Mentari pagi muncul dengan malu-malu, cahayanya menerangi bumi mengusir kegelapan. Cahaya itu memaksa masuk ke kamar Alya melalui ventilasi maupun celah-celah yang ada ditirai. Memaksa mata Alya untuk terbuka. Alya bangkit dari tidurnya, menguap sembari mengangkat tangannya melepaskan semua kemalasannya. Alya berjalan menuju kamar mandi mempersiapkan diri untuk pergi kesekolah.
Alya berjalan menuruni tangga dengan membembeng tas berwarna abu-abu miliknya. Ia menatap ruang tamu, berfikir kejadian malam itu hanyalah mimpi. Ia mengucek matanya lalu terus berjalan menuju ruang makan.
"Pagi Alya" suara itu, membuat Alya mengerjapkam matanya beberapa kali karna berfikir bahwa dirinya masih bermimpi.
"Alya! Lo kenapa? Sakit?" Lagi, suara itu kembali bergema di telinga Alya, membuat Alya menoleh ke arah suara itu berasal.
Yang benar saja, kini ia melihat meja makan itu telah terisi oleh Arina, Bayu, dan Stevan yang tengah melahap sarapan mereka masing-masing. Alya yang awalnya merasa lapar, kini merasa sangat kehilangan nafsu makannya saat melihat wajah Stevan yang sangat menyebalkan.
"Al, cepetan sarapan! Entar lo telat" ujar Arina menyadarkan Alya.
"Gue naik taksi" jawab Alya yang mulai membalikkan tubuh, bersiap meninggalkan ruangan itu.
"Alyaa!! Sini dulu! Gue mau bicara. Tadi malam lo lari, sekarang juga mau lari?" Tanya Arina menghentikan langkah Alya.
Alya menghela nafas panjang, lalu menuruti kata kakaknya itu. Ia duduk di sebrang Arina, tepatnya di samping Stevan. Alya memutar malas bola matanya.
"Alya, lo mau sarapan pake roti ata--"
"Tothepoint" Alya yang memotong perkataan Arina.
"Kebiasaan banget lo! Nggak sopan motong bicaranya orang" ujar Arina, yang membuat Alya menaikan sebelah alisnya.
"Tadi malam gue mau bilang kalau gue sama Bayu, nanti siang bakalan berangkat ke singapura. Gue sama Bayu ngurus proyek disana, tapi nggak lama! Paling sekitar 3-4 minggu. Gue nggak tega ninggalin lo sendiri, jadi gue minta tolong sama Bayu buat nyariin lo temen, dan kebetulan ada Stevan. Jadi, selama gue pergi, Stevan bakal nemenin lo dirumah" ujar Arina menatap Alya lekat-lekat.
"Kan ada mang ujang sama bi inah" ujar Alya datar.
"Lo dengerin gue sekali aja deh Al"
"Gini ya... lo urusin kerjaan lo, dan biar gue yang ngurusin hidup gue! Kan kelar"
"Al, lo tuh kenapa sih nggak bisa dengerin gue sekali aja? Gue harus bilang berapa kali buat nyadarin lo kalau gue juga ngelakuin ini buat kebaikan lo? Lo tuh harusnya bersyukur karna masih ada yang sayang sama lo! Tapi lo tetep egois Al, cuma gara-gara sahabat lo, lo jadi berubah jadi egois, nutup diri, dan nggak pernah perduli ke orang lain. Parah lo Al!" Arina berbicara dengan nada tinggi karna terpancing emosi, membuat Stevan dan Bayu menghentikan aktivitas mereka.
"Gue nggak suka lo ngumbar privacy gue ke orang baru" jawab Alya melirik Stevan.
"Lagian lo nggak perlu cariin gue temen, nggak ada gunanya" lanjut Alya.
"Alya!! Gue minta tolong kali ini aja dengerin perkataan gue Al plisss" lagi lagi Arina berbicara dengan suara serak diikuti dengan air mata yang menetes membasahi pipinya.
"Gue nggak tau harus gimana lagi ngehadapi lo kecuali nangis Al!" lanjut Arina dengan terisak, membuat Bayu merangkulnya sembari menenangkannya.
"Maaf sebelumnya, bukannya gue mau ikut campur, tapi apa salahnya lo ikuti perkataan Arina Al? Ini juga kan demi kebaikan lo" ujar Bayu yang masih menenangkan Arina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Подростковая литература"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...