=>18

358 33 0
                                    

Bintangnya jangan lupa dipencet  Temen-temen 😊

.
..
...
....
.....
......
.......
........
.........
..........

Entah berapa kali sudah aku mengganti chanel tv. Tak ada satupun acara yang bagus menurutku, semua acara membosankan.

Aku menyandarkan punggungku ke sofa yang sejak tadi ku duduki. Aku melirik sekilas ke Jam dinding, sudah jam 12 lebih tapi Mama belum pulang.

Aku mulai resah, pikiran negatifku kemana-mana. Aku takut jika Mama kembali seperti dulu, selalu pulang larut bersama pacar-pacarnya. Semoga itu hanya pikiran negatifku saja.

Braak

Pintu terbuka dengan kasar. Aku segera menghampiri suara itu.

"Ya ampun Mama,"

Aku segera berlari menghampiri Mama dan membopongnya. Bau alkohol keluar dari mulutnya.

"Om bantu,"

"Nggak usah, saya bisa mengurus ibu saya sendiri. Om boleh pergi dari rumah saya,"

Aku tidak mengizinkan Om Martin membantuku, memangnya siapa dia?

Aku menidurkan Mama di kamarnya, ia terus mengoceh tak jelas dari tadi.

Aku keluar dari kamar Mama dan hendak menutup pintu depan lagi.

"Om masih disini? Mau apa lagi?"

Om Martin berdiri, aku hanya menatapnya. "Om cuma mau tahu keadaan Mama kamu."

"Nggak perlu."

"Dia adalah calon istriku,"

"Saya tidak pernah setuju dengan niat kalian untuk menikah. Jika kalian tetap melangsungkan pernikahan itu, sekalipun dalam hidup saya, saya tidak akan pernah menganggap anda sebagi ayah saya. Karena ayah saya cuma satu yaitu sahabat anda, sahabat yang telah anda khianati."

"Bintang, semua yang kamu pikirkan tidaklah sama dengan yang terjadi saat ini."

"Dengan segala hormat, saya mohon Om pergi."

Mataku rasanya buram, kepalaku pening tak karuan. Semua samar kupikirkan.

Om Martin perlahan meninggalkan rumahku dengan mobilnya.

Aku mendudukkan tubuhku di sofa ruang tamu. Nafasku masih berpacu bersamaan dengan detakku yang menahan amarah.

Kapan semua ini akan berakhir?

*******

Mentari bersembunyi dibalik awan kelabu pagi ini. Kicauan burung tak lagi bersuara seperti kemarin, mereka lebih memilih berdiam diri disarang. Embun juga tak hadir kali ini.

Dengan seragam lengkap, aku berdiri diambang pintu kamar Mama sambil menatapnya. Wajahnya terlihat begitu damai dalam tidurnya walaupun guratan keriput mulai ada di sekitar matanya.

Perlahan aku menghampirinya lalu membelai halus pipi Mama kemudian mengecup pelan kening Mama. Walaupun Mama sering membuatku sedih, aku selalu menyayangimu.

"Bintang berangkat dulu, Ma." Aku mencium tangan kanan Mama.

******

"Aduhh gimana nih, kamu udah ngerjain belum Pr dari Pak Anas."

"Ya belum lah. Aku aja nggak tahu PR nya yang mana."

Suara berisik dari hampir semua murid di kelasku begitu mengganggu siangku. Ada yang bingung belum ngerjain PR lah, Ada yang baru diputusin pacarnya dan ada juga yang bahas acara tv kemarin.

Sumpah, apa yang mereka lakukan sangat membuat kupingku panas.

Harum menyenggol sikutku. Aku meggerakkan kepalaku memberi isyarat maksudnya apa. Ia tersenyum ke arahku.

Aku mengerutkan kening.
"Nggak papa, iseng aja."

"Aneh banget sih."

"Aku tahu kamu pasti terganggu dengan pembicaraan mereka kan?"

"Ya begitulah."

"Sudah cuekin saja. Semakin kamu dengarkan, semakin kamu merasakan rasa terganggu. Bener nggak kata-kataku?"

"Sebagian benar."

"Aku selalu benar."

Dasar ini anak, Pede nya tingkat dewa.

Bel masuk berbunyi, semua murid cewek di kelasku berteriak dengan gaya mereka masing-masing. Berlarian atau pun bingung dengan sendirinya.

Kadang aku berpikir, Mereka itu sebenarnya diciptakan dengan apa sih kok bisa bertingkah berlebihan seperti itu.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang