Hari ini kembali seperti dulu, dimana Alya akan berangkat bersama dengan Stevan kesekolah. Yang beda kali ini adalah kali ini mereka tak segan untuk mengumbar kemesraan. Sekalipun Keyra menghadang, mereka tak menghiraukannya. Ya, seperti itulah manusia saat sedang jatuh cinta. Merasa dunia milik mereka sendiri.
"Gimana? Materi yang tadi malam aku kasih udah kamu baca?" Tanya Alya. Kesepakatan 'aku-kamu' telah terjadi antara Alya dan Stevan.
"Udah sayang ku... aku udah baca semuanya, dari daftar isi sampe halaman terakhir"
"Emang sampe halaman berapa coba aku tanya?" Tanya Alya berderai tawa.
"Aku bohong... cuma dua bab yang aku baca. Habis ngantuk, nggak ada yang nemenin bicara"
"Sepah mulut gue Van. Bicaranya aku kamu mulu" ujar Alya terkekeh.
"Ahh lo nggak bisa banget di ajak serius Al, nggak asik lo ah"
Alya terkekeh melihat Stevan yang merajuk. Entahlah namun belakangan ini Stevan lebih sering merajuk kepada Alya. Namun hal itu lucu di mata Alya.
"Oh iya Van, nanti kalau Keyra liat kita gimana?" Tanya Alya.
"Bawel banget sih pacar gue"
"Ya... gue nggak mau aja cari masalah sama dia lagi"
"Yaudah hadapi aja, emang ada cara lain? Kita nggak mungkin terus-terusan main di belakang dia kan?" Cibir Stevan.
"Tau ah, ngomong sama lo, nggak ada gunanya"
"Yaudah nggak usah ngomong sama gue"
"Ih, kok jadi lo sih yang marah? Harusnya kan gue" cibir Alya.
"Biarin, lagian lo sih... nggak romantis banget jadi pacar"
"Terus gue musti gimana? Ya kali lo yang udah kenyang gonta-ganti pacar. Gue kan baru pertama kali pacaran" sinis Alya.
"Nggak kok main-main, sini peluk gue dulu. Biar nggak marah lagi" goda Stevan.
"Ogah. Gue nggak mau meluk orang jelek kayak lo" ketus Alya.
"Ih, emang gue jelek? Orang ganteng gini lo bilang jelek? Wahh bentar pulang sekolah kita ke spesialis mata deh, kayaknya rabun mata lo" Stevan terkekeh
"Stevan... nggak lucu" ujar Alya penuh nada manja sembari memeluk tubuh Stevan.
Mereka terlalu sering seperti itu. Saling mengejek, tapi justru itu yang memeperkuat hubungan mereka. Saling mengetahui tentang mereka lebih dalam.
Alya keluar dari mobil menunggu Stevan yang berjalan sangat lambat seperti tuan putri yang takut gaunnya terinjak.
"Van kalau jalan cepetan dong! Lambat banget" ketus Alya.
"Biasanya juga lo kan jalan duluan ninggalin gue" cibirnya.
"Yaudah, gue duluan aja" ujar Alya.
Baru saja Alya ingin meninggalkan Stevan, Keyra sudah datang menghadang mereka. Alya heran, tatapan Keyra tak mengarah sedikitpun padanya justru terarah kepada Stevan.
"Kenapa Key?" Tanya Stevan.
"Gue pengen ngomong, berdua" barulah Keyra menatap dalam mata Alya.
"Alya lo ke kelas duluan aja. Entar gue nyusul" kata Stevan diikuti dengan anggukan pelan Alya.
Kenapa Keyra tidak mencibir Alya? Kenapa dia sekarang setenang itu? Apa yang mereka bicarakan? Atau jangan-jangan Keyra mengadu pada ayah Stevan? Mungkinkah Alya harus menjauh dari Stevan? Mungkinkah mereka harus terpisah? Entahlah yang jelas saat ini Alya tak boleh berpikiran negatif seperti itu. Alya harus berpikiran positif. Dia harus percaya pada Stevan. Dia yakin Stevan tidak akan meninggalkannya begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainfall✔[Completed]
Fiksi Remaja"Hujan yang selalu membawa sejuta kenangan manis dalam setiap tetesnya" --Alya Kaori-- *Cerita ini bukan cerita tentang hujan yang selalu membasahi bumi, namun tentang kenangan yang membasahi ingatan Alya. Tentang kenangan mani...