Hari ini, Alya memutuskan untuk pergi kesekolah dengan bantuan mang Ujang. Mengingat sudah beberapa minggu ia tidak diantar mang Ujang, juga saat ini ia memiliki masalah dengan Stevan. Ia menjadi rindu canda tawa dari mang Ujang.
"Kenapa mukanya Alya asem gitu? Bibi salah ngasih garem di coklat panasnya ya?"
"Enggak lah mang. Masa bibi bisa masukin garem sih? Mang ujang bisa aja"
"Terus kenapa? Tumben juga minta dianter bareng mang ujang, biasanyakan bareng Stepan"
"Mang, namanya itu Stevan bukan Stepan" koreksi Alya sembari terkekeh.
"Yahh.. itu atuh"
"Nggak mang, Alya mau bareng mang ujang aja. Takut nanti malah tambah sakit hati"
Mang ujang memang sudah biasa mendengar curahan hati Alya. Mengingat sudah lama mang ujang bekerja di rumah itu. Bahkan sebelum ayah Alya; Leon Reiyn meninggal. Alya hanya mau terbuka kepada mang Ujang juga bi Inah. Jika ditanya hubungan Alya dan Arina, begitulah, tak pernah akur.
"Kadang memang cinta yang kita perjuangkan itu salah, justrus yang benar-benar tulus malah dibuang" ujar mang Ujang.
"Hm... gitu ya mang, cinta itu nggak menentu. Bisa bikin manusia buta" sambung Alya diikuti dengan berhentinya mobil di depan gedung sekolah Alya.
"Makasih ya mang... entar Alya telpon kalau Alya nggak ada yang anter pulang" pamit Alya.
Alya berjalan memasuki gerbang sekolah. Hatinya sudah sedikit terhibur dengan membagi beban kepada mang Ujang.
"Woy!! Nunduk aja, entar kalau nabrak orang gimana?" Tanya Cika yang tiba-tiba datang dan menepuk lembut pundak Alya.
"Lo yang nggak liat jalan" ujar Alya, disusul dengan Cika yang oleng karna menyenggol tubuh seseorang.
Alya berderai tawa melihat Cika yang berusaha membantu mengambil buku yang terjatuh karna ulahnya. Batin Alya berkata, kejadian yang hampir sama yang pernah ia alami bersama Stevan. Saat hujan, saat ia memberanikan diri mengguyur tubuhnya dengan hujan lagi.
"Eh, kasian ya... sekarang dibuang sama Stevan"
"Iya, mana ternyata selama ini Stevan cuma kasihan lagi ke dia... kan sakit ya"
"Makanya jadi cewek jangan sok cantik, sok jual mahal ke cowok. Mana dingin banget"
Cibiran para fanclub Stevan menghujani Alya yang tengah berdiri di lokernya.
"Ehh... dasar cabe-cabe nggak tau diri. Udah lo sana pergi! Hobi banget ngurusi urusanya orang" cemooh Cika.
"Enak aja lo bilang kita cabe. Temen lo tuh yang Cabe! Keganjenan pake deketin Stevan segala"
"Yang deketin Stevan siapa juga coba? Orang cowok kumel kayak dia ngapain dideketin? Mata kalian aja yang rabun. Orang masih banyak kok cowok yang lebih ganteng dari dia"
"Lo tega banget ngomong gitu ke temen lo" tiba-tiba suara Stevan terdengar di telinga Cika. Membuat Cika bergidig ketakutan. Alya justru segera mengambil buku-bukunya, agar segera meninggalkan tempat itu.
"Eh... emang lo kan kumel" Cika tersenyum dengan paksaan. Di samping Stevan terlihat ada Keyra yang senantiasa menggandeng lengan Stevan.
"Gue duluan ya Cik!" Pamit Alya yang segera meninggalkan mereka.
"Eh Van, lo tau nggak orang Goblok?" Tanya Cika sebelum meninggalkan loker.
Stevan menaikan sebelah alisnya.
"Orang yang lagi berdiri dihadapan gue" ujar Cika lalu segera berlari mengejar Alya.
Alya memasuki ruang kelas, berjalan menuju tempat duduknya. Sebuah novel ia keluarkan dari dalam tasnya lalu ia baca dengan seksama.
"Cie, yang kemarin adu mulut sama Stevan" salah seorang teman jahil Stevan duduk diatas meja, lalu memainkan rambut Alya.
Alya berdecih kesal.
"Lo liat nggak? Tadi pagi Stevan datang bareng Keyra, mana gandengan tangan lagi... mesra banget tau" sambungnya, diikuti dengan tawaan dari beberapa teman jahil lainnya
"Gue denger dia udah ngebuang lo ya? Kasian amat sih... padahal nih ya, lo itu lebih cantik dari Keyra! Gue beneran. Mending lo sama gue aja" lanjutnya dengan menyentuh wajah Alya lembut.
"Itu mulut apa keran bocor sih? Nyerocos mulu!" Bentak Alya yang sudah tak tahan.
Tak lama kemudian, guru mata pelajaran datang, membuat seluruh siswa kembali duduk di tempat mereka masing-masing. Alya mengikat rambutnya, karna merasa jijik bila harus di sentuh oleh teman usil Stevan.
*****
"Alya!! Gue mau ngomong sama lo" seseorang menghampiri mejanya. Tak perlu repot-repot Alya menatap orang itu. Ia muak dengan orang itu. Alya merapikan bukunya, memasukkan buku tersebut ke dalam tasnya, lalu pergi.
Stevan menahan lengan Alya, menahan Alya agar bisa berbicara dengannya.
"Alya!! Gue mau ngomong sam--"
"Maaf, emang kita kenal? Sebelumnya gue nggak pernah liat lo. Lo murid baru? Tapi lo kok bisa tau nama gue? Dan asal lo tau, gue nggak punya waktu buat orang yang cuma kasian sama gue" ujar Alya lalu meninggalkan kelas itu.
Stevan sadar, tak seharusnya ia mengatakan hal itu kemarin. Ia tak tahu kenapa ia bisa seemosi kemarin kepada Alya. Harusnya ia bisa menahan emosi itu. Apa api cemburu telah membakar hatinya? Tapi, dengan begitu Alya tak lagi diganggu Keyra, dan Alya tak akan terluka lagi.
"Lo selangkah lebih jauh dari gue" gumam Stevan.
Alya bergabung di meja kantin yang telah diisi oleh Arga, Cika dan Alan. Entah kenapa, akhir-akhir ini Cika sering bersama Arga. Entah apakah mereka pacaran, ataupun apa, hal itu bukanlah urusan yang harus diketahui Alya.
"Gue denger lo kemarin adu mulut sama Stevan?" Tanya Arga memecahkan keheningan. Cika menatap Arga dengan melotot seperti matanya hendak keluar dari tempatnya. Yang ditanyai justru tersedak minuman. Dan yang dibahas tanpa sengaja melewati meja mereka, bergandengan tangan bersama Keyra.
"Piwwwit, sosweet ae lo" tegur Cika dari meja itu, namun tak mendapat respon dari Stevan.
"Songong amat Van!" Pekik Cika dengan suara yang dibuat-buat.
"Apaan sih Cik. Cari gara-gara mulu lo sama Keyra" tegur Arga.
"Biarin" ketusnya.
"Jadi, bener?" Tanya Arga.
Alya mengangguk pelan lalu kembali menyantap makanannya.
"Seenggaknya dengan begitu Keyra nggak ganggu Alya lagi" gumam Alan.
"Bener tuh apa kata Alan" sambung Cika.
Alya tersenyum hambar, lalu bangkit meninggalkan meja itu tanpa berpamitan.
"Lo sih Cik, punya mulut nyerocos mulu. Orang lagi terpuruk, bukannya dihibur juga" gerutu Arga sembari mengacak-acak rambut Cika.
"Eh kan Alan yang mulai duluan" ujar Cika menunjuk Alan yang asik menyeruput minuman miliknya.
"Lah, kok malah gue? Kan yang ngungkit masalah kemarin Arga" sahut Alan.
Mereka bertiga saling bertatapan, hingga akhirnya berbantah argumen. Namun bukan untuk menjadi musuh, tetapi untuk mempererat ikatan pertemanan mereka.
*****
"Besok lo pulang?"
"Iya besok gue pulang, jam 9 pagi paling udah sampe di bandara, kalau nggak ada halangan sih"
"Gue ikut mang ujang jemput ya?"
"Kenapa nggak bareng Stevan aja?"
"Nggak! Nanti kalau lo udah sampe rumah baru gue cerita semuanya. Gue masuk kelas dulu ya! I miss you my sister"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Ficção Adolescente"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...