"Pulang juga kamu."
Aku menghentikan langkahku saat suara Mama terdengar di telingaku.
"Dari mana saja kamu? Mama khawatir sama kamu, sejak tadi pagi sampai larut seperti ini kamu baru pulang."
Aku menarik nafas panjang sambil memejamkan mata sebentar. Aku berbalik untuk menghadap Mama yang ternyata sudah berdiri di belakangku. "Aku mau sendiri dulu. Mama jangan ganggu aku untuk sementara waktu ini."
Mungkin ini pilihan yang terbaik untukku, mungkin dengan cara ini aku bisa meluapkan semua rasa sakit yang kurasakan.
"Kamu masih marah sama Mama kerena kejadian kemarin?"
"Aku nggak tahu."
Aku masuk ke dalam kamar dan langsung menjatuhkan tubuhku ke atas ranjang. Mataku menatap sendu malam yang terbentang di luar sana. Lagi-lagi air mataku turun tanpa kuperintah. Melihat Mama sama saja mengingatkanku tentang rasa sakit itu. Rasa sakit yang tak ada obatnya.
Aku memejamkan mataku, memohon pada tuhan untuk mengakhiri semua ini dan mengembalikan kehidupan sempurna ku sesudah aku menutup mata.
Bayangan tentang keluargaku dulu kembali melintas di otakku, menjadikannya sebuah film yang memutar setiap kejadian yang ku lalui bersama mereka. Saat-saat indah, saat kami tertawa bersama, saat Mama menyambutku pulang sekolah dengan kue bolu ditangannya dan Ayah yang memelukku saat aku sedang menghadapi masalah.
Aku merindukan kalian semua, kenapa kalian harus meninggalkanku dalam kesepian seperti ini?.
****
Mentari mengintip malu di balik awan kelabu. Menyembunyikan sinar emasnya dari embun pagi di atas dedaunan. Pohon berdiri tegak tanpa goyah saat angin meniup pelan dahannya. Beribu cerita tertuang di antara mereka tentang keluh kesah yang tercipta tanpa ragu.
Aku memandangi mentari pagi yang menyinari sebagian wajahku, menikmati cahaya hangatnya yang masuk melalui pori-pori wajahku. Sejenak aku merasakan rasa tenang, semua masalah menjauh sementara dariku. Aku menikmati setiap waktuku berada disini, sendirian.
"Kamu lagi ngapain?"
Aku membuka mataku perlahan saat mendengar suara yang sangat ku kenal dan sangat ku benci masuk ke pendengaranku, aku menoleh ke arahnya, benar saja, Randy berdiri sambil menatapku.
"Aku mau sendiri. Jangan ganggu aku."
Seperti tak mendengar perkataanku, ia malah duduk di sampingku. Matanya menatap dalam ke arah mataku, satu tangan miliknya menggenggam tanganku, "Apa kamu sebenci itu sama aku?"
Aku melepas pelan genggamannya, "Bagiku, Penghianatan yang kamu lakukan adalah hal yang patut ku benci."
Ia menunduk, "Aku benar-benar minta maaf,"
"Nggak semudah itu untuk memaafkan kesalahan kamu."
Aku beranjak dan hendak meninggalkannya, tapi tangannya mencekal pergelangan tanganku. Aku menatapnya dan ia juga menatapku, "Please!"
"Aku nggak bisa." Aku melepas cekalan tangannya.
Aku memang mencintainya, tapi aku tidak bodoh seperti wanita lainnya. Wanita yang selalu memaafkan kesalahan pasangannya walaupun kesalahannya sangat besar hanya karena atas dasar CINTA.
Cukup sekali aku mengalami kecewa karena Cinta, dan aku tak mau merasakan sakit itu lagi. Sudah cukup rasa sakit yang ku rasakan selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...