9. Sahabat Lama

1.1K 56 9
                                    

Bel yang Alya nantikan akhirnya berbunyi. Seluruh siswa kelas XI IPA 3, berhamburan keluar kelas. Kecuali Alya, Stevan, dan Gilang. Mereka masih duduk manis di tempat duduk mereka masing-masing. Tak biasanya Stevan dan Gilang masih berada di dalam kelas. Biasanya begitu bel berbunyi, mereka langsung berhambur keluar kelas.

Beberapa menit kemudian, Alya bangkit dari duduknya sembari membembeng tas abu-abu miliknya. Namun pergerakannya diikuti oleh Stevan dan Gilang, membuat mereka bertiga saling tatap heran.

'Lama-lama gue pindah kelas nih, kalau gini terus' batin Alya yang kini melangkahkan kakinya meninggalkan kelas.

"Al, gue anter ya?" Ujar Gilang menawarkan diri.

"Enggak! Alya pulang bareng gue! Karna gue serumah sama dia" bentak Stevan.

"Hah? Lo mau pulang bareng Alya? Biar Keyra liat lo bareng Alya, terus ngelabrak Alya kayak tadi? Lagian sejak kapan lo serumah sama Alya?" Tanya Gilang dengan nada bicara menantang.

"Apa haknya Keyra ngelarang gue pulang bareng Alya? Gue mau pulang bareng siapapun juga itu hak gue! Lagian, gue juga punya hak penuh buat ngajak Alya pulang bareng gue. Karna kakaknya Alya nitip Alya ke gue" bantah Stevan.

"Terua lo pikir gue percaya sama semua omongan lo? Lo itu penipu Van!" Ujar Gilang dengan senyum licik.

Alya menghentikan langkahnya, membiarkan Stevan dan Gilang yang beradu mulut. Ia hanya memperhatikan adu mulut itu, sembari mengamati jikalau ada kesempatan, ia harus meninggalkan mereka.

"Woy!! Berantem mulu... apa? Sekarang gara-gara apa? Masih karna masalah Keyra? Atau sama orang lain lagi?" Tiba-tiba Arga datang melerai keduanya.

Sontak, Stevan dan Gilang pun menatap Arga dengan tatapan sinis seakan-akan mengatakan jangan melanjutkan ucapannya saat itu.

"Sinis banget" ujar Arga.

"Ngapain lo disini?" Tanya Gilang.

"Lo lupa lo punya janji sama gue?" Tanya Arga.

"Hah? Janji apaan? Kapan?" Gilang heran.

"Ampuunnn! Gue kan pulang bareng lo. Lo sendiri yang bilang tadi pagi ke gue" jawab Arga sembari menepuk jidatnya.

"Masih muda, kok pikunya melebihi kakek gue" sambungnya.

"Garing lo!!" ujar Gilang datar.

"Noh! Lo juga kan pulang bareng Arga, jadi udah terbukti dong, gue yang bakalan pulang bareng Alya" kata Stevan dengan senyuman kemenangan.

"Ohh jadi gara-gara Alya?" Tanya Arga.

"Eh tapi... ngomong-ngomong, Alya udah pergi dari tadi tuh" sambung Arga, membuat Stevan dan Gilang menoleh kebelakang memastikan apa yang dikatakan Arga bukanlah kebohongan.

"Anjirr... lo kok baru bilang? Dasar bego!" Teriak Gilang.

"Kampret, gara-gara lo nih! Ahggg dasar kecebong garing!" Pekik Stevan yang kini berlari mencari Alya.

"Wee kampret! Gue yang pulang bareng Alya" teriak Gilang yang hendak mengejar Stevan, namun langkahnya terhenti karna Arga menahan kerah baju milik Gilang.

"Lo kan janji nganterin gue! Lagian lo lupa? Info Cika?" Tanya Arga membuat Gilang susah payah menelan ludahnya.

*****

Alya memutar kenop pintu perpustakaan, ia melangkahkan kakinya melintasi rak-rak buku yang sangat tertata rapi. Ia terus melangkahkan kakinya dengan nafas yang masih agak berat. Lalu berhenti di sebuah rak buku yang bertuliskan buku Fiksi, ia menarik nafas panjang kemudian mengambil sebuah buku yang lumayan tebal.

Ia melangkah menuju ke sebuah meja yang berada di pojok ruangan yang telah menjadi tempat favoritnya. Namun langkahnya terhenti ketika melihat meja itu telah diisi oleh seorang perempuan berambut ikal dengan panjang sampai di pinggul. Ia berniat untuk mencari tempat duduk lain, tetapi ia mengurungkan niatnya dan masih berdiri tak jauh dari meja itu. Ia sepertinya mengenal perempuan yang duduk di pojok itu, tapi siapa? Atau itu hanya ilusi? Atau memang adanya? Benak Alya bertanya-tanya tentang gadis yang kini tersenyum lebar padanya.

'Dia senyum ke gue? Apa sama orang lain? Tapi kok familiar sama wajahnya ya, pernah ketemu dimana? Perasaan gue nggak pernah keluar rumah' Gumam Alya sembari menoleh kesana-kemari memastikan apakah dia atau bukan yang diberi senyuman oleh perempuan itu.

Namun tak ada orang lain selain dia yang berada di sekitar meja itu. Hingga sudah pasti bahwa perempuan itu tersenyum padanya.

Tak lama kemudian, perempuan itu bangkit mendekati tubuh Alya yang masih berdiri sekitar 8 meter dari meja itu. Masih dengan senyuman yang tulus, tiba-tiba perempuan itu mendekap tubuh Alya dan berbisik.

"Alya, lo apa kabar?"

Sesaat setelah mendengar suara itu, Alya menjadi yakin bahwa ia memang benar-benar mengenal perempuan yang tengah memeluknya itu.

"Lo kenapa nggak duduk disana? Lo kan biasanya juga duduk disana! Apa gara-gara ada gue?" Tanya perempuan itu.

Alya masih terdiam membisu.

"Lo kenapa? Lo udah lupa sama gue? Atau lo masih marah sama gue?" Perempuan itu kembali bertanya.

"Alya.. ini gue Cika Areva! Sahabat lo waktu masih SMP" seru perempuan yang bernama Cika itu.

Sontak Alya langsung menjatuhkan bukunya, ia mendekap mulutnya tak percaya dengan apa yang kini ada di hadapannya. Air matanya keluar membasahi pipinya. Bagaimana tidak, kini bulan mendapatkan kembali salah satu bintang yang telah lama hilang meninggalkan dirinya, dan mungkin saja ia kini kembali untuk menemani bulan menghiasi langit malam lagi.

"Kenapa? Kok malah nangis? Masih marah sama gue?" Tanya Cika dengan kepala tertunduk.

Alya menggelengkan kepala.

"G-gue masih ingat lo kok. Gue nggak marah sama lo" ujar Alya.

Cika kembali tersenyum lalu mendekap tubuh mungil Alya lagi.

"Gue kangen banget sama lo" ucap Cika dengan air mata.

"Lo kok nggak duduk disana?" Tanya Cika yang kini telah melepaskan pelukannya.

Alya terdiam.

"Sebenarnya, gue udah lama liat lo main di perpustakaan ini! Tapi, gue baru berani sekarang buat negur lo! Mengingat masalah kita dulu" ujar Cika.

"Oh iya, soal masalah yang dulu, gue minta maaf. Ternyata cowok gue aja yang keganjenan, gue juga udah liat semua chat lo sama dia. Gue salah paham. Ternyata lo emang udah nolak buat jalan bareng sama dia, tapi dia aja yang maksa lo terus, sampe main ancam. Coba aja dulu gue percaya sama lo... kita pasti nggak bakalan pisah lama kayak gini" jelas Cika.

Alya menggelengkan kepalanya.

"Itu masa lalu Cik, nggak usah diungkit. Lo tau kan, masa lalu itu bukan tempat untuk menentukan segalanya. Yang menentukan segalanya itu ada di hati kita masing-masing. Lagian, gue juga udah maafin kalian jauh hari sebelum hari ini tiba" jawab Alya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Lo emang sahabat gue Al" ujar Cika kembali memeluk Alya.

"Temenin gue ke cafe yuk! Sekalian kita reunian. Walaupun cuma berdua. Gue traktir deh, sebagai rasa makasih gue, karna mau maafin gue" bujuk Cika diikuti dengan anggukan kepala Alya.

Rainfall✔[Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang