Satu minggu berlalu. Mama tak kunjung membuka matanya.
Melihat keadaan Mama seperti saat ini. Hatiku rasanya teriris perih. Selang memenuhi hampir sebagian tubuh Mama dengan kepala diperban dan alat bantu pernafasan ada di hidung dan mulutnya.
Lagi lagi aku menangis. Menangis dalam diam.
Menangis menyesali perbuatanku padanya. Andai aku tahu semua ini akan terjadi, aku akan berada disamping Mama tanpa memikirkan perasaanku.
Aku tahu Mama telah membuatku sakit hati, aku rela Mama setiap hari membuatku sakit hati dengan tingkah lakunya asalkan dia sadar dan melihatku.Aku rela melakukan apapun asalkan dia Sadar. Aku mohon buka mata untukku.
"Ma, Bintang disini menemani Mama. Bintang minta maaf atas semua yang bintang lakukan ke Mama. Bintang akan pulang ke rumah, Bintang janji Bintang nggak akan menentang keputusan Mama. Bintang juga setuju kalau Mama mau menikah lagi asalkan Mama buka mata demi Bintang. Cuma Mama yang Bintang punya. Bintang nggak tahu harus seperti apa kalau Mama nggak ada, aku mohon buka matanya Ma,"
Dadaku rasanya sakit sekali saat setiap kata keluar dari mulutku. Aku menunduk putus asa tak kala mata mama tak kunjung terbuka. Aku menggenggam erat tangannya yang tak ada infusnya. Aku menyandarkan kepalaku di tangannya.
"Aku mohon bangun Ma," ucapku lirih di sela-sela tangisanku hingga aku tertidur dalam tangisanku.
********
Aku terbangun saat merasakan guncangan pelan dipundakku. Aku menyesuaikan pencahayaan yang berasal dari matahari yang masuk melalui celah gorden.
"Mending kamu membersihkan tubuh kamu dulu terus makan. Mama kamu biarkan saya yang jaga, kamu nggak perlu khawatir."
Aku mengangguk dan mulai berjalan menuju tas yang isinya baju ganti milikku.
Mas Fahmi selalu ada disampingku selama aku di rumah sakit. Ia selalu memikirkan keadaanku dan dengan ikhlas menggantikanku menjaga Mama, seperti saat ini.
Aku keluar kamar mandi dan menghampiri Mas Fahmi lalu duduk di sampingnya.
"Saya bawakan sarapan untuk kamu," ucap Mas Fahmi sambil memberiku semangkok bubur ayam.
"Rasanya baru kemarin aku merasakan kebahagiaan, tapi takdir begitu jahat padaku. Katanya tuhan memberi cobaan berat pada hambanya yang mampu melewatinya, nyatanya berbeda. Aku lelah terus mengikuti jalan tuhan yang tidak pernah berpihak padaku. Tapi aku tidak bisa berbuat apa apa,"
Aku menyuapkan bubur ke mulutku. Mas Fahmi mengelus pucuk kepalaku, "Kamu adalah wanita hebat yang pernah saya temui. Kamu pasti bisa melewati semua ini."
Aku menoleh menatap wajah serius Mas Fahmi.
"Saya akan selalu disampingmu apapun yang terjadi,"
Aku memeluk tubuh Mas Fahmi, "Terima kasih banyak Mas, aku nggak tahu harus berbuat apa kalau seandainya aku nggak bertemu Mas Fahmi."
Hanya pelukannya saja yang mampu membuatku setenang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Bintang (TAMAT)
Lãng mạnBintang di antara kegelapan malam dengan kerlap kerlipnya, yang saling menyebar di antara gelap malam. Menatapnya dengan angin yang membelai rambut dan kulit tubuh yang tak tertutup kain. Sepi, sunyi dan hampa, teman akrabku setiap kali aku berdiri...