..
.
.
..
...
.
.
."Kamu yang sabar ya sayang. Aku yakin kamu pasti bisa melewati semua ini,"
Randy menenangkan Bintang yang terus menangis dalam pelukannya.
Sungguh ia tak tega melihat orang yang ia cintai menangis seperti ini. Tapi apa yang bisa ia perbuat selain menenangkan Bintang dan selalu berada disamping gadis itu.
Hari berganti Bulan, Namun kesedihan Bintang tak kunjung reda. Memang air mata tak lagi muncul di matanya, tapi jauh dalam hatinya, ia menangis.
Dengan jelas ia merasakan perubahan sikap dari Mamanya.
Sering keluar entah kemana lalu pulang larut malam. Itulah gambaran Mamanya sekarang.
Banyak pertanyaan melintas di otaknya untuk bertanya kenapa berubah?
Banyak pula kesimpulan yang ia peroleh sendiri, apa mungkin mamanya marah padanya karena kecelakaan ayahnya terjadi karenanya.
Entahlah, Bintang pusing memikirkannya. Semakin hari ia semakin kesepiaan.
Siang ini Bintang pergi menemui Randy hanya sekedar untuk jalan-jalan karena hari ini adalah malam minggu mereka.
Mereka memilih mengunjungi Bioskop lalu setelah itu mereka pergi ke klub. Bintang sendiri sadar ini bukan tempat yang seharusnya ia datangi tapi apa daya, toh ada Randy yang bisa menjaganya.
Randy memberikan minum pada Bintang tapi Bintang menolaknya, ia takut jika mabuk nanti dan ia lebih memilih menikmati dentuman musik yang memekakan gendang telinga.
Berbeda dengan Randy, laki-laki itu sudah setengah mabuk tapi masih sadar jika di ajak bicara. Bintang memutuskan membawa Randy pulang dengan mengendarai mobil Randy menuju rumah Randy.
Bintang membopong tubuh Randy masuk kedalam rumah laki-laki itu.
"Sekarang kamu tidur disini. Mobil kamu aku bawa pulang, besok aku kembalikan," Bintang berbicara pada Randy. Randy hanya mengangguk.
Sebelum pergi, gadis itu menyelimuti Randy lalu mengambil kunci yang tadi ia letakkan di nakas. Baru beberapa ia melangkah, Randy menariknya hingga ia terjatuh di samping Randy.
"Ran, aku mau pulang. Lepasin tangan kamu dong," Bintang berusaha melepaskan tangan Randy.
"Temenin aku malam ini aja Bin."
"Nggak bisa Ran, aku harus pulang."
Randy memaksa hingga laki-laki itu menindih tubuh Bintang dan berusaha menciumnya. Bintang meronta dan reflek ia menampar keras pipi Randy. Randy terbelalak kaget.
"Cukup, aku mau pulang. Aku kecewa sama apa yang kamu lakukan tadi,"
Bintang bergegas keluar dengan rasa marah di hatinya.
Ia merasa seperti wanita murahan saja.
Sudah beberapa hari setelah kejadian itu. Ia dan Randy menjadi jarang bertemu. Bintang merasa bersalah pada Randy karena sudah menamparnya. Tidak seharusnya ia melakukan itu disaat Randy sedang mabuk. Ia harus bertemu dan minta maaf pada Randy.
Dan sekarang ia telah berdiri di depan rumah Randy. Ia mengetuk pintu beberapa kali tapi tak ada yang menyahut. Akhirnya ia memutuskan masuk karena ternyata pintunya tidak di kunci.
"Ran, Randy,"
Langkahnya terhenti saat itu juga. Kakinya lemas, hatinya sakit dan matanya memanas.
Sungguh apa yang ia lihat berhasil meruntuhkan niat baiknya datang kemari. Di depannya, dengan jelas, Randy bercumbu mesra dengan wanita.
"Ran,"
Bintang menyerukan tertahan nama laki-laki itu. Seakan sadar ada yang menonton kegiatan mereka, dua orang itu menghentikan aktivitas menyenangkan mereka.
Randy berdiri kaku melihat sosok yang sekarang menatapnya penuh luka.
"Gea?"
Bintang semakin sakit saat ia tahu wanita itu adalah temannya sendiri. Air mata sudah lolos dari matanya. Tangannya menggenggam erat jari jarinya.
"Sudah berapa lama.?" menahan amarahnya, Bintang melontarkan pertanyaan itu.
Randy terdiam.
"Aku salah apa sama kamu sampai kamu sejahat ini sama aku?" Bintang kembali melontarkan pertanyaan lagi. Namun Randy tetap diam.
"AKU NGGAK NYANGKA KAMU SEHINA INI. KAMU NGGAK PUNYA HATI, KAMU..."
"KAMU YANG BUAT AKU KAYAK GINI BIN. KAMU YANG BUAT AKU SELINGKUH DARI KAMU,"
Randy menghentikan kalimatnya. Nafasnya naik turun tak beraturan.
Bintang tertegun melihat Randy mengatakan kalimat barusan. Kenapa dia penyebabnya?
"Kamu terlalu sibuk dengan kesedihanmu itu sehingga kamu lupa sama aku. Dan malam itu, saat aku ingin melakukan itu sama kamu, kamu nolak aku dan langsung nampar aku. Saat itu aku sadar...." "aku sudah nggak cinta sama kamu,"
Seperti petir menyambar ubun-ubun Bintang saat itu juga. Apa yang ia dengar barusan menambah sakit hatinya.
"Kami pikir aku cinta sama kamu?"
Randy tertawa hambar lalu mendekat ke arah Bintang dan berbisik, "Kamu itu sekedar barang bagiku yang setiap saat bisa aku buang kapan saja saat aku sudah bosan."
Bintang lansung menampar pipi Randy sangat keras hingga ia sendiri merasakan tangannya memanas akibat tamparan itu.
"Nggak seharusnya kamu kayak gini. Kamu bukan Randy yang aku kenal,"
Bintang langsung berlari dengan air mata yang membanjiri pipinya.
Hatinya hancur berkeping-keping. Hatinya sangat sangat sakit. Hanya satu tempat yang bisa membuatnya tenang dan ia harus kesana sekarang.
*********
"Jadi seperti itu, saya bisa mengerti dengan yang kamu rasakan."
Mas Fahmi mengerti akan ketakutanku untuk memulai hubungan lagi setelah aku menceritakan semuanya tentang aku dan Randy.
Mas Fahmi adalah orang pertama yang mendengar ceritaku ini. Saat semua itu terjadi, sama sekali aku nggak cerita sama Mama atau pun Harum.
Aku menatap wajah Mas Fahmi dari samping. Ia menatap langit yang sekarang dipenuhi oleh bintang. Kedua sudut bibirku terangkat membentuk simpul senyum.
Lalu aku ikut memandang langit seperti Mas Fahmi.
"Apapun akan saya lakukan untuk membuat kamu Bahagia. Itu adalah janjiku,"
Aku kembali menoleh menatap Mas Fahmi.
Berbeda dari sebelumnya, Mataku menatap mata Mas Fahmi. Mata yang tak menampakkan kebohongan sekecil pun.
"Walaupun Mas Fahmi harus menungguku menghilangkan ketakutanku selama bertahun-tahun?"
Mas Fahmi mengangguk. "Apapun itu asalkan kamu bahagia, meskipun saya harus mengorbankan kebahagiaanku."
Aku tersenyum, "Udah deh lebay nya,"
Mas Fahmi tertawa, "Nggak lebay, ini tulus dari hati,"
Aku ikut tertawa.
Lalu Mas Fahmi mengalungkan tangannya ke leherku dan kami kembali fokus merasakan hembusan angin malam yang sejuk dan indahnya langit malam berhias bintang di atas sana.
"Mas Fahmi kenapa selalu pakai kata "Saya" sih, kenapa nggak pakai kata "Aku" saja,"
Mas Fahmi menyandarkan kepalanya ke kepalaku, "Biar beda aja dari yang lain. Biar kamu selalu ingat sama Saya,"
Aku tertawa mendengar kata Mas Fahmi, "Aneh,"
Aku menautkan jemariku bersama jemari Mas Fahmi. Merasakan rasa satu sama lain yang sama kita rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomanceBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...