"Lo kenapa sih ngelempar Alya segala?"
"Iya... kan lo tau sendiri, Alya itu siswa istimewa di sekolah ini. Pulang balik keluar kota, sampe keluar negeri bawa piala dan naikin derajat sekolah"
"Lo nggak bisa nendang dia keluar dari sekolah ini Key"
Begitulah gerutu teman grup elit Keyra.
"Dia sih ganjen banget! Mana pake deketin Stevan segala. Malahan mereka serumah" ujar Keyra dengan nada tinggi.
"Key. Gue mau ngomong sama lo" tiba-tiba seorang lelaki dengan suara berat yang membuatnya begitu menarik. Belum lagi dengan wajah tampannya datang menghampiri Keyra.
"Jadi adik kelas sopan dikit sama kakak kelas kenapa sih?" Gerutu salah seorang teman Keyra.
"U-udah biaran! Lo mau bicara sama gue tentang apa?" Tanya Keyra kepada lelaki itu.
"Two's company; there's a crowd"
Keyra memberi isyarat kepada ke tiga temannya agar meninggalkan dirinya bersama adik kelas itu.
"Jadi hmm..."
"Alan" tukas adik kelas yang bernama Alan itu.
"Oke, Alan, lo mau bicara apa?" Tanya Keyra.
"Lo bisa jauhi Alya? Karna menurut gue lo itu ancaman besar buat Alya. Lo itu bentuk bahaya buat Alya" jelas Alan.
"Hmm... jadi lo juga korban cewek ganjen itu?" Tanya Keyra dengan angkuh.
"Dia lebih baik dari lo. Jangan bilang dia ganjen" bentak Alan.
"Oke... oke, santai. Denger ya, gue nggak bakalan jadi bahaya buat Alya kalau dia nggak ngerayu Stevan. Lo tau, selama ini, nggak ada cewek yang berani ngerebut Stevan dari gue. Karna Stevan itu milik gue dan selamanya akan jadi milik gue. Kalau lo mau gue lepasin Alya dari bahaya, lo harus buat Alya ngejauh dari Stevan atau sebaliknya. Lo ngerti maksud gue kan?" Keyra bangkit meninggalkan Alan yang masih mematung di tempat itu.
*****
Gelap. Itulah yang Alya rasakan saat ini. Namun, Alya tak ingin terlalut dalam kegelapan itu lebih lama lagi. Ia membuka matanya perlahan, berusahan mengumpulkan seluruh kesadarannya. Matanya mengerjap beberapa kali memperjelas pandangannya.
"Auuuww" Alya meringis kesakitan saat berusaha bangun. Kepalanya berdenyut cukup kuat. Sakit memang yang Alya rasa dikepalanya saat ini. Terasa berat juga terasa pusing.
"Alya?Alya?" Suara Stevan bergema di telinga Alya. Stevan menghembuskan nafas lega ketika melihat Alya yang sudah sadarkan diri.
"Gue tidur?" Tanya Alya dengan polos menatap Stevan yang duduk di samping ranjang.
"Pingsan Al! Tadi Keyra ngelempar lo pake bola basket, mana kenceng baget lagi" jelas Stevan.
"Lo nggak becus jaga Alya Van! Setiap Alya di dekat lo bukannya aman tapi justru ada di zona bahaya" sambung seorang lelaki yang bersandar di ambang pintu ruang UKS, yaitu Alan.
"Maksud lo apaan? Gue juga udah berusaha buat jaga dia! Lo nggak usah ikut campur urusan gue deh!" Jawab Stevan dengan nada yang agak di tinggikan.
"Lo harusnya sadar, kalau lo itu udah menjerumusin Alya kedalam lubang bahaya. Dan lo... lo nggak bisa jaga dia dari bahaya itu" ujar Alan santai sembari mendekati tubuh Stevan
"Apaan sih kayak anak kecil" Alya berusaha menenangkan keduannya, namun ia tak bisa banyak bergerak karna kondisinya yang belum pulih sepenuhnya.
"Terus mau lo apa? Lo mau lo yang jagain dia? Karna lo temen deketnya? Karna lo yang udah lama kenal Alya? Gitu?" Tanya Stevan menantang.
"Kalau lo tanya gue mau apa, gue cuma minta satu hal. Jauhi Alya. Kalau lo emang sayang sama Alya, harusnya lo udah jaga jarak sama Alya. Karna semakin lo deket Alya, semakin Keyra menyakiti Alya" kata-kata itu membuat Stevan terdiam seribu bahasa, karna apa yang Alan katakan masuk diakal Stevan.
Sesaat kemudian, kesunyian menenggelamkan ruangan itu. Mereka membungkam diri masing-masing, memikirkan perasaan masing-masing, mencari jalan masing-masing. Tak ingin saling bertatapan, merekapun menundukan kepada sedalam mungkin. Menenggelamkan pikiran mereka pada perasaan mereka.
"Alya!! Lo udah ba..." tiba-tiba Cika datang dan tak melanjutkan kalimatnya saat melihat mereka yang kini saling diam, dingin, tak seperti biasanya.
"Kalian baik-baik aja?" Tanya Cika.
Alan berjalan keluar sembari mengangkat tangannya yang membentuk huruf 'o' dengan mempertemukan jari telunjuk dengan ibu jarinya.
Stevan masih menunduk.
Alya masih menatap kosong langit-langit.
Sedangkan Cika masih bingung dengan apa yang terjadi.
"Kenapa sih Van? Cerita kek"
"Nggak papa"
"Gue anter pulang yuk Al" ujar Stevan kepada Alya.
"Gue disini aja. Udah mendingan kok" jawab Alya datar.
"Yaudah gue ke kelas dulu. Biar Cika yang nemenin lo. Kalau butuh sesuatu telfon gue" pamit Stevan yang hanya mengelus lembut kepala Alya, lalu pergi.
"Kalian Aneh tau" ujar Cika yang kini duduk di samping Alya.
"Kenapasih? Gue kepo banget nih" rengek Cika.
Alyapun menceritakan semua yang telah terjadi di ruangan itu. Toh, itu adalah Cika yang merupakan sahabatnya, tempatnya mencurahkan isi hati, tempatnya bersandar, tempatnya berbagi segala hal tentangnya, juga tentang mereka.
Saat jam ke-enam pelajaran, Alya kembali memasuki kelasnya dengan wajah yang masih pucat, juga dengan jalan yang sempoyongan. Ia berjalan menuju tempat duduknya. Masih sama guru masih belum mengisi kelas itu. Sepertinya rapat pergantian kepala sekolah masih berjalan. Mengorbankan jam-jam pembelajaran untuk siswa. Dan membuat siswa yang lain menikmati hal seperti ini. Kecuali Alya.
"Eh Al, kepala lo kenapa? Nabrak tiang apa nabrak cowok? Kok sampe di perban sih?" Pekik salah seorang teman jahil Stevan di kelas itu.
Alya hanya menatap sinis kepada lelaki itu. Yang ditatap malah mati kutu diam ketakutan.
"Lo kenapa?" Tanya Gilang yang menghampiri meja Alya.
"Nggak" jawab Alya mengamati hujan yang hendak ditumpahkan mendung.
Gilang memberikan selembar kertas yang bertuliskan "lo harusnya bisa jaga jarak dari Stevan. Gue udah bilang berapa kali ke lo. Stevan itu zona bahaya. Cewek lain aja udah mundur dari awal. Karna mereka tau, mereka akan senasib dengan lo" setelah itu Gilang meninggalkan meja Alya.
"Tapi gue udah terlalu jauh melangkah. Sayang kalau dibuang. Karna setiap keinginan yang ingin dicapai, tak mungkin didapatkan dengan mudah. Semuanya butuh kerja keras dan perjuangan. Masa gue harus balik lagi? Tapi kayaknya Stevan juga masih keikat sama Keyra. Hm... harusnya gimana?" Batin Alya yang kini meremas kertas itu.
Sesaat kemudian Alya bangkit dengan membawa tasnya. Meninggalkan kertas itu dimejanya, juga meninggalkan kelasnya tanpa ada yang tahu kemana dia akan pergi. Meski kepalanya masih terasa berat, dia tetap memaksa berjalan keluar dari kelas itu.
"Alya! Kamu mau kemana?" Tanya seseorang dari belakangnya. Membuatnya harus menghentikan langkahnya.
Alya memutar badannya dan melihat siapa yang bertanya padanya saat itu.
"Om C-charlie?" Pekik Alya tak percaya.
A/N : gimana nih masih seru? Masih mau lanjut? Atau udah berenti aja? Maunya si Alya sama Stevan atau sama Alan? Kalau aku senengnya sama Alan deh. Mau endingnya happy atau sad?
Jangan lupa Vote and Comment :) jangan lupa juga kasih saran buat ceritanya :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Fiksi Remaja"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...