1. Hujan Pembawa Kenangan

4.7K 120 4
                                    

'Kriiiing'

Suara bel yang menandakan pelajaran hari ini selesai telah berbunyi, membuat seluruh siswa kelas XI IPA 3 berhamburan keluar kelas untuk pulang ke rumah masing-masing.

Di pojok kelas terdapat seorang perempuan yang tengah bertopang dagu mengamati gumpalan awan kelam yang seakan-akan ingin menelan langit sore itu. Bisa dilihat dari wajahnya jika perempuan itu tengah menatap kosong kearah awan-awan itu melalui jendela kelasnya yang berada di lantai 3. Angin sepoi yang bertiup dengan kencang, membawa rambut panjang perempuan itu menari kesana kemari menabrak wajah datarnya. Perempuan berparas cantik itu bernama Alya Kaori.

"Alya! Lo belum pulang?" Tanya Siska, teman sekelas Alya yang kini berdiri diambang pintu kelasnya.

Siska terpaksa kembali ke kelas setelah menyadari ada barang yang tertinggal di laci mejanya.

Alih-alih menjawab pertanyaan Siska, Alya justru menatap sinis Siska lalu meninggalkannya di kelas tanpa sepatah katapun.

"Cantik sih, tapi dinginnya minta ampun!" Gerutu Siska sembari mengambil barang yang tertinggal di laci meja miliknya, lalu segera pergi.

Alya berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi karna para siswa telah meninggalkan sekolah sekitar 15 menit yang lalu. Alya merupakan gadis yang sangat dingin, datar, irit bicara, bahkan selalu memilih sendiri. Walaupun sifatnya yang dingin, tak membuatnya dijauhi siswa lain, justru banyak siswa yang berlomba-lomba mendekatinya. Karna selain mampu memenangkan lomba-lomba Nasional, Alya juga memiliki paras cantik. Membuatnya menjadi cewek most-wanted lelaki disekolahnya walau tubuhnya yang agak mungkil, tak menutup kemungkinan ia dijadikan idola lelaki.

"Ihh Al, hidung lo kenapa? Kok makin pesek?" Tiba-tiba saja suara yang familiar ditelinga Alya terdengar. Alya tau betul suara itu milik siapa. Suara yang sangat dibenci Alya, yaitu suara Stevan Mahendra. Orang terusil XI IPA 3 yang selalu saja menggangu ketenangan Alya.

"Alya, lo kok baru pulang? Habis merhatiin awan lagi?" Tanya Stevan sembari menjajarkan langkahnya dengan Alya.

Alya tak menghiraukan pertanyaan Stevan, ia terus berjalan menuruni tangga menuju lantai 2.

"Ih dingin banget sih! Sini gue peluk biar anget" Stevan terkekeh puas dengan candaanya. Namun bukannya mendapat senyuman dari Alya, ia justru mendapat pandangan sinis dan dihadiahi injakan hebat yang mendarat di kakinya, membuat dirinya meringis kesakitan sembari mengangkat kaki yang Alya injak.

Alya berdecih kesal, lalu meninggalkan Stevan yang tengah meringis kesakitan di koridor lantai 2.

Sesampainya Alya di lantai dasar, ia menuju ke sebuah loker bernomor 16 untuk menyimpan beberapa buku paket yang sangat tebal. Angin dingin bertiup menusuk kulit Alya yang tak tertutupi kain, membuat Alya menengok keluar gedung. Ia mengamati hamparan rumput lapangan yang menari kesana kemari bersama angin di bawah mendung yang terlihat siap untuk menumpahkan tetesan kenangan ke bumi.

Alya memejamkan matanya merasakan hembusan angin yang menabrak dirinya. Ia merasa angin yang mendung bawa lebih segar daripada angin yang matahari bawa.

"Ngapain? Lo ngantuk atau ngamati mendung lagi? Lo kenapa sih kok suka banget sama yang namanya hujan?" Lagi-lagi suara itu membuyarkan ketenangan Alya, namun kali ini Alya tak menghiraukan suara itu. Ia masih menutup matanya berusaha tetap menikmati angin yang dibawa mendung.

"Woi! Ada orang nggak sih??" Tanya Stevan dengan volume suara yang agak dinaikkan sembari melambaikan tangan di depan wajah Alya.

"Radio mana sih yang masih bunyi? Pasti kerjaan anak auditorium lupa matiin radio" gumam Alya masih dengan mata yang tertutup.

Rainfall✔[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang