama saja lebih mementingkan ego Mama."
Aku melanjutkan langkahku dan Mama langsung menahannya.
"Mama bukan egois. Mama melakukan semua ini untuk kamu, untuk anak Mama yang paling Mama sayang."
"Sayang macam apa yang Mama berikan padaku? Dengan menikahi laki-laki itu, menurut Mama itu adalah bentuk rasa sayang Mama?"
Aku membalikkan badanku untuk menghadap Mama. Sebulir air meluncur bebas dari mataku.
"Mama berubah, Mama bukan Mamaku lagi. Selama ini aku bertahan karana aku pikir Mama bisa kembali seperti dulu, tapi ternyata salah. Mama lebih mementingkan kepentingan Mama daripada apa yang aku rasakan."
Aku menjeda kalimat di bibirku. Sekuat tenaga aku menahan isakan tangisku.
"Apa Mama tahu apa yang aku rasakan selama ini? Sakit Ma, Sakit. Aku menahan rasa sakit itu sendirian. Dan Mama kemana saat itu? Mama hanya sibuk dengan pacar-pacar Mama yang Mama bawa pulang setiap malam. Apa aku senang Mama melakukan semua itu?"Aku menatap mata Mama. Air mataku kembali mengucur sangat derasnya.
"ENGGAK. Sama sekali Aku nggak senang. Aku selalu menangis saat-saat kejadian itu terus terjadi di depan mataku. Aku lelah Ma, Aku lelah."
Aku berbalik sambil menghapus kasar air mataku.
"Sekarang terserah Mama mau melakukan apa saja yang Mama suka, aku nggak akan menghalanginya lagi. Aku pergi."
Aku melangkahkan kakiku lebar untuk meninggalkan rumah itu. Teriakan Mama tak membuatku menghentikan niatanku untuk pergi.
Berat? Ya berat.
Aku mempunyai banyak kenangan di rumah itu. Hampir separuh hidupku kuhabiskan disana.
Senang, susah, duka, bahagia kurasakan disana semuanya.
Dan sekarang aku memutuskan untuk pergi dari sana. .Berjalan tanpa arah di tengah gelapnya malam tanpa bintang di atas sana. Entah berapa lama kuberjalan, entah berapa jauh ku menghindar dan entah arah mana yang ku pilih.
Sunyi, sepi kembali menghantui ragaku yang mengikuti jalanan lurus tak berujung.
Kosong, itu yang kupikirkan. Rasanya seperti ingin mati saat ini juga.
Pengharapanku pupus begitu saja.
Kepalaku terasa pening, mataku berkunang-kunang dan lama kelamaan yang kurasakan adalah semakin berat seperti sedikit demi sedikit kepalaku diberi beban.Pudar lalu kemudian gelap yang kulihat. Aku masih bisa merasakan tubuhku menghantam aspal lalu setelah itu aku tidak merasakan apapun kecuali kegelapan yang perlahan menelanku pasti.
.
.
.
.
.
.
.
Jangan capek buat nunggu kelanjutannya. See you, Say 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...