Jam pertama kelas XI IPA 3 hari ini adalah olahraga, para murid di kelas itu sudah siap dengan baju olahraga yang mereka gunakan.
"Oke oke Perhatian semuanya kesini dulu!" Ujar Reyhan sang ketua kelas sembari memukul papan tulis untuk menenangkan siswa lainnya.
"Stevan, nggak usah usil mau narik rambutnya Rina dulu... perhatian sama gue dulu, nggak lama" tegur Reyhan memergoki aksi jahil Stevan.
"Lo... ahhhgg, nggak asik" ujar Stevan mengacak rambut belakangnya lalu kembali ketempat duduknya.
"Oke... hari ini Pak Hans nggak masuk. Jadi kita olahraga sendiri" ujar Reyhan yang mendapat teriakan bahagia dari siswa lainnya. "Dan untuk para gentleman, ikut gue, kita main basket!" Sambungnya diikuti dengan berhamburannya seluruh siswa laki-laki keluar kelas.
Alya hanya memutar malas bola matanya. Tanpa sengaja ia melirik ke arah Gilang yang ternyata juga melirik ke arahnya. Dengan sigap ia memalingkan pandangan itu menuju keluar jendela menatap gerombolan awan.
"Gue titip ini. Tolong kasih ke Cika" ujar Gilang yang kini berada di depan mejanya.
Sontak Alya menatap wajah Gilang. Membuatnya menjadi heran dengan Gilang.
"I-iya entar gue kasih ke dia" jawab Alya diikuti dengan perginya Gilang dari hadapannya.
Sebuah surat juga jam tangan berwarna biru cerah berada dihadapan Alya. Entah apa maksud Gilang. Yang ia ketahui hanyalah menyampaikan pesan itu kepada Cika. Alya melihat jam tangan tersebut yang masih menunjukkan pukul 07.45, menandakan kelas lain masih melaksanakan proses belajar-mengajar.
"Gue kasih nanti pas istirahat aja" gumam Alya yang memasukkan kedua benda itu kedalam tasnya, lalu mengeluarkan novel yang semalam dibelinya bersama Alan.
Alya membuka novel tersebut. Bola matanya bergerak bolak-balik membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf yang ada di novel itu. Diikuti dengan sebuah angin sepoi yang bertiup, membuat rambutnya berhamburan menutupi pandangannya. Sudah beberapa kali ia menyelipkan rambut itu di belakang telinganya. Namun angin itu, dengan pantang menyerah menerpa rambutnya terus-memerus.
"Alyaaa!!" Suara teriakan membuat Alya terkejut dan menoleh kearah sumber suara. Terlihat Cika tengah berdiri di depan ambang pintu kelasnya dengan melipat tangannya di dada.
"Lo ngapain di kelas mulu? Orang tuh kalau olahraga ya di luar ruangan"
"Lo nggak masuk?"
"Banyak kelas yang free. Termasuk kelas gue" ujar Cika "Ke kantin yuk. Ada Arga sama Alan disana" sambungnya.
Alya menganggukkan kepalanya sembari mengambil benda titipan Gilang dari tasnya.
Mereka berjalan melewati lapangan yang dipenuhi kelas-kelas yang sedang olahraga hari ini. Dan Alya baru teringat bahwa kelasnya bertabrakan jadwal olahraga dengan kelas XII IPA1 yang merupakan kelas Keyra.
"Jadwal olahraga lo tabrakan sama kelasnya Keyra?" Tanya Cika.
Alya mengangguk dengan pandangan yang masih terkunci di lapangan.
"Lo nyari Stevan? Tuh dia yang main basket yang tinggi kayak tiang listrik tuh" jelas Cika sembari menunjuk Stevan yang tengah berusaha memasukkan bola ke dalam ring.
"Gue nggak liat dia. Tapi liat Keyra" ujar Alya. Sontak Cika pun ikut menoleh dan mencari sosok Keyra.
Keyra kini tengah berdiri bersama para lelaki kelas XI IPA 3 yang menunggu giliran bermain basket. Ia nampak seperti menggoda mereka dengan canda tawa miliknya. Seakan-akan ia ingin mencuri hati mereka. Namun tak lama kemudian, Keyra kembali menggandeng lengan Stevan yang kini telah bergantian pemain, dengan penuh manja.
"Ih kok ganjen banget" gumam Cika sembari menarik Alya agar tak melanjutkan hal itu. Agar tak menyakiti dirinya lagi.
Cika membawa Alya ke sebuah meja yang disana telah duduk 2 orang lelaki yang sangat familiar. Yaitu Alan dan Arga. Alan yang melihat kedatangan Alya, langsung menyambut dengan lambaian tangan serta senyuman manis miliknya.
"Olahraga lo makan?" Tanya Alan kepada Alya diikuti dengan deraian tawa Arga dan Cika.
"Ck. Bacot" ketus Alya.
"Alya itu masih labil. Kadang bisa senyum, kadang ya... dingin" ujar Cika.
Mereka larut dalam pembicaraan, bercerita juga tertawa bersama. Dan baru saja Alya ingat bahwa ia memiliki titipan untuk Cika. Ia mengeluarkan sebuah surat juga jam tangan yang Gilang titipkan untuk Cika.
"Ih jam tangan gue nih. Lo dapet dari mana?" Tanya Cika bahagia, karna itu merupakan jam kesayangan Cika.
"Gilang yang kasih ke gue. Sekalian sama suratnya"
"Gilang masih suka deketin lo?"
"Nggak. Malah kayaknya baru kali ini lagi dia ngomong sama gue"
Setelah mendengar jawaban Alya, Cika menjelaskan bahwa dirinyalah yang melarang Gilang untuk mencoba mendekati dan mencuri hati sahabatnya itu. Karna Cika tak ingin Alya masuk ke dalam perangkap Gilang yang akan membawa Alya pada kesakitan. Alya pun mengangguk paham dengan apa yang Cika lakukan untuknya. Ia tahu, Cika sangat perhatian kepadanya juga selalu melindungi dirinya dari segala yang dapat menyakitinya. Ia merasa beruntung bisa kembali bersahabat dengan Cika.
"Iya iya, makasih ya Cik. Gue mau balik ke kelas dulu ya!! Byee" pamit Alya sembari melaimbaikan tangan kepada 3 orang temannya yang masih duduk di meja itu.
Alya pergi meninggalkan kantin dengan membawa botol mineral yang sempat Alya beli di kantin tadi. Ia berjalan melewati lapangan yang masih menyisakan beberapa siswa yang tengah bermain bola. Namun diantara mereka, ia melihat Stevan dan Keyra masih disana. Mereka masih bermain basket, menjadi tontonan para siswa lain. Sedangkan Alya tak menghiraukan hal itu. Sengatan sinar matahari mengenai kulitnya, membuat kulit Alya memerah. Ia mempercepat langkah kakinya tak sanggup bila berlama-lama disengat matahari yang sudah mulai meninggi.
Tiba-tiba saja sebuah bayangan menutupi tubuhnya dari paparan sinar matahari. Dan botol mineral yang dibawanya, kini lenyap disambar oleh seseorang yang berdiri di hadapannya.
"Alya, buat gue ya? Haus banget... nih lo pegang lap gue!" Stevan memberikan handuk kecil berwarna putih kepada Alya, lalu meneguk minuman Alya hingga tak tersisa. Alya hanya mematung dan menatap Stevan heran.
Keringat bercucuran di pelipis Stevan karena kelelahan dan juga panas sengatan matahari. Tiba-tiba saja tangan Stevan menggengam tangan Alya lalu menuntunnya untuk mengarahkan lap yang dipegangnya untuk mengelap keringat yang bercucuran di pelipis Stevan. Alya juga heran, kenapa dia tak bisa menolak perlakuan Stevan itu. Ia menuruti apa yang Stevan inginkan. Meskipun hal itu harusnya ditolak Alya, tapi kini ia tak bisa menolak hal tersebut.
Keyra masih di bawah ring basket memperhatikan gerak-gerik Stevan dan Alya membuat darahnya kini mendidih, membuatnya ingin meninggalkan lapangan itu. Saat hendak meninggalkan lapangan, sebuah bola basket menggelinding mendekat kearah Keyra, dan dengan emosi ia melempar bola itu ke arah Alya. Dan...
Bruuk!!
Bola itu mengenai kepala Alya dengan cukup keras membuat Alya jatuh pingsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Teen Fiction"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...