Hai semuanya
Sebelumnya aku mau mengucapkan terima kasih banyak untuk yang sudah membaca ceritaku dan juga memberikan vote dan komen. Aku seneng kalau kalian komen karena aku jadi semangat untuk lanjutin cerita tapi kadang aku nggak sempet dan agak bingung mau nulis apa jadi aku update nya lama. Tapi aku berusaha untuk cepet update biar cerita ini cepet selesai dan aku bisa lanjut ke cerita baru.
Happy Reading ~
.
Dean mendorong kursi roda yang diduduki Lea melewati koridor rumah sakit. Lea sudah diperbolehkan pulang namun kesehatannya belum sepenuhnya pulih sehingga ia masih harus beristirahat penuh. Sejak dokter memberitahu keadaannya yang sebenarya, Lea tidak berbicara hingga saat ini, ia juga sering terlihat termenung dengan tangan yang bergerak pelan untuk mengelus perutnya yang sudah kosong. Lea benar-benar kehilangan.
Suara tangisan kencang seorang bayi yang ada dalam gendongan ibunya ketika mereka berpapasan membuat Lea tersentak dan menatap bayi itu sejenak kemudian ia menunduk. Dean yang menyadari gelagat Lea menghela napas pelan dan merasa iba, ia tentu juga merasa kehilangan sama seperti apa yang Lea rasakan namun melihat Lea seperti ini malah membuat hatinya mencelos.
Dengan cepat Dean membawa Lea menjauh dari suara bayi tersebut agar kesedihan Lea tidak semakin berlarut-larut.
***
Dean memasuki kamar Lea yang hanya bercahayakan dari sinar lampu yang temaram dari lampu tidur diatas meja nakas. Lea sedang bersandar dikepala ranjang dengan pandangan menerawang sebelum Dean memasuki kamarnya yang ia lihat melalui celah pintu kamar Lea yang tidak tertutup rapat. Begitu Dean memasuki kamar Lea, perempuan itu meliriknya sesaat dengan pandangan yang sulit diartikan lalu mengalihkan pandangannya kearah lain dan beringsut menurunkan punggungnya dari kepala ranjang kemudian berbaring menyamping memunggungi Dean.
" Tinggalkan aku sendiri " Kalimat yang Lea ucapkan untuk Dean setelah berhari-hari dirinya bungkam.
Dean menghela napas kasar sebelum akhirnya menuruti permintaan Lea dan beranjak meninggalkan kamar Lea.
Lea tidak marah pada Dean, ia hanya butuh waktu sendiri. Ia sedang tidak ingin ada siapapun.
.
Lea membuka matanya merasakan usapan pelan dipuncak kepalanya dan sinar matahari samar-samar sudah masuk melewati ventilasi di kamarnya. Lea mengernyitkan dahinya mendapati Dean yang juga berbaring dihadapannya dengan matanya yang sedang menatapnya intens. Usapan tangan Dean dipuncak kepalanya berhenti.
" Kenapa kau disini ? " Lea merubah posisi tubuhnya menjadi terlentang dan pandangannya menatap langit-langit kamar.
" Kau menyelinap masuk ke kamarku ? " Tanya Lea tanpa menatap Dean.
" Aku mendengarmu menangis ketika kau sedang tidur, aku khawatir terjadi sesuatu jadi aku masuk kekamarmu "
" Aku menangis dalam tidur ? " Lea bergumam sangat pelan namun Dean masih bisa mendengarnya
" Itu karena kau terlalu memikirkannya "
" Memang wajar jika kau akan sedih dan menjadi pikiran tetapi meratapi kesedihan hingga berlarut-larut juga bukan hal yang tepat " Tambah Dean.
Lea menghela napas pelan lalu menoleh menatap Dean dengan heran, " Apa kau tidak merasa kehilangan ? ".
" Tentu saja aku merasa kehilangan dan sedih tapi aku sadar meratapi sesuatu yang sudah tiada tidak akan membuatnya menjadi lebih baik. " Dean mengusap pipi Lea dengan lembut sebelum beranjak dari tempat tidur.
" Ayo turun, kau harus makan, kau belum makan dari kemarin "
***
Dean memperhatikan Lea yang sedang duduk termenung dengan pandangan lurus kedepan dengan tatapannya yang tampak kosong dari balik jendela kaca besar yang langsung mengarah ke taman. Sudah dua hari Lea melakukan hal yang sama dan sudah dua hari pula nafsu makannya menghilang. Dengan paksaan Dean dan bujukan bibi Alice Lea akhirnya mau makan walaupun hanya beberapa suapan.
Satu tetes air mata jatuh tanpa diinginkan, ibu jari Lea bergerak pelan untuk menghapusnya. Semilir angin yang menerpa disertai suara gemericik air dari kolam yang tidak jauh dari tempatnya duduk menciptakan separuh rasa kegelisahan yang masih tersisa dalam diri Lea semakin menyeruak dan membuatnya semakin larut kedalamnya.
' Kenapa takdir ini menimpaku ? '
' Derita ini seolah tiada habisnya. Kedua orangtuaku pergi untuk selamanya begitupun dengan bayiku '
' Aku merelakan masa mudaku dan meninggalkan seseorang yang pernah hadir dalam hidupku untuk pernikahan yang tidak pernah aku bayangkan, dan mungkin tidak pernah aku harapkan '
' Saat bayi dalam kandunganku menjadi alasanku untuk bertahan, takdir berkata lain '
' Lalu untuk apa lagi aku masih berada dalam pernikahan ini ? '
' Haruskah aku pergi dan kembali pada kehidupanku yang dulu lalu memulai semuanya lagi dari awal ? '
Bulir air mata Lea justru semakin deras seiring dengan pikiran yang berputar-putar dikepalanya dan ia segera menghapus air mata kesedihan itu dengan kedua tangannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Player
RomanceBagi Lea, pernikahan adalah hal yang belum perlu terlalu jauh untuk dipikirkan apalagi dilakukan bagi remaja 18 tahun seperti dirinya. Menikah dengan seorang player seperti Dean sama sekali belum pernah terlintas di benaknya. Namun, karena ulah kaka...