=> 35

287 23 0
                                    

"Saya minta maaf tentang sikap saya ke Om Martin waktu itu,"

Om Martin tersenyum hangat sambil menatapku, "Tidak apa-apa. Saya mengerti dengan apa yang kamu rasakan. Memang sulit untuk menerima orang baru masuk kedalam hidup kita,"

Aku mengangguk menyetujui. "Oh ya Om, Saya sudah memikirkan tentang niat Om untuk menikah dengan Mama saya............. Saya menyetujuinya," "Saya akan belajar menerima kehadiran Om di hidup saya,"

"Kamu yakin Bintang?" Om Martin menampakkan ekspresi terkejutnya.

Aku mengangguk yakin, "Saya yakin. Saya percaya anda bisa membuat hidup Mama saya lebih baik dan lebih bahagia,"

Om Martin menghembuskan nafas leganya dan senyum senang tercetak di bibirnya, "Saya janji sama kamu, saya akan menjaga Mama kamu dan membuatnya lebih bahagia. Saya Janji,"

Aku mengangguk setuju dan sama seperti Om Martin, senyum senang juga tercetak dibibirku kali ini.

Mama keluar dari kamar dengan pakaian rapinya. Aku menghampiri Mama lalu mendorong kursi rodanya ke arah Om Martin.

"Mama mau berangkat sekarang?"

"Iya, takut telat nanti."

"Sama Om Martin kan Ma. Hari ini Bintang nggak bisa nemenin mama terapi, soalnya Bintang mau ketemu sama Mas Fahmi, ada urusan penting. Jadi nggak papa kan kalau Mama sama Om Martin aja?"

Mama mengangguk, "Nggak papa deh."
Om Martin berdiri, "Jadi kita berangkat sekarang?"

Aku mengangguk lalu menggeser tubuhku untuk memberi tempat pada Om Martin. "Saya titip Mama ya Om,".

"Siap Bintang. Saya sama Mama kamu berangkat dulu ya,"

"Hati-hati,"

Om Martin mendorong kursi roda Mama menuju mobil.

Aku sengaja bohong pada Mama. Bukan karena malas, tapi aku ingin memberi mereka waktu berdua saja. Dan ini adalah salah satu caraku untuk menebus kesalahanku pada Mama karena aku terlalu egois.

*****

"Ternyata bersahabat dengan takdir itu lebih indah ya,"

Aku memandang birunya langit dengan angin menari-nari di rambutku.

Aku menoleh menatap Mas Fahmi. Mas Fahmi membalas tatapanku lalu tersenyum hangat kearahku.

"Entah ke berapa kali aku mengatakan ini ke Mas Fahmi kalau aku sangat beruntung bisa bertemu sama Mas Fahmi dan mengenal Mas Fahmi. Terima kasih ya Mas,"

Mas Fahmi menghadap kearahku, menepis jarak antara kami. Mas Fahmi menggenggam pundakku dan lagi-lagi ia tersenyum kepadaku, "Aku melakukan semua ini karena hatiku. Hatiku yang memerintahkan aku untuk selalu berada di sampingmu. Jadi, diantara kita nggak ada kata Terima kasih, oke,"

Aku mengangguk dengan senyum sama seperti Mas Fahmi.

"Tumben nggak pakai kata Saya?"
Mas Fahmi tertawa lalu mencolek hidungku,"sekali-kali aja nggak papa kan."

"Kenapa sih Mas Fahmi baik banget jadi orang?"
Mas Fahmi mengangkat pundaknya dan melengos menatap langit lagi.

"Mas Fahmi kenapa bisa suka sama aku?"

Mas Fahmi kembali menoleh ke arahku lalu kembali mengangkat pundaknya. "Nggak tahu."

"Kok bisa nggak tahu?"

Mas Fahmi kembali menghadapku kemudian kedua tangannya menangkup pipiku. "Karena yang aku tahu kamu selalu membuatku nyaman dan selalu bisa membuatku bahagia,"

"Masak sih?"

"Nggak percaya?"

"Percaya deh,"

"Kok nggak yakin gitu sih,"

"Iya, Aku Yakin sama Mas Fahmi."

"Gitu dong." lalu Mas Fahmi menarikku masuk kedalam pelukannya.

Pelukan yang membuatku nyaman beberapa bulan ini. Aku semakin yakin pada pilihanku. Aku semakin yakin untuk memberi tempat spesial di Hatiku Untuk Mas Fahmi.

"Aku akan belajar menerima Mas Fahmi di hatiku dan aku akan berusaha menghilangkan rasa takutku untuk Mas Fahmi,"

Mas Fahmi mengeratkan pelukannya lalu mengecup pucuk kepalaku.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang