>12

479 28 0
                                    

Kuingin seperti burung yang terbang jauh di atas sana. Terbang sesuai keinginannya tanpa ada yang melarang.

Terbang, terbang dan terbang, hanya itu yang mereka lakukan. Tanpa harus merasakan rasa kesepian sekaligus sakit.

Aku menatap Mama dari kejauhan.
Mobil yang sama seperti malam itu, dan Mama keluar dari mobil itu dengan senyum bahagia tercetak dibibirnya.

Kali ini wajah laki-laki itu dapat ku lihat dengan jelas, "Om Martin?"

Dia adalah Om Martin, sahabat ayahku. Kenapa Mama bisa bersama Om Martin?

Mobil melaju meninggalkan rumahku. Aku berlari menghampiri Mama.

"Itu tadi siapa Ma?"

Mama berbalik menghadapku, "Bukan siapa-siapa."

"Ma?"

Mama meninggalkanku untuk masuk ke dalam rumah tanpa mendengarku.

Mama menyembunyikan sesuatu dariku.

****

"Ini Pak,"

Aku memberikan dua lembar sepuluh ribuan pada Pak Gus, pedagang siomay di Kantin sekolah.

Aku membawa siomay di kedua tanganku dan menghampiri Harum yang telah menungguku.

"Ini," Aku memberikan sepiring pada Harum.

"Terima kasih, Bintang."

"Iya sama-sama."

Aku mulai melahap sayuran dari siomay sambil sesekali melihat sekelilingku yang ramai dengan siswa atau siswi di masing-masing meja yang ada di kantin.

"Bin, kamu itu kan pinter,"

aku melihat Harum, menunggu kelanjutan kata-katanya, "Gimana kalau kamu ajarin aku pelajaran yang masuk ke UN? Soalnya kan minggu depan kita udah mulai Try Out, dan aku belum ngerti tentang materinya,"

Aku mengangguk sambil kembali memasukkan siomay ke dalam mulut, "Boleh, Tapi kalau aku ada waktu aja ya,"

Harum tersenyum lebar, "Makasih Bintang,"

Aku kembali mengangguk.

Ujian Nasional sebentar lagi, hanya hitungan bulan dari sekarang.

Waktu berjalan begitu cepat, dan aku sadar, waktuku telah kuhabiskan dengan keterpurukan.

Tapi aku tidak menyesalinya sama sekali. Menurutku aku pantas menghabiskan waktuku dengan semua itu.

"Lihat itu si Randy,"

Aku mengikuti arah pandangan Harum yang melihat ke arah belakangku.

Randy berjalan ke arahku dengan senyumnya. Aku kembali berbalik menghadap Harum. Malas sekali melihat dia.

"Hai Bintang."

Aku pura-pura tidak dengar.

Harum hanya menatapku, dan Randy, ia malah mengambil kursi lalu duduk di antara aku dan Harum.

"Aku kesini karena aku ingin minta maaf ke kamu dan aku ingin berteman dengan kamu. Aku sadar kesalahanku tidak pantas untuk kamu maafkan. Aku menyesalinya, aku mohon, maafkan aku,"

Aku melihatnya, sedikit hatiku luluh mendengar ucapannya. "Baiklah,"

Ia tersenyum lega dan aku membalas senyumnya dengan terpaksa.

Dengan memaafkannya mungkin akan bisa membuat hidupku sedikit ringan.
Semoga saja.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang