Chapter 10

9.5K 336 3
                                    

Taksi berwarna biru muda yang sedang melaju membelah ramainya jalanan pada malam hari membawa Lea menuju ke rumahnya. Lea berbohong kepada Bryan tentang kakaknya yang sudah menjemputnya. Tentu saja gadis itu masih kesal. Perempuan mana yang tidak akan kesal jika orang lain membicarakan kekasihnya yang sedang di dekati perempuan lain, apalagi Bryan tidak menyangkal hal tersebut dan hanya diam seolah itu memang benar.

'Misalkan itu memang benar setidaknya Bryan membantahnya, yaa.. setidaknya agar tidak membuat Lea kesal'. Pikir Lea yang membuat gadis itu berdecak sebal mengingat kejadian tadi.

Manik matanya yang fokus memandangi jalanan dari jendela teralihkan ketika ia ingin membaca ulang pesan diponselnya. Lea memang berbohong perihal kakaknya yang sudah menjemputnya, namun soal kakaknya yang menyuruhnya segera pulang memang benar. Lea tidak tahu kenapa kakaknya menyuruhnya untuk segera pulang, lagi pula malam hari adalah waktu Leon bekerja sebagai bartender.

Saat sampai di depan rumah Lea memberikan uang kepada supir taksi kemudian melangkah keluar. Setelah menutup pintu dan berbalik akan memasuki rumah Lea tercenung sejenak. Matanya membulat dengan mulutnya yang terbuka lebar saking senangnya, lantas ia melangkah cepat memasuki halaman rumah. Mobil Jazz warna hitam terparkir rapi di depan rumahnya. Mobil itu adalah peninggalan orang tuanya yang delapan bulan lalu di gadaikan kakaknya.

Dengan cepat Lea membuka pintu rumahnya dan mendapati Leon yang tengah duduk di sofa sambil menghembuskan asap rokok melalui mulutnya. Leon yang menyadari kedatangan adiknya lantas mematikan rokoknya, ia ikut tersenyum senang melihat raut bahagia adiknya.

" Kak.. mobilnya sudah.. " Belum selesai Lea mengucapkan kalimatnya, Leon sudah lebih dulu mengangguk seakan tahu apa yang akan diucapkan adiknya.

" Ini berkatmu juga, uang yang akan kupakai untuk membayar hutang kugunakan untuk menebus mobil peninggalan ayah. Terima kasih sudah membantuku " Leon memeluk adiknya dan Lea mengangguk samar di dekapannya.

Delapan bulan yang lalu, pagi-pagi Lea hendak pergi menggunakan mobil peninggalan orang tuanya namun yang ia dapati hanya garasi kosong. Sontak pikiran buruk mulai memenuhi kepalanya, ia bergegas masuk ke kamar Leon tanpa mengetuk pintu. Kakaknya yang masih tertidur pulas ia bangunkan secara paksa, dan jawaban Leon mengenai mobilnya membuat gadis itu berdecak dan berteriak marah, ia tidak terima mobilnya digadaikan begitu saja tanpa sepengetahuannya, terlebih mobil itu salah satu peninggalan berharga dari orang tuanya. Rasa kecewa dan amarah yang menggumpal tentu saja dirasakan Lea yang mengakibatkan ia tidak mau berbicara dengan Leon selama satu minggu.

Karena adiknya, Leon bisa menyelesaikan hutangnya dan memiliki lagi apa yang dulu menjadi milik mereka. Walaupun ia sempat marah pada awalnya, kini Leon sadar apa yang dilakukan adiknya hingga menjadi pengantin pengganti untuk pria yang tidak di kenal adalah salah satu bukti kehidupan mereka yang kurang menyenangkan dan memiliki keterbatasan. Adiknya yang tidak tahu apa-apa ikut terseret masuk dalam lingkaran hutangnya karena Leon seorang penjudi beberapa tahun silam.

***

Pukul delapan pagi kedua kakak beradik itu sudah berada diperjalanan menuju suatu tempat. Lea yang duduk disamping kakaknya ikut bersenandung kecil tatkala tembang kesukaannya melantun indah, manik matanya terpaku memandangi jalanan dari balik jendela mobil. Leon meliriknya sekilas dan tersenyum samar, setidaknya ia bisa membuat adiknya senang. Begitulah pikirnya..

Dengan balutan pakaian serba hitam keduanya melangkah ke tempat yang sudah lama tidak mereka kunjungi. Lea yang berjalan di belakang kakaknya ikut menghentikan langkah ketika Leon berhenti di makam orang tuanya yang letaknya bersebelahan. Leon berjongkok kemudian mengulurkan tangannya untuk membersihkan batu nisan orangtuanya yang berdebu, Lea juga ikut berjongkok lalu membersihkan daun-daun kering yang jatuh dari pohon yang letaknya tidak jauh dari tempatnya.

Air mata menggenang dipelupuk mata Lea ketika gadis itu teringat kebersamaan dengan ayah dan ibunya sewaktu mereka masih ada, ia juga teringat bagaimana sedihnya ketika orang tuanya mengalami kecelakaan yang berakhir merenggut nyawa keduanya.

Lea menghapus air mata yang menggenang di sudut matanya dengan ibu jari usai ia dan kakaknya selesai mendo'akan orang tua mereka. Lea dapat menangkap gurat kesedihan dan rasa bersalah yang tergambar jelas di wajah sang kakak. Namun gadis itu hanya ikut terdiam dan mengalihkan pandangannya ke batu nisan bertulisakan nama orang tuanya.

Tidak lama berselang Leon berdiri dan mengajak Lea untuk segera kembali. Gadis itu ikut berdiri dan berjalan di belakang kakaknya.

Seperti sudah menjadi kebiasaannya, gadis itu selalu termangu dengan pandangan mengarah ke jendela ketika mobil yang membawanya pergi sedang melaju. Pandangannya menerawang jauh hingga ingatan pertemuannya dengan Dean kemarin malam berputar lagi di otaknya yang menyebabkan gadis itu merasa tidak nyaman.

'Semoga ia tidak pernah bertemu dengan pria itu lagi', batin Lea menggumamkan sebuah keinginan yang ia semogakan.


.   .    .    .     .

Untuk yang penasaran dengan interaksi Dean dan Lea sudah terjawab di chapter 9 walaupun part mereka hanya sedikit.

Fyi, cerita Married with Player ini akan aku update seminggu dua kali

Jangan lupa vote dan comment-nya yaa ^^

Terima kasih ~


Married With PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang