"Alan, yuk pergi" ajak Alya yang kini telah berada di depan Alan.
"Alya, lo masih yakin sama Stevan? Lo masih percaya sama Stevan?" Tanya Arina.
"Kok ngomong gitu sih kak?" Tanya Alya heran.
"Coba lo cek line lo" suruh Arina.
Alya pun segera membuka linenya. Dan betapa terkejutnya dia. Pesan yang selama ini dia kirim ke Stevan, telah Stevan baca. Dengan segera Alya memencet freecall line. Dia sangat berharap ia bisa berbicara dengannya saat ini. Walau hanya satu kalimat, dia sangat ingin mendengar suara itu.
"Kok nggak diangkat sih?" Gumam Alya.
"Dia ngirim ini ke gue" ujar Arina sembari memperlihatkan pesan dari Stevan.
"Maaf kak aku baru muncul dan kasih kabar. Aku juga nggak tega mau kirim pesan ini langsung ke Alya. Aku nggak mau Alya nanti jadi mikirin aku. Aku nggak mau jadi beban dia. Kak tolong sampeiin salam aku ya kak. Tolong bilang sama dia jangan mikirin aku terus. Jangan sampe kayak gini kak. Nggak usah kirim-kirim line sampe sebanyak itu, nggak usah telfon sampe sebanyak itu, nggak usah kirim E-mail sebanyak itu. Nggak usah mikirin aku lagi. Seenggaknya kalau dia dapat cowok yang lebih baik dari aku, dia bisa kok ninggalin aku. Aku emang nggak bisa bikin dia bahagia. Sudah cukup empat tahun aku jadi beban buat dia. Kalau dia mau lepas, aku nggak papa kak, aku rela. Di sini emang aku yang salah. Makasih kak. Salam manis buat Alya kecil :')"
Membaca itu, membuat Alya sedikit tenang, bukan menangis, bukan juga langsung terjatuh. Dia justru tambah ingin berbicara padanya.
"Lan, berangkat sekarang yuk! Cika bilang dia lagi belanja di pertokoan deket sini" ujar Alya penuh semangat. Sedangkan Arina malah heran melihat Alya.
"Lo yakin sama Stevan Al?" Tanya Bayu.
"Yakin kak. Dia masih sayang sama aku. Kalau nggak, nggak mungkin dia ngelarang aku buat mikirin dia. Kalau dia nggak sayang sama aku lagi, nggak mungkin dia muncul lagi kak. Aku yakin sama Stevan" jelas Alya dengan suara parau menahan air mata.
"Yaudah, sana cari Stevan sana" ujar Bayu tersenyum.
Alya mengangguk lalu menarik lengan Alan.
Hujan masih saja menghalangi Alya. Dia masih sama membenci hujan. Entah sejak kapan dia membencinya, tapi saat hujan turun hujan selalu saja membisikkan bahwa Stevan tak akan kembali untuk Alya. Dan itu membuat Alya membenci hujan.
"Lo masih nggak ngerti Al?" Tanya Alan.
"Apaan Lan?" Tanya balik Alya bingung sembari menyenderkan kepalanya di kaca mobil.
"Alasan gue kasih lo kalung itu"
"Gue ngerti kok. Sebagai tanda sahabat kan? Biar gue tetep ingat lo terus"
Alan menghela nafas berat. Belum saatnya dia jujur kepada Alya. Kadang Alya sebodoh ini tentang perasaan.
Mereka duduk di sebuah cafe kecil yang berada di lantai dua pusat perbelanjaan kota. Sembari menunggu kedatangan Cika, mereka memesan minuman untuk mengahangatkan tubuh karena udara yang cukup dingin.
"Alya" teriak seseorang dari belakanganya, membuat Alya membalikkan tubuh.
"Sisi?" Pekik Alya terkejut.
"Lo kapan datang? Kok gue nggak dikabari? Gitu banget sih jadi temen" ujar Alya menghambur pelukan kepada Sisi.
"Iya, baru dua hari gue dateng. Itupun juga mendadak" jawab Sisi.
"Eheemm tolong jangan lupain gue" ujar Cika mengundang tawa Alya dan Sisi.
Mereka duduk di hadapan Alya dan Alan.
"Cik, Arga mana? Kok nggak lo ajak? Kan biasanya bareng mulu" goda Alya.
"Enggak, kasian Sisi nanti jadi obat nyamuk" jawab Cika.
"Lo belum dapet pacar Si?" Tanya Alya.
Sisi menggelengkan kepalanya.
"Jangan ngarep berlebihan sama yang nggak pasti, nanti sakit. Mending lo cari yang lain. Kan banyak tuh yang ngejar lo" sambung Alan dengan santai namun perkataan itu mampu membuat wajah Sisi berubah menjadi asam.
"Hiis lo kenapa sih Lan? Nggak bagus ngomong gitu" ujar Alya.
Dilihatnya wajah Sisi dan Cika sangat datar dan asam,membuat Alya merasa ada hal yang tersembunyikan di antara mereka.
"Si? Cik? Jangan diambil hati. Alan gitu, suka ngomong ngawur" ujar Alya diikuti anggukan keduanya.
"Cika, lo masih hubungan sama Gilang nggak?" Tanya Alya.
"Kenapa lo tiba-tiba tanya tentang Gilang? Lo nggak ke sambet cintanya Gilang kan?"
"Enggak bego! Gue mau nanya Stevan"
"Masih belum kasih kabar ke lo?"
"Udah enam bulan nggak kasih kabar, dan tadi dia cuma read semua line gue. Dia juga ngirim pesan buat gue, tapi lewat ke kak Arina. Gue pengen banget bicara sama dia"
"Apa lo bilang enam bulan tanpa kabar? Dan lo masih nunggu dia? Lo goblok atau bego sih Al? Udah lo tinggalin aja dia. Kalau sayang nggak mungkin setega itu. Ih, awas aja tuh anak kalau gue ketemu sama tuh anak, gue gapit sampe kehabisan napas deh bener tuh anak, tega bener..." gerutu Cika dengan sangat geram.
"Gue nggak mau lupain dia, nggak mau lepas dia, nggak mau pokoknya. Karena gue tau dia masih sayang sama gue. Dan gue yakin itu. Gue cuma mau tanya Gilang. Lo tau dimana dia?" Tanya Alya dengan serius.
"Lo cari di rumah Arga. Kalau nggak salah tadi Arga bilang Gilang mau main ke rumah dia" ujar Cika.
"Makasih Cik, gue pergi dulu ya. Gue sayang banget sama sahabat gue. Yuk Lan kita ke rumah Arga" seru Alya.
"Lo harusnya lupain Stevan. Lo nggak pernah nengok ke gue. Gue selalu ada buat lo. Gue selalu nenangin lo saat lo nangis. Gue beda dari Stevan yang selalu bikin lo nangis. Gue selalu ada buat lo. Lo nggak pernah ngerti itu. Lo harusnya lupain Stevan. Lo harusnya lebih milih gue Al. Gue nggak akan pernah bikin lo nangis, gue sayang banget sama lo. Dan rasa sayang itu sudah muncul lebih awal dari rasa yang Stevan kasih ke lo" gumam Alan lirih sembari mengemudi mobil.
"Komat-kamit ngomong apa lo Lan?" Tanya Alya.
"Nggak. Lo itu terlalu bodoh soal percintaan. Terlalu baik lo jadi cewek" ketus Alan.
"Gue cuma mau jadi lumba-lumba yang setia" jawab Alya.
"Gue heran sama lo. Cewek normal lainnya, kalau udah nggak dikasih kabar selama dua minggu aja udah berpaling. Nah lo, udah enam bulan, masih aja setia nunggu. Lo kira lo anjing yang nunggu tuannya gitu?"
"Bukan anjing, tapi merpati. Sejauh apapun gue dilepas, gue akan tahu jalan untuk kembali pada tuan gue"
"Kalau tuan lo udah pindah rumah, lo bisa apa? Tetep nunggu tuan lo sampai lo mati? Sedangkan yang nggak lo tau tuan lo udah punya merpati baru yang lebih bagus dari lo"
Alya terdiam.
"Gue berusaha buat percaya sama Stevan. Apa salah?" Bentak Alya.
"Salah. Lo terlalu bodoh. Lo nggak pernah liat orang disekitar lo yang lebih perhatian ketimbang Stevan. Mata lo terbutakan sama Stevan. Sedangkan Stevan manfaatin semua kebodohan lo. Harusnya lo relain Stevan. Harusnya lo lupain Stevan" tegas Alan membungkamkan Alya.
A/n : segitu setianya si Alya sampe disia-siain😢
Stevan mana sih? Rindu sama kelakuannya yang kadang romantis, kadang lucu, kadang nggak jelas😢Nggak takut kalau Alya jadi jatuh cinta ke Alan ya? Stevan kok bego sih? Cewek setia malah disia-siain-,-
Jangan lupa Vote😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Tienerfictie"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...