Suasana pagi hari yang harusnya diisi dengan para murid yang kejar-kejaran sama guru kesiswaan, atau diisi dengan barisan murid telad(an) yang berjajar rapi dilapangan. Tapi sepertinya tak berlaku untuk kelas XII IPS 1 alias kelas Angga dan duo kubuk.
Pagi-pagi Angga sudah berjalan cepat menuju kelasnya. Bukan untuk nyalin tugas atau lagi ngindarin amukan waka kesiswaan, tapi ada sesuatu yang lebih penting daripada ibu-ibu lahiran buka'an 8.
"ANDIKA KANGEN BAND!!!"
Suara Angga yang baru saja memasuki kelas menggelegar memenuhi ruang kelas tersebut. Membuat petugas piket menoleh, para siswa teladan yang sedang menyalin tugas pun ikut menoleh, tapi tidak dengan pemuda yang duduk dipojok dengan earphone menyumpal telinganya.
Langkah Angga bahkan terdengar beradu dengan lantai saking heningnya kelas tersebut. Pemuda itu mengepalkan kedua tangannya menahan marah. Tapi ya namanya juga Angga, mau marah kayak apa temen sekelasnya juga Cuma cuek. Orang kayak Angga marahnya kayak apa sih?
Brak!
Dengan telapak tangannya Angga menggebrak kuat meja yang berada didepan Dika, membuat pemuda yang menyumpal telinganya itu terlonjak kaget. Bahkan seisi kelas pun juga kaget, mungkin mereka akan ketakutan jika saja kejadian selanjutnya tidak seperti—
"Akhh! Bangsat! Nih meja keras banget sih?!" pekik Angga mengibas-ngibaskan tangannya yang merah setelah menggebrak meja.
Sontak saja seisi kelas dibuat tertawa dengan tingkah Angga yang semula seram, jatuhnya malah konyol. Sudah keren-keren dengan acara menggebrak meja, eh malah dia nya kesakitan. Ditahan dulu aja gimana bang?
"Ppfft! Hahahahaahahaha"
Tentu saja tawa Dika langsung pecah setelah menyadari apa yang terjadi. Pemuda itu melepas earphone yang menyumpal telinganya kemudian memandang Angga yang menatapnya seakan dia adalah tersangka penembakan Mirna.
Eh! Mirna kan meninggal bukan karna ditembak ya?
"Sok-sokan galak sih lo, kualat kan sama gue." Ledek Dika.
Angga hanya mencibir kemudian melemparkan tas ringannya ke wajah Dika yang masih tertawa. Dan tanpa berperikemanusiaan, Angga langsung duduk dibangku Dika dengan menggeser tubuh pemuda itu agar jatuh dari kursi.
"Bangsat!" maki Dika ketika pantatnya mencium lantai.
Baru saja Dika hendak melayangkan protes kemanusiaan, mulutnya kembali terkatup saat mendapati Angga menatapnya tajam. Dika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal lalu duduk dikursi terdekat.
"Lo ngomong sama Vindy kan?"
Pertanyaan yang lebih menjurus ke tuduhan itu keluar dari mulut Angga dengan lancar seolah memang dipersiapkan sebelumnya dari rumah. Dika yang baru saja menjatuhkan pantatnya dikursi langsung melotot.
"Ngomong apaan?" tanyanya bingung, ya bingung. Kan banyak yang dia omongin sama Vindy.
Angga memutar bola matanya malas. "Yang soal balapan." Jawab Angga sok ketus.
Dika membulatkan mulutnya. "Itu sih dia tau sendiri, gue cuma ngasih tau kalo lo sakit. Tapi dia langsung nebak gitu aja pas liat muka gue bonyok juga." Kata Dika santai seolah barusan jawaban dari soal 1 tambah 1.
Kedua bola mata Angga langsung melotot. Dilayangkan tangannya untuk menjitak kepala Dika. "Bangsat! Ya jelas Vindy tau lah kalo gitu! Lo ngapain sih pake ngomong segala?!" sentak Angga.
Tak terima, Dika juga turut menghadiahkan geplakan dikepala Angga. "Lo yang bangsat! Yang nyuruh buat ngomong sama Vindy kalo lo sakit siapa? Ya elo lah bangsat!" balas Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura✔️
Teen FictionVindy Azalea, gadis cantik yang memiliki sifat blak-blakkan, judes dan bodo amat yang warbyazah. Bagaimana jika gadis itu disatukan dengan seorang pemuda bernama Angga Abdi Valentino? Cowok berandal, begajulan, playboy cap bango, dan gak pernah bisa...