Setelah tiga hari Alya sadar dari komanya, Alya diperbolehkan pulang walaupun dia harus menggunakan kursi roda karena kakinya belum pulih. Selama tiga hari juga Alya kembali dingin kepada semua orang. Kembali pada Alya yang sendiri.
Alya terbaring di kamarnya, mendapati hujan masih saja menghujani bumi juga menghujani hatinya.
"Kak Arinaaaa" pekik Alya dari kamarnya.
Dengan cepat Arina menghampiri Alya. "Bawa gue ke luar kamar dong. Hujannya bising. Bikin emosi" ujar Alya.
"L-lo di sini aja, lagian ngapain di luar? Kan sama aja"
"Ada yang baru gue sadar dari hujan"
Arina mengangkat alisnya.
"Hujan itu menjengkelkan. Selalu menurunkan kenangan gue sama Stevan. Gue jadi terikat sama Stevan terus. Kenapa hujan setega itu sih? Kalau hujan mau gue nggak lupain Stevan, kenapa hujan nggak ngetemuin gue sama Stevan aja sekalian? Biar gue tambah sayang sama Stevan, biar gue nggak lupa sama stevan. Kalau gini terus gue yakin, gue sendiri bakal gila Rin. Lo nggak mau punya adik gila kan?"
Arina menggelengkan kepala.
"Ketemuin sama Stevan Rin"
Arina mendorong kursi roda Alya, membawa Alya keluar dari kamar.
"Tunggu, tunggu berhenti dulu. Siapa yang masuk ke kamarnya Stevan? Bukannya lalu udah gue kunci? Kok kebuka? Siapa yang buka? Entar kalau barang-barangnya hilang gimana? Kan gue udah bilang jangan kasih orang lain masuk. Kalau ada yang nginep suruh tidur di kamar gue aja. Jangan di kamar ini" gerutu Alya saat melihat kamar yang dulu Stevan gunakan sedikit terbuka pintunya. Dan dia yakin ada orang yang memasukinya.
Alya langsung menggerakkan kursi rodanya memasuki kamar itu untuk memastikan tidak ada barang yang hilang. Namun baru juga ia buka pintunya, air matanya sudah berhamburan membasahi pipi. Baru juga ia melihat belakangnya, ia sudah terisak tangis. Bagaimana jika dia melihat senyumnya? Bagaimana jika dia mendengar suaranya? Seorang lelaki tengah duduk membelakangi Alya mengarah menuju balkon. Seorang lelaki yang sudah Alya tunggu. Lelaki yang membuat Alya hampir gila. Lelaki yang membuat Alya tak sanggup ditinggalkannya.
"Gue tau apa yang mau lo lakuin" ujar lelaki itu.
"Lo mau marahi gue kan? Lo mau nendang gue? Lo mau nampar gue? Lo mau mukul gue?" Ujar Stevan yang kini menghampiri Alya.
Alya menggelengkan kepalanya. Ia tak bisa berbicara apa-apa. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis. Air matanya keluar dengan deras membasahi pipinya. Dibelakang sana sudah berdiri Cika, Arga, Alan, Sisi, Arina, juga Bayu. Mereka melihat moment-moment berharga itu dengan haru juga bahagia.
"Lo mau ngapain gue? Gue terima sekarang. Gue jahat kan Al? Gue nggak bisa bikin lo bahagia. Gue minta maaf ninggalin lo kayak gini. Gue minta maaf bikin lo jadi kayak gini. Gue minta maaf" ujar Stevan berjongkok menyejajarkan diri dengan Alya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Teen Fiction"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...