32. Kejujuran

832 49 0
                                    

"Gue mau lo dengerin kejujuran gue" ujar Stevan sembari menggenggam tangan Alya.

Alya melepas kacamatanya, lalu menghapus Air mata yang ia tumpahkan.

"Tapi, lo harus janji. Lo jangan benci gue ya" ujar Stevan.

"Lebih baik sakit karena kejujuran, dari pada gue hidup seneng karena kebohongan" Ujar Alya.

Stevan mengusap wajahnya.

"Gue mulai dari mana ya?" Tanya Stevan tampak bingung.

Alya menaikan sebelah alisnya.

"Gini deh, lo tanya, gue jawab!"

Alya mengangguk mengerti.

"Kenapa tadi lo nggak nyamperin bokap lo? Kenapa malah sembunyi? Terus apa hubungannya sama Keyra? Kenapa kelihatannya Keyra deket banget sama bokap lo"

Stevan melongo.

"Lo jawab satu-satu lah" ketus Alya.

"Hubungan gue sama papa nggak bagus. Semenjak mama meninggal, gue sama papa sering adu mulut. Dan itu semua karna dia cuma mikirin kerjaanya, nggak pernah ngasih gue perhatian. Dia selalu ke luar negeri, nggak pernah ngasih kabar. Kalau tanya tentang kapan dia pulang... nggak tentu. Kadang tiba-tiba pulang, kadang cuma telfon ngasih tau kalau nggak bisa pulang. Gue nggak tau kehidupan dia disana kayak apa. Tapi gue benci ketika liat dia bawa perempuan lain ke rumah. Di hadapan gue dia meluk perempuan itu. Bahkan perempuan yang dia bawa kadang ganti-ganti. Akhirnya gue nggak betah di rumah, terus milih tinggal bareng Bayu. Gue cuma mikir, secepat itu papa ngelupain mama. Juga secepat itu dia mau ngantiin posisi mama. Dan kayaknya apa yang gue khawatirin terjadi. Papa kena tipu sama perempuan-perempuan simpanannya. Perusahaan papa yang di London hampir bangkrut. Tapi Om Indra, bokapnya Keyra ngebantu papa buat melunasi semua hutangnya. Makanya papa jadi deket gitu ke Keyra. Tapi om Indra sendiri ngasih bantuan bukan cuma-cuma" Stevan tak melanjutkan ceritanya.

"Apa yang dia minta dari bokap lo?" Tanya Alya.

Stevan menatap wajah Alya sendu. Haruskah dia jawab? Atau mengalihkan pembicaraan? Atau berbohong? Keraguan muncul di benak Stevan.

"Van?" Tegur Alya

"Lo janji kan?"

Alya mengangguk sembari mengangkat jari kelingkingnya.

Stevan tersenyum lalu membalas mengaitkan jari kelingkin mililnya, ke jari Alya.

"Om Indra minta gue" ujar Stevan.

"Maksud lo? Buat apa minta lo? Jadi budak?" Tanya Alya berderai tawa.

"Al gue serius Alya... masa cowok cool kayak gue dijadiin budak sih?"

"Cool apaan? Orang kumel gini kok"

"Enak aja, gue cool kali. Buktinya gue punya banyak fanclub"

"Terus om Indra minta lo buat apa?"

Stevan terdiam sejenak. Lalu menggengam kedua tangan Alya dengan sangat kuat. Ia menelan ludahnya dengan susah payah.

"B-buat Keyra"

".... maksud lo?" Tanya Alya datar namun dengan detakkan jantung yang tak beraturan.

"Om Indra bantu papa, asal papa mau nyerahin gue buat dijodohin sama Keyra. Karna dari dulu, Keyra emang udah ngejar-ngejar gue" jelas Stevan dengan kepala tertunduk.

Beberapa saat keheningan terjadi. Alya tak mengatakan sepatah katapun. Stevan juga demikian. Stevan mulai mengangkat wajahnya, memberanikan diri melihat reaksi Alya. Dan tentu saja gadis itu berlinang air mata.

"Tak seharusnya lo ngasih harapan gue Van" ujarnya lirih.

"Alya, denger gue dulu. Awalnya emang gue suka sama Keyra, tapi ternyata Kelakuan Keyra itu licik. Dia ngerayu gue, dia ngejebak gue biar orang lain liat gue itu milik dia. Dia jadiin gue boneka. Akhirnya gue sadar, selama ini gue dimanfaatin sama Keyra. Dia cuma mau cari sensasi. Dan gue nggak lagi naruh perasaan ke dia. Gue sayangnya sama lo! Dari awal gue kenalan sama lo! Bahkan ketika lo ngilang, gue masih tetep nunggu lo datang ke rumah Cika. Gue sering main bareng Cika juga cuma biar gue tau keberadaan lo. Sampai detik ini juga perasaan gue tetep sama. Sama buat lo. Walaupun gue udah pernah pacaran sama orang lain, tapi itu cuma untuk pelampiasan perasaan gue ke lo" jelas Stevan

"Harusnya lebih awal lo bilang ke gue, harusnya lebih awal lo jelasin hubungan lo sama Keyra! Biar gue nggak berharap sedalam ini sama lo! Biar gue nggak terus-terussan jatuh dalam lubang yang tak berdasar" ucap Alya lirih.
"Gue nggak suka lo. Lo itu idiot, lo autis, jail, bawel, nyebelin, nggak jelas. Tapi lo bisa bikin gue ketawa lagi, lo bisa bikin gue ketemu sama Cika, lo bisa bikin gue nyaman, dan lo bisa bikin gue selalu mikirin lo. Gue jatuh cinta sama lo! Gue nggak tau kapan pastinya, tapi lo orang pertama yang buat gue jatuh cinta, dan lo juga orang pertama yang nyakitin gue" Alya merangkul Stevan dengan kuat dan berlinang air mata.

"Gue rela dimaki Keyra, gue rela dicibir banyak orang, gara-gara gue deket sama lo. Tapi gue nggak mau lo jauhi gue Van, gue... gue nyesel bilang lo bukan siapa-siapa buat gue, gue nyesel! Gue sadar lo berharga buat gue"

"Tapi lo udah punya Alan kan?" Tanya Stevan membuat Alya menghentikan ucapannya.

"Lo udah nyaman sama Alan kan? Lagian gue percaya sama Alan kok. Gue liat, lo akan aman-aman aja kalau lo di dekat Alan"

Alya bangkit dari duduknya.

Emosinya mengebu-gebu, tapi ia tahan. Ia mencoba netral.

"Maksud lo, lo nyuruh gue pacaran sama Alan?" Tanya Alya lirih.

Stevan mengangguk.

"Cinta itu nggak bisa dipaksa Van! Percuma gue jelasin perasaan gue ke lo, kalau pada akhirnya lo nyerahin gue ke orang lain. Ini perasaan bukan mainan" ujar Alya membalikkan tubuh bersiap untuk meninggalkan Stevan.

"Setelah lo denger penjelasan tadi, lo masih tetep suka sama gue?" Tanya Stevan menarik lengan Alya.

"Lo dengerkan? Lo cinta pertama gue, dan lo orang yang nyakiti gue tentang cinta! Gue udah terlanjur melangkah. Gue nggak mau balik, jalan yang gue lalui udah panjang. Sayang kalau balik Van! Kalau dengan cara itu lo bahagia, gue juga bahagia kok. Nanti akan tiba saatnya orang lain yang nyamperin gue"
"Gue mungkin salah, tapi lo harus tau satu hal, gue jatuh cinta sama lo. Harusnya Cika nggak ngejelasin perasaan gue kan? Biar lo sama Keyra baik-baik aja" lanjut Alya.

"Lo kenapa nggak pacaran sama Alan? Padahal lo kan deket sama Alan, dia juga care sama lo, bisa jaga lo"

"Gue udah bilang, cinta nggak bisa dipaksakan. Sama kayak lo. Kenapa lo masih negur gue? Kenapa lo masih deketin gue?"

Stevan menunduk terdiam.

Alya mengambil tasnya, lalu berjalan meninggalkan rooftop. Bukannya hatinya menjadi sedikit tenang, tapi justru tambah sakit. Mengapa Stevan seperti memaksa Alya untuk pacaran dengan Alan? Padahal dimata Alya, Alan tak menyukai dirinya. Alan itu orang yang pendiam juga tertutup kepada perempuan lain, jadi tidak mungkin Alan bisa memiliki perasaan kepada Alya. Selain itu, Alya dan Alan sudah berteman sejak SMP dan akan tetap mejadi teman.

"Gue mundur? Atau berhenti? Atau tetap melangkah?" Gumam Alya dengan tetap melanjutkan langkahnya.

A/n : Alya nggak peka ya? Padahal Alankan suka sama dia :v.

Pengen banget jadi Alya yang diperjuangin terus. Tapi sakit juga ya, kalau nyatanya malah disuruh pacaran sama orang lain.

Terkadang, kita dipertemukan hanya untuk saling mengenal, bukan untuk saling memiliki😢

Udah ketebak belum endingnya gimana? Tinggal beberapa Chapter lagi :)...

Jangan lupa Vote :)
Terimakasih

Rainfall✔[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang