"Om Charlie kok nggak bilang kalau udah balik kesini lagi?" Tanya Alya yang kini duduk diruang kepala sekolah.
Lelaki yang ia panggil dengan nama Charlie adalah paman Alya yang dulu sempat menjadi kepala sekolah di sekolah itu. Namun sudah dua tahun ini lelaki itu pergi meninggalkan sekolah itu dengan alasan mengejar pendidikan lagi. Padahal jika dipikir-pikir, sekolah itu dapat maju juga karna usaha lelaki itu.
"Udah sekitar tiga hari sih. Soalnya sibuk rapat pergantian kepala sekolah lagi. Itu kepala kamu kenapa?"
"Eh... anu.. hmm.." Alya tak tahu harus menjawab apa. Karna kini ia berhadapan dengan orang jenius. Sedikit saja kesalahan dalam menjawab, maka terbongkar semua sudah apa yang Alya alami saat ini.
"Anu apaan?"
"N-nabrak t-tiang"
"Masa nabrak tiang sampe di perban gitu? Alya yang om kenal itu nggak pernah bohong"
"Aduhh gimana nih? Nanti kalau om Charlie malah ngasih Keyra hukuman gimana? Atau malah kebongkar semua masalah gue gimana? Aduh... musti dipinterin nih.. aduhhh maaf om, Alya terpaksa bohong dulu... maaf, jangan marah ya om" batin Alya.
"I-iya tadi ketabrak tiang, terus Alya pingsang dan kata temen Alya, kepala Alya tambah kebentur pot bunga gitu, jadi luka dan berdarah" jawab Alya berbohong, walaupun bagian yang menyebut kepalanya terbentur pot adalah kebenaran.
"Hmm... yaudah pulang aja. Istirahat. Masih sakit kan? Om yang antar kamu pulang ya?"
"Nggak usah om. Alya mau belajar aja"
"Percuma! Hari ini nggak akan belajar. Mungkin besok baru aktif kembali kegiatan belajar-mengajarnya"
"Eh.. anu hmm.. Alya nunggu temen Alya aja"
"Yaudah kalau gitu. Oh iya, Arina sama Bayu gimana kabarnya? Masih langgeng kan?"
"Alhamdulillah masih om. Sekarang mereka lagi ada proyek di Singapura gitu"
"Loh... terus kamu di rumah sama siapa? Sendiri?" Om Charlie tampak begitu cemas.
"Enggak. Kan ada Stevan yang ja--" Alya tersadar ia baru saja membuka clue untuk Charlie. Alya membungkam mulutnya tak melanjutkan kalimatnya. Matanya melotot terkejut saat mulutnya mengucapkan kalimat tersebut.
"Stevan? Siapa? Laki-laki? Serumah sama kamu?" Tanya Charlie penuh dengan nada interogasi.
Alya hanya diam tak mampu menjawab semua petanyaan itu.
Tak lama kemudian ponsel Charlie berdering, membuat Charlie harus menjawab panggilan itu terlebih dahulu.
"Alya, ngobrolnya kita lanjut kapan-kapan ya. Om Charlie harus balik ke rapat lagi. Kamu hati-hati aja di rumah ya" ujar Charlie.
"Iya om. Begitu pun om Charlie ya... semangat rapatnya" ujar Alya memberi semangat kepada Charlie saat mereka telah keluar dari ruangan itu.
Charlie merasa beruntung mempunyai keponakan yang kuat seperti Alya dan Arina. Hidup tanpa kasih sayang kedua orangtua, tetapi tetap tegar menjalani kehidupan. Bahkan biasa Charlie mendapat pelajaran hidup dari mereka.
Alya berjalan melewati koridor yang telah dipenuhi siswa bersama tas mereka masing-masing.
"Emang udah bel? Kok mereka pada bawa tas semua? Apa ngikut gue yang mau bolos? Eh tapi om Charlie tadi bilang kalau hari ini juga nggak ada pelajaran. Mungkin udah ada pengumuman kali" batin Alya.
Di luar sana mendung masih senantiasa menunggu Alya agar cepat keluar dari gedung dan terguyur kenangan lagi. Kenangan yang telah habis terbakar menjadi abu, lalu tersiram oleh air hujan. Mengalir kesana-kemari tanpa tujuan lalu kembali menguap menjadi hujan lagi dan bersatu dengan bisikan-bisikan kenangan manis maupun pahit. Bukan hanya menghujani tubuh, tapi juga tembus kedalam pikiran juga perasaan.
"Alya, ikut gue" tiba-tiba Stevan menarik lengan Alya dengan lembut namun tak ingin melepaskan lengan Alya. Alya sudah berusaha melepaskan lengannya dari tangan Stevan, tapi tak kunjung Stevan lepas. Stevan tetap menuntun Alya mengikuti langkah kakinya berjalan. Memaksa Alya untuk mengikuti dirinya. Hal itu membuat siswa lain mengamati dua orang yang termasuk most-wanted di sekolah itu. Tatapan penuh tanda tanya tergambar di wajah mereka. Dua orang most-wanted berjalan bergandengan tangan, dimana sang lelaki dikabarkan tengah dekat dengan Keyra sang penguasa, namun kini ia menggandeng tangan perempuan lain yang merupakan pendatang.
"Van apaan sih lo? Lepasin! Jangan maksa orang dong. Kalau gue nggak mau ya lepasin Van!!" Pekik Alya membuat Stevan menghentikan langkahnya.
Alya menepis tangan Stevan.
"Lo apa-apaan sih?" Bentak Stevan.
"Lo yang apaan! Narik orang semau lo sendiri"
"Gue cuma mau mastiin lo nggak pulang sendirian mana hujan. Jadi gue bawa lo, gue masih mau rapat osis dulu"
"Yaudah rapat aja. Gue bisa naik angkot kok atau telfon mang Ujang. Lo tinggal ngomong aja ribet amat sih. Pake narik-narik gue. Lo kira gue boneka apa? Lo bawa kesana kemari seenaknya. Lo urusin aja tuh Osis lo" bentak Alya memancing emosi Stevan.
"Eh lo kok malah nyolot sih? Gue kan niatnya baik mau jaga lo, tapi kok lo malah kayak gini? Lagian lo itu udah kak Arina titip ke gue. Jadi gue punya hak buat ngelarang lo ini itu"
Mereka terlibat adu mulut. Membuat siswa yang berada di koridor itu melihat dan mengerubuni mereka berdua.
"Ha? Kak Arina cuma nitip gue. Nggak ngasih gue ke lo. Lagian lo itu siapa? Ha? Siapa? Lo itu bukan siapa-siapa buat gue. Lo cuma orang yang kak Arina suruh buat jaga gue. Nggak lebih" kata-kata itu semakin membuat emosi Stevan naik.
"Lo nggak tahu terimakasih ya? Lo tau kenapa gue mau jaga lo? Gue kasian sama lo! Lo itu kayak nggak punya temen. Selalu sendiri. Orang-orang juga nyinyir lo karna sikap dingin lo. Lo kira gue tulus jaga lo? Nggak! Gue cuma kasian sama lo. Lagian kalau bukan adiknya kak Arina, gue juga nggak bakal mau terima tawaran Bayu. Lo sadar diri Al" kata-kata itu terucap dengan sendirinya dari mulut Stevan.
Alya menatap sayu mata Stevan. Matanya panas, air bah yang hangat keluar dari mata Alya. Tanpa sadar ada sesuatu yang tergores begitu dalam dihati Alya. Tangisan, tak dapat Alya hindari saat mendengar ucapan Stevan. Alya menghapus air matanya lalu berlari, berlalu meninggalkan Stevan.
Stevan yang tak sengaja mengucapkan kalimat itu, berusaha menahan Alya. Namun, ia tahu ia telah menyakiti perasaan Alya. Menyakiti dengan sangat dalam.
Banyak yang terkejut melihat mereka beradu mulut. Pasalnya Alya terkenal pendiam dan dingin. Sedangkan Stevan terkenal dengan kelembutannya terhadap perempuan. Hal itu yang membuat Stevan memiliki banyak fanclub. Namun kini Stevan bertindak kasar kepada Alya. Tak banyak juga yang terkejut dengan kejadian itu. Kebanyakan dari mereka berfikir, memang seperti itulah mereka yang berhadapan dengan Alya. Dan perempuan seperti Alya memang layak mendapat perlakuan seperti itu.
"Thanks selangkah lagi yang membuat gue sadar, gue harus ngejauhi lo. Gue sadar ternyata selama ini lo cuma kasihan sama gue. Dan ternyata perasaan yang lo ungkapin ke gue cuma kebohongan. Gue harusnya sadar lebih awal. Thanks udah mau kasihan ke gue. Thanks udah ngenalin gue sama Cinta juga sama sakit hati" batin Alya menangis tak karuan.
A/n : hai! Hai!! Alya sama Alan aja ya, biar si Keyra seneng sama Stevan, dan biar Keyra nggak muncul di kehidupannya Alya :v
Sebenarnya aku nggak seneng sama Keyra! Soalnya ganjen banget, tapi kan namanya juga cinta. Kita rela melakukan apapun untuk cinta kan kan??😂Jangan lupa Vote and Comment :)
Biar ceritanya tetap lanjut, dan biar si author jadi tetap semangat nulisnya ;)Maaf kalau telat-telat publishnya🙏 karna Author juga punya kesibukan lain :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Novela Juvenil"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...