38. Problem

773 48 6
                                    

Dingin pagi ini menembus kulit Alya, membuatnya terbangun dari tidurnya. Selimut yang sangat tebal ia lilit ke tubuhnya. Masalah besar jika alerginya kembali menyerang tubuh. Ia membuka tirai, melihat awan mendung di sana tengah menjadi satu menghalangi sinar matahari.

"Harus hujan ya? Nggak bisa besok?" Gerutu Alya jengkel.

Ia membangkitkan diri lalu menatap sebuah boneka panda yang terletak di nakasnya.

"Pagi Van, kabar kamu gimana? Urusannya udah kelar kan?" Gumamnya lalu meraih sebuah kalender di samping boneka itu.

Air matanya kembali terjatuh saat melihat sebuah tanggal yang ia beri tanda hati. Hari ini adalah hari jadi mereka yang keempat tahun. Tanpa Stevan, juga tanpa kabar darinya.

"Alya bangun, makan yuk" pekik Arina yang membuka pintu kamar Alya tanpa mengetuknya.

"Kebiasaan banget sih" ketus Alya yang menghapus air matanya.

"Alan di bawah nunggu lo" ujar Arina.

"Arina. Lo kenapa sih waktu itu nggak ngebangunin gue? Padahal gue pengen ngomong sama dia. Ahaaa... Na gue kangen sama Stevan Na... hubungi dia Na" rengek Alya dengan tangisan yang menjadi.

"Lo udah coba kirim E-mail?" Tanya Arina yang duduk di samping Alya.

"Udah Na. Tadi malam gue udah coba telfon nih.. liat 115 kali. Gue udah kirim Line sampe muntah-muntah orang yang baca. E-mail juga udah gue kirim udah banyak, tiap hari gue kirim nggak ada balesan Na..." ujar Alya memeluk tubuh Arina.

"Gue nggak tahu kalau akhirnya jadi gini Al. Gue juga nggak bisa hubungi dia, apa lagi bayu"

"Na... bantu gue Na... cari tahu tempat dia Na... mending gue ke sana cari dia deh Na. Gue nggak mau diginiin Na. Nggak ada kepastian. Gue kangen sama dia Na" rengek Alya.

Tok!tok!tok!

Suara seseorang mengetuk pintu kamar Alya, membuat Alya dan Arina menoleh ke arah pintu. Seseorang telah berdiri di balik pintu itu menatap ke arah Alya sendu.

"Boleh masuk kak?" Tanyanya kepada Arina.

"Masuk aja Lan, gue tinggal ke bawah dulu bikin coklat panas" pamit Arina.

Alan masuk lalu menatap wajah Alya, menatap mata Alya yang menangis sendu.

"Masih belum ada kabar?" Tanya Alan.

Alya mengangguk.

"Udah berapa lama?"

"Enam bulan Lan, terus ini hari jadi gue sama Stevan yang keempat tahun loh. Gue tetep nggak bisa cari kabar dia. Gue udah telfon, line, E-mail. Bahkan gue juga ngelakuin hal yang sama ke Keyra. Tapi nggak ada respon Lan" adu Alya.

Alan memeluk Alya, membiarkan Alya menangis dalam pelukannya. Selama ini jika Alya merasa kosong, Alan datang melengkapinya, menyembuhkan rasa rindunya kepada Stevan, menghiburnya dari keterpurukan. Bahkan selama enam bulan terakhir, saat Stevan mulai lost kominukasi juga Alan yang ikut membatu mencari kabar Stevan. Memang sahabat idaman.

"Lo harus ngelupain dia Alya" bisik Alan diikuti dengan jatuhnya hujan.

"Lo kok ngomong gitu Lan? Lo tahukan gue sayang sama dia? Gue percaya sama dia. Gue nggak mau lepas dia Lan" bentak Alya melepas peluk Alan.

"Ya buktinya selama enam bulan Al, enam bulan loh dia nggak ngabari lo. Seenggaknya kalau hp Stevan hilang, kan nggak mungkin dia nggak beli hp lagi. Sekarang coba cari alasan yang logis, selain dia udah ngelupain lo!" Seru Alan.

Alya menunduk terdiam.

"Tapi salah gue apa sih Lan? Padahal terakhir kali gue komunikasi sama dia juga masih baik-baik aja. Dia kok ninggalin gue kayak gini sih Lan? Salah gue apa sih?"

"Lo terlalu baik buat dia Al, lo selalu maafin salah dia. Sampe dia pikir, saat ninggalin lo seperti ini juga nantinya lo akan maafin dia kan?" Tanya Alan.

Dalam hati Alya, dia pasti akan memaafkan Stevan setelah menghilang selama enam bulan tanpa kabar. Karna yang Alya inginkan saat ini hanyanya mendengar suaranya, bukan hal lain. Tangisannya menjadi, ditambah suara hujan yang tak lagi Alya suka, membuatnya tak karuan.

"Kita ke bawah yuk! minum coklat panas, biar lo tenang" ajak Alan yang mendapat anggukan dari Alya.

Mereka berjalan menuruni tangga, menitih anak demi anak tangga. Saat kemudian tatapan Alya tertuju pada Bayu yang tengah duduk di ruang tamu. Dia segera berlari ke arah Bayu, hingga hampir terjatuh di tangga.

"Kak, gimana? Udah dapat kabar dari Stevan? Kak Bayu bisa hubungi Stevan? Kak Bayu udah tau tempat tinggalnya Stevan?" Tanya Alya penuh harapan. Namun yang didapatinya hanyalah sebuah gelengan kepala yang membuatnya patah semangat.

"Alya tenangin pikiran lo Al, jangan mikirin dia terus. Lo juga harus fokus kuliah lo. Coba lo tanya temen-temen lo. Cika atau Sisi" ujar Arina.

"Udah pernah gue tanya, tapi mereka bilang, mereka nggak pernah komunikasi sama Stevan lagi. Sisi juga udah pergi ke Paris ngelanjutin kuliah di sana" jelas Alya dengan lesuh.

"Lo minum dulu minuman lo, keburu dingin" ujar Arina menenangkan pikiran Alya. Namun kini selera Alya terhadap coklat panas sudah tak ada lagi. Ia menggelengkan kepala. Kini kepalanya terpenuhi dengan Stevan.

"Lan, temenin gue cari Gilang mau?" Tanya Alya dengan spontan.

"Gilang? Emang lo tau dimana dia?" Tanya Alan balik.

"Gue tanya sama Arga atau Cika. Mereka pasti tau. Sekarang cuma Gilang kunci gue" jelasnya.

"Yaudah sana cepetan mandi! Mumpung hujannya nggak deres" seru Alan diikuti dengan anggukan Alya. Alya pun kembali menuju kamarnya.

"Gue nggak tahu kenapa Stevan ngelakuin ini. Kenapa dia nggak jujur aja sama Alya sih? Kenapa dia nggak mau ngasih kabar sama Alya? Gue sampe khawatir ngeliat Alya kayak gitu. Apa dia nggak pikir Alya nanti jadi gimana? Kalau emang dia mau pisah sama Alya, mending dia kasih tau Alya secara terus terang. Bukan malah nyiksa Alya kayak gini" gerutu Arina.

"Gue juga udah coba telfon om Adam, tapi dia tetep bungkam soal Stevan dan Keyra. Gue nggak bisa cari informasi tentang mereka. Apa gue suruh Alya aja yang bicara langsung sama om Adam?" Tanya Bayu.

"Jangan kak, nanti takutnya Alya salah ngomong. Saat ini dia nggak bisa ngontrol pikirannya kak. Takut nanti tambah ribet, kalau Stevan sayang sama Alya, nggak mungkin dia biarin Alya kesiksa sama rindu kayak gini" ujar Alan.

"Liat aja tuh anak, kalau sampe datang kesini bareng cewek lain, gue jites dia. Enak aja nyakitin adik gue. Padahal dia yang bawa Alya jatuh ke dalam masalah cinta untuk pertama kali. Seenggaknya tanggung jawab kenapa sih?" Gerutu Arina dengan emosi.

Sesaat kemudian ada sebuah notifikasi line masuk di ponsel Arina. Dan sebuah pesan membuat mereka terkejut, bahkan ingin membuang ponsel itu sekarang juga.

A/n : kok Stevan jadi ngilang? Kenapa sih? Katanya dia bakal selalu disamping Alya, katanya mau jaga hati buat Alya, katanya sayang pake bgt ke Alya, tapi kok malah nyiksa Alya sih?😢

Coba kalian yg ada di posisi Alya, kebayang nggak gimana rindunya? Kebayanga? Baru aja jadian selama 2 minggu, terus LDR selama 4 tahun, dan akhirnya menghilang tanpa kepastian selama 6 bulan, dan Alya masih setia nunggu... salah nggak sih? Kalau menurut kalian harunya nunggu apa ninggalin sih?

Jangan lupa Vote😊

Rainfall✔[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang