.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Mamaaaaa...,"Aku berteriak sekuat tenaga saat Mama berjalan perlahan menuju tengah jalan dan tersenyum ke arahku sebelum mobil berkecepatan tinggi itu menghantam tubuh Mama hingga terpelentang ke udara.
Aku semakin histeris menyaksikan semua itu.
Hingga aku terbangun dengan air mata memenuhi pipiku dan peluh membanjiri kening dan leherku.
Nafasku naik turun tak berirama. Semua tampak nyata.
Aku mengusap pelan wajahku dengan kedua tanganku. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri bahwa semua itu hanyalah mimpi.
Dan aku berharap mimpi itu tidak akan pernah menjadi kenyataan.
Kemudian aku bangun lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum.
Tinggal beberapa langkah lagi sampai ke dapur, aku melihat sosok gelap duduk membelakangiku di meja makan. Aku menghampirinya dan ternyata dia adalah Mas Fahmi.
"Mas Fahmi belum tidur?"
Mas Fahmi menggeleng tanpa menoleh ke arahku.
Aku mengambil duduk di kursi samping Mas Fahmi.
Aku mengamati wajahnya yang setengah menunduk dan samar samar terlihat karena cahaya bulan dari kaca tembus pandang pembatas taman dengan ruang makan dan dapur.
"Hari ini adalah tahun ke 5 peringatan kematian Hana. Setiap malam saya menunggunya kembali walaupun hanya 5 menit saja untuk menemui saya dan Rachel meskipun saya tahu itu tidak mungkin terjadi." Lalu Mas Fahmi tersenyum miris untuk dirinya sendiri.
"Setiap detik merasa kesepian dan menanti sesuatu yang mustahil menjadi kenyataan."
Aku menyentuh telapak tangannya, ia menatapku dengan mata berkaca-kaca,
"Kita sama-sama merindukan seseorang yang sangat kita cintai dan berharap dia kembali."Mas Fahmi menyeka air matanya yang telah jatuh melewati pipinya lalu memelukku dan ia menangis di pundakku.
Aku menenangkannya dengan mengelus halus punggungnya yang bergetar pelan karena reaksi tangisannya.
Hatiku ikut merasakan kesedihan yang dirasakan olehnya. Merasakan sakitnya merindukan tanpa tahu obat menyembuhkannya.
Kenapa harus ada pertemuan walaupun akhirnya harus merindukan?
Mas Fahmi melepaskan pelukannya lalu menatapku dan aku membalas tatapannya.
Kacau.
Itulah yang ku tangkap pertama kali saat melihat wajahnya. Ia tak seperti biasanya yang terlihat segar tanpa beban di hidupnya.
Dan malam ini, semua itu hilang dari wajahnya.
Aku menangkup wajah Mas Fahmi dengan kedua telapak tanganku lalu menghapus air matanya dengan ibu jariku.
Sama seperti yang Mas Fahmi lakukan padaku saat aku di rawat di rumah sakit.
"Aku yakin Mas Fahmi bisa melewati semua ini."
Aku mengusahakan senyum kepada Mas Fahmi dan Mas Fahmi membalasnya, yang aku tahu senyum itu pasti sulit terbentuk saat hatinya seperti saat ini.
Aku terdiam merasakan perlahan hembusan nafas Mas Fahmi mendekat dan mengelus pipiku.
Hanyut seketika saat rasa itu kembali datang dan seperti ada sesuatu yang membuatku menginginkannya lagi dan lagi.
Aku mengikuti setiap irama gerakan bibirnya yang bergerak manis dibibirku.
Semakin dalam hingga aku lupa caranya bernafas untuk sesaat.Untuk kedua kalinya aku kembali merasakan rasa yang sama seperti dulu.
Rasa senang, bahagia dan indah yang entah sejak kapan tumbuh dengan mudahnya setelah terkoyak dengan penghianatan yang begitu menyakitkan.
Namun ketakutan yang sangat kembali menelusup ke dadaku.
Bayangan kesakitan itu kembali datang. Aku masih takut untuk mengenalnya lagi.
Aku masih takut untuk kembali merasakannya lagi. Aku tidak mau menambah rasa sakitku lagi.
Aku melepaskan bibirku dari bibir Mas Fahmi. Lalu Mas Fahmi menggenggam tanganku,
"Sejak pertama kali saya bertemu denganmu, Malam itu, saya selalu memikirkan kamu dan perlahan saya mulai tertarik dengan kamu. Lalu saya tahu kamu ternyata juga dekat dengan Rachel. Setiap hari saya selalu meyakinkan diri saya sendiri bahwa saya hanya kagum kepadamu. Hingga satu waktu saya menyadari satu hal. Satu hal yang membuat saya bingung dengan apa yang saya rasakan. Saya Mencintai kamu tulus dari dalam hati saya," Ucap Mas Fahmi pelan di kalimat terakhirnya.
Aku menatap matanya dalam, begitupun dia. Aku berusaha mencari alasan dari dalam matanya yang bisa membuatku tak takut untuk merasakan cinta darinya.
Tes.
Air mataku turun saat jawaban itu kudapat dari hatiku.
Ternyata rasa takutku lebih besar dari semuanya. Aku terlalu takut merasakannya lagi.
Mas Fahmi memelukku dan menenangkanku.
Aku menginginkan rasa ini, tapi aku terlalu takut memilikinya. Aku takut sakit hati karenanya.
= Tunggu Part selanjutnya==
Yang sudah follow Aku tapi belum dapat follback, bilang ya. Aku siap follback kalian 😊😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
RomansaBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...