>16

416 27 0
                                    


"Duduk dulu Mas, aku mau ganti baju dulu."

Aku mempersilahkan Mas Fahmi untuk duduk di ruang tamu rumahku sebelum aku masuk ke dalam kamar. Aku meletakkan tasku di ranjang lalu mulai memilih baju.

Setelah beberapa menit aku di dalam kamar, aku keluar dengan setelan santaiku.

"Ayo berangkat," ajakku ke Mas Fahmi.

Mas Fahmi mengangguk lalu berjalan mengikutiku menuju mobilnya. Saat aku hendak membuka pintu mobil, sebuah mobil yang tak asing bagiku berhenti di belakang mobil Mas Fahmi. Aku mengamati mobil itu.

Tak lama, Mamaku keluar dari mobil dengan tas belanjaannya yang begitu banyak.

"Mama?"

Aku berjalan pelan ke arah Mamaku. Mama menyambutku dengan senyum, aku tak membalas sedikit pun senyum dari Mama.

"Mama sama siapa?"

"Calon suami Mama."

Aku menoleh ke dalam mobil untuk melihat calon suami Mama. "Om Martin?"

Aku mengerutkan keningku ke arah Mama, "dia calon suami Mama?"

Mama mengangguk, "Mama kan pernah bilang sama kamu kalau kamu kenal sama Calon Mama."

Aku menahan air mataku untuk turun saat itu juga walaupun hatiku rasanya sesak tak karuan. Tubuhku? jangan tanya lagi, sudah pasti kaku saat mendengar dia adalah calon suami Mamaku.

"Dia siapa, Bintang?"

"Bukan urusan Mama."

Aku segera berbalik dan menuju mobil Mas Fahmi. Mas Fahmi yang sedari tadi berdiri menyaksikan semuanya hanya menatapku bingung, lalu ikut masuk kedalam mobil setelah memberi salam pada Mama.

Mobil mulai melaju meninggalkan rumahku. Aku menatap Mamaku dari spion mobil. Ia menatap kepergianku lalu setelah itu masuk ke dalam rumah bersama Om Martin.

Aku sudah tak bisa lagi menahan air mataku. Aku sudah tak perduli jika saat ini Mas Fahmi menatapku aneh atau lain sebagainya.

Apa yang kulihat waktu itu tidak salah, orang yang mengantar Mama pulang malam itu adalah Om Martin dan ternyata dia juga yang akan menjadi suami Mama.

Aku memijat pelipisku, semua ini membuatku pusing. Aku menarik nafas panjang lalu mengeluarkannya perlahan, satu tanganku menghapus air mataku.

"Maaf Mas,"

Mas Fahmi tersenyum, "Tidak apa-apa." Kemudian ia mengelus halus pucuk rambutku.

Sekilas kenangan muncul di ingatanku. Sikap Mas Fahmi begitu mirip dengan Ayahku. Ayahku selalu mengelus pucuk rambutku saat aku sedih atau aku sedang mengalami kesusahan.

Dan Mas Fahmi melakukan hal yang sama seperti Ayahku. Perlakuannya sungguh membuatku merasa nyaman.

"Terima Kasih,"

Ia menoleh sekilas kearahku, "Terima Kasih?"

"Terima kasih karena sudah memberiku tempat untuk menangis."

"Oh, Sama-sama."

Lagi-lagi ia tersenyum ke arahku. Aku membalasnya.

Pandanganku kembali fokus ke jalanan dengan satu tangan menopang daguku.

Untuk saat ini, aku tidak mau memikirkan masalah ini. Aku ingin menghindar sementara dari semua ini.

Aku ingin menenangkan diriku sejenak saja.

Mobil berhenti. Aku keluar bersamaan dengan Mas Fahmi yang juga keluar dari mobil. Aku mengikuti Mas Fahmi masuk kedalam rumah.
"Racheeell?"

Tak lama, Rachel keluar sambil membawa boneka pandanya. Aku melihatnya lalu tersenyum.

"Kak Bintaaang," Ia berlari ke arahku lalu memelukku.

Aku jongkok di depannya dan membalas pelukannya. "Rachel kangen sama Kak Bintang."

"Kak Bintang juga kangen sama Rachel." Aku melepas pelukan Rachel, "Gimana Kabar Rachel?"

"Baik. Kalau Kakak?"

"Sama kayak Rachel,"
Ia tersenyum ke arahku dan aku juga tersenyum ke arahnya lalu berganti ke Ayahnya yang dari tadi berdiri di belakang Rachel.

"Ya sudah kalau begitu, saya mau masuk sebentar. Kamu boleh main sepuasnya sama Rachel. Dan Rachel nggak boleh nakal sama Kak Bintang ya,"

"Iya Ayah. Ayo Kak Bintang."
Rachel menarikku menuju taman belakang rumahnya.

Disana, bunga-bunga tumbuh dengan subur lengkap dengan rumput hijau yang membentang seukuran taman. Pohon rindang beridiri kokoh dan aku melihat sebuah ayunan kayu berada dibawahnya.

Setengah hariku kuhabiskan dengan Rachel. Berlarian, tertawa lalu saling bercanda satu sama lain.

Tingkah Rachel selalu membuatku bahagia tiap kali melihatnya. Mulutnya juga membuatku gemas dengan ocehan ocehannya yang menurutku sangat cerewet.  Lagi-lagi hidupku bertambah warna karenanya.

Dan sekarang, aku sedang memandang bintang di langit. Sudut bibirku membentuk senyum kali ini.

Hei, Bintang. Aku kali ini melihatmu dengan senyumku. Malam ini, aku tidak ingin meluapkan kesedihanku padamu. Aku ingin membagi sedikit bahagiaku denganmu.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang