"Vindy! Kamu denger gak---"Kringg.. Kringg.. Kringg..
Sentakan guru matematika bernama Bu Tuti itu terpotong oleh bel sakti penyelamat dari sekolah. Vindy yang awalnya memasang wajah kaget karna ketahuan tidur saat pelajaran sontak saja menaikkan kedua sudut bibirnya membentuk senyum kemerdekaan.
"Denger bu, bel istirahat kan?" Kata Vindy kelewat senang membuat beberapa teman sekelasnya terkikik geli.
Hanya beberapa karna yang lain malah dongkol dengan sikap Vindy yang sok cantik. Yeuu.. emang cantik.
Sementara Bu Tuti selaku manusia biasa yang hanya bisa pasrah karna terkalahkan oleh dering bel istirahat sontak menghembuskan nafasnya kasar. Pengen sebenernya jambak rambut Vindy yang panjang dan gak diiket, tapi takut jadi kasus nanti jadinya.
"Ya sudah, untuk sepuluh nomor berikutnya kalian kerjakan di rumah. Dan kamu Vindy---" Bu Tuti menunjuk Vindy yang memasang wajah dramatis ala-ala tersangka pembunuhan.
"Kamu bawa buku ibu ke kantor."Tak ada bantahan, karna selanjutnya guru subur berkacamata di lubang hidung itu langsung melenggang pergi keluar dari kelas tanpa mengucapkan apa-apa. Emang minta di sleding kelakuan tuh guru. Seenaknya pergi tanpa kata gitu aja, sakit tau ditinggalin gitu aja.
"Halah bangsat! Istirahat lima belas menit aja disuruh ke kantor!" Gerutu Vindy.
Gadis itu membereskan buku-buku milik Bu Tuti dengan sembarangan. Boso amat kagak urut abjad atau diurutin berdasarkan tahun penerbitan. Yang penting nih buku bisa sampe ke ruang guru dan Vindy bisa langsung terbang ke kantin.
"Santai bitch, ntar kalo rusak lo disuruh ganti tuh buku sialan."
Mendengar seruan dari Shira membuat Vindy menoleh dan langsung menatap tajam sahabat sebangku sebangsatnya itu. Ini semua salah Shira yang tidak membangunkan Vindy ketika Bu Tuti meliriknya, alhasil Vindy jadi kena hikmahnya. Salah Vindy juga sih sebenernya.
"Diem lo bangsat!" Ketus Vindy.
"Astagfirullah.. Vindy mulutnya minta dilaporin Pak Tri." Ucap Syahrul selaku ketua kelas.
"Laporin aja Rul, biar kriting tuh tangan suruh nulis istigfar seribu kali." Timpal Shira lalu tertawa terbahak.
Vindy melayangkan tatapan sinisnya kearah Shira. "Makhluk terbangsat ialah Ashira Mainaka mainan boneka." Ketus Vindy.
Mata Shira langsung melotot. "Anjir lo Pin!"
Vindy kemudian mengangkat buku-buku itu dikedua tangannya. "Misi ya.. incess Vindy Azalea yang cantiknya uluh-uluh syalala membahana bira mau lewat. Minggir gih wahai kacung-kacung durjana penuh nista."
Jika saja gadis cantik blasteran itu tidak segera melarikan diri, pasti sekarang kepalanya sudah menjadi sasaran empuk bagi sepatu-sepatu teman sekelas. Gadis itu langsung masuk ke ruang guru.
Vindy mengedarkan pandangannya ke seisi ruang guru tapi tak menemukan sosok subur macam bu Tuti.
"Bangsat nih guru! Nyuruh ke kantor tapi hidungnya kagak nongol." Gerutu Vindy.
Pandangan Vindy terhenti pada tiga orang cowok yang tengah berdiri didepan guru, atau lebih tepatnya waka kesiswaan. Bahkan hanya dengan melihat dari belakang, Vindy tahu bahwa mereka adalah Angga dan duo kubuknya.
"Ngapain kamu berdiri disitu? Sana taruh di meja ibu."
Suara perintah bernada sinis itu tentu saja membuat Vindy dan ketiga cowok tadi menoleh. Ternyata manusia bernama Bu Tuti itu sudah berdiri disamping Vindy sambil membenarkan letak kacamatanya yang melorot karna minim penyangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura✔️
Teen FictionVindy Azalea, gadis cantik yang memiliki sifat blak-blakkan, judes dan bodo amat yang warbyazah. Bagaimana jika gadis itu disatukan dengan seorang pemuda bernama Angga Abdi Valentino? Cowok berandal, begajulan, playboy cap bango, dan gak pernah bisa...