Malam hadir kembali mengisi hariku. Berbeda dangan malam kemarin, Malamku yang kini sedang kutatap hadir tanpa bintang disekitarnya, hanya gelap gulita yang ku dapat dari malam ini. Sunyi dan kesepian, temanku selama ini yang selalu menemani dalam setiap malamku.
"Kak Bintaaang,"
Aku menoleh ke arah sumber suara, terlihat gadis kecil berlari kearahku dengan gaun pinknya yang hanya selutut.
"Rachel?"
Ia berhenti di depanku dan langsung memelukku. Ada apa dengan anak ini? Kita baru bertemu sekali tapi dia bertingkah seolah telah lama mengenalku.
Aku melepas perlahan pelukan Rachel lalu menuntunnya untuk duduk di sampingku, "Kamu kesini sama siapa?"
Ia menggeleng lalu kembali memelukku, "Kamu kenapa?" aku kembali melepas pelukannya dan menatap raut wajahnya, "Kok nangis sih? Anak cantik nggak boleh nangis dong," aku menghapus air matanya.
Ia kembali menangis, aku segera memeluknya dan menenangkannya.
"Kak Bintang?"
"Ya,"
"Aku pengen deh punya Mama kayak Kak Bintang."
Aku tersenyum mendengar keinginan dari Rachel, "Kenapa harus Kak Bintang? Memangnya Mamanya Rachel kemana?"
"Kata Ayah, Mamaku sudah pergi bersama bintang saat melahirkan aku. Apa sih Kak arti kata Ayah itu? Kenapa Bintang harus bawa Mama Rachel pergi?"
Harus ku jawab apa pertanyaan anak kecil ini. Aku menatapnya lalu tersenyum, "Oh ya Rachel, Kamu tadi belum jawab pertanyaan Kakak. Kamu kesini sama siapa?" ucapku mengalihkan topik pembicaraan.
"Sama Pak Toyo, tadi aku lewat taman ini terus aku lihat Kakak duduk sendirian disini jadi aku minta turun disini dan datang menghampiri Kakak."
"Oh begitu ya, kamu nggak pulang? Ini sudah malam lo, anak sekecil kamu nggak baik berada diluar seperti ini."
"Aku mau pulang kalau Kakak yang nganterin," Senyum lebar tercetak dibibir mungil Rachel.
Aku mencubit pipinya yang gembul itu, "Baiklah, Kakak akan mengantarmu pulang."
"Yeeee..," Rachel bersorak gembira sambil bertepuk tangan. Aku ikut senang melihatnya tak bersedih lagi.
Entah kenapa, saat aku melihat Rachel, aku merasakan rasa yang selama ini belum pernah kurasakan. Keberadaannya mampu membuatku lupa akan masalah yang sedang kuhadapi saat ini, Apakah ini yang di namakan Ikatan Batin? Sepertinya tidak, aku dan Rachel tidak mempunyai ikatan semacam itu. Kita hanya kenal saja.
Mobil berhenti di sebuah rumah besar bercat krem dengan pagar menjulang tinggi menutupi rumah itu. Mobil masuk melewati gerbang saat gerbang terbuka dan kembali berhenti di depan garasi. Rachel menarikku untuk turun dari mobil dan aku menurutinya, ia menuntunku masuk ke dalam rumah.
"Rachel?"
Suara bariton itu menghentikan langkahku dan Rachel tepat di depan pintu rumah itu. Aku menatap pemilik suara itu.
"Dia?" Mulutku menganga karena keterkejutanku dengan orang yang berdiri tak jauh dariku.
Sama sepertiku, ia terlihat terkejut dengan kedatanganku. Ia berdehem dan berjalan menghampiriku, menatapku lalu beralih menatap Rachel yang masih di genggamanku. Kemudian ia berjongkok di depan Rachel sambil membelai pipi gadis kecil itu.
"Masih marah sama Ayah ya?"
Rachel bersedekap tangan dan memalingkan wajahnya dari tatapan Ayahnya. Aku menatap satu persatu wajah mereka. Lucu sekali hingga aku tak bisa menahan cekikikanku. Om Geje itu melirik ke arahku, sadar aku sedang dilirik seperti itu, aku menghentikan cekikikanku dan mengalihkan pandanganku ke sekeliling rumah ini.
Rachel berlari entah kemana dan Ayahnya hanya menatapnya pergi. Sekarang hanya tinggal aku dan Om Geje. Aku menatap ngeri pada orang ini saat ia berdiri di depanku dengan tinggi badannya yang kuperkirakan aku hanya sepundaknya saja.
Ia terus menatap ku seakan aku ini adalah santapannya malam ini. Aku memundurkan satu langkah dan ia memajukan satu langkah, dan seperti itu seterusnya. Tanpa kata dan hanya menatapku seperti ini, lama kelamaan membuatku risih.
"STOP!"
Aku menghentikannya saat kakinya kembali maju selangkah ke arahku. Ia mengangkat satu alisnya kepadaku, aku hanya bisa mengerutkan kening saja melihat tingkah aneh Om om ini.
"Pura-pura lupa kejadian saat di bus malam itu?"
"Soal itu, itu bukan salahku. Itu salah Om sendiri, dan aku tidak pura-pura lupa."
"Oh ya? sepertinya saya ingin balas dendam kepadamu," Aku melihat satu kaki Om Geje terangkat untuk mengambil ancang-ancang menginjak kakiku.
Aku segera lari sekencang mungkin dan tak memedulikan panggilan dari Om Geje itu.
Benar-benar sempit dunia ini. Bagaimana bisa aku bertemu Om Geje itu lagi setelah hampir satu minggu aku melupakan kejadian itu. Dan Rachel ternyata adalah anak Om itu.
Mimpi apa aku sampai harus bertemu mereka?
Aku menghentikan lariku setelah kurasa cukup jauh jarakku dengan rumah itu. Nafasku naik turun dengan peluh yang mulai ada di keningku. Rasanya aku seperti habis di kejar anjing pelacak, capek banget. Awas saja Om, kalau ketemu lagi, pasti ku balas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...