>25

350 28 0
                                    

Sarapan pagi ini kurasakan sangat canggung.

Aku sibuk dengan rasa maluku karena kejadian semalam. Dan Mas Fahmi? Entahlah. Melihatnya saja aku tak berani.

"Bintang,"

Hampir saja aku terlonjak kaget karena suara Mas Fahmi. Aku memberanikan diri menatapnya.

"Saya minta maaf karena saya telah bersikap tidak sopan terhadap kamu. Sungguh, saya tidak bermaksud seperti itu."

"Eh.., ya" Aku mengangguk lalu melanjutkan makan.

Mas Fahmi berdehem, "Kamu liburkan hari ini?" Aku kembali mengangguk. "Bagaimana kalau kita pergi jalan jalan?"

"Kemana?"

"Ehm.... Ke mall mungkin?"

"Boleh juga."

****

Aku mengikuti Mas Fahmi yang berjalan lebih dulu di depanku. Langkahnya lebar sekali sampai-sampai aku kuwalahan mengikutinya, efek orang tinggi kali ya.

Mas Fahmi terus saja berjalan tanpa arah, hanya berputar-putar di sekitaran sini saja. Aku mulai lelah mengikutinya yang sepertinya nggak lelah sama sekali.

"Mas Fahmi sebenarnya mau cari apa sih? Muter-muter aja dari tadi,"

Mas Fahmi menghentikan langkahnya lalu berbalik ke arahku.

"Katanya jalan-jalan,"

Aku melongo mendengar ucapan Mas Fahmi. Jadi ini yang dimaksud jalan-jalan. "Mas Fahmi sakit ya?"

Mas Fahmi mengangkat pundaknya. "Saya bingung mau ajak kamu kemana."

"Haduuhh, kenapa nggak bilang dari tadi sih Mas Fahmi?"

Mas Fahmi hanya melihatku sambil tersenyum salah tingkah. Aku pun menatapnya dengan mengulum senyumku. Lucu sekali dia kalau seperti itu.

"BINTANG?"

Dari kejauhan aku mendengar suara Mama memanggilku. Aku spontan berbalik dan benar, Mama berjalan ke arahku dengan tampilan glamour dan banyak belanjaan tertenteng di kedua tangannya.

Aku mundur satu langkah saat Mama akan memelukku. Mama menatapku bingung, lalu segera menghilangkan raut bingungnya.
Mama memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat Mas Fahmi yang berdiri di belakangku.

"Hai, sepertinya kita pernah bertemu sebelumnya?"

Aku melihat Mas Fahmi yang mengulurkan tangan ke Mama dan langsung di balas oleh Mama.

"Saya Fahmi, temannya Bintang."

Mama mengangguk mengerti. "Oh ya, saya pinjam Bintang sebentar ya,"

Sekarang ganti Mas Fahmi yang mengangguk.

"Mama mau bicara sama kamu!" Mama menarik tanganku untuk sedikit menjauh dari tempat Mas Fahmi berdiri.

"Bintang, kemana saja kamu selama ini?" aku diam tak mau menjawab. "Mama mencari kamu kemana-mana tapi kamu nggak ada. Apa kamu tinggal sama laki-laki itu?" aku masih diam, "Bintang, jawab pertanyaan Mama!"

Aku menatap malas ke arah Mama, "Bukan urusan Mama."

"Ini masih urusan Mama karena kamu masih anak Mama. Kamu masih tanggung jawab Mama, Bintang."

Aku menatap mata Mama, "Anak yang telah kehilangan sosok ibu setelah ayahnya meninggal. Anak yang harus menahan kesedihan sendiri disaat ibunya bersenang-senang di luar sana. Apa aku masih menyebut Mama adalah ibuku?"

Air mataku telah lolos membanjiri pipiku. Rasanya sakit sekali setiap aku mengucap kalimat yang keluar dari mulutku. Seperti di tusuk-tusuk pisau pas ke hatiku.

"Mama sayang sama kamu, Pulanglah sayang. Ayo pulang sama Mama,"

"Enggak Ma. Bintang nggak mau pulang sama Mama."

"Mama akan turuti semua mau kamu sayang, kalau kamu mau pulang sama Mama,"

"Batalin pernikahan Mama!"

Mama langsung diam seribu bahasa tanpa anggukan atau isyarat menyetujui permintaanku.

"Enggak bisakan Ma. Mama nggak maukan. Jadi jangan suruh aku Pulang,"

Aku langsung berlari meninggalkan Mama yang masih membeku ditempatnya tadi.

"Ayo kita pulang, Mas." Aku menarik tangan Mas Fahmi untuk pulang bersamaku.

Mas Fahmi melajukan mobilnya keluar dari area parkiran mall. Aku menatap jalanan yang ramai masih dengan air mata bercucuran di pipiku.

Aku merasa sangat lemah setiap kali dihadapkan oleh Mama. Air mataku selalu keluar kala Mama mengatakan semua itu.

"Mas berhenti !!"
.
.
.
.
.
.
.

Dibawah Bintang (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang