Part 25: 14 Desember, Rasa dan Bimbang

2.4K 135 17
                                    

"Bener kan apa kata gue?"

Suara bass itu membuat seorang gadis yang duduk di ayunan menoleh. Disampingnya kini berdiri seorang pemuda berpakaian casual yang tengah menatapnya. Kedua tangan pemuda itu dimasukkan ke dalam saku jaket untuk menghalau dinginnya angin malam.

"Kok Lo disini?"

Dika menghela nafasnya kasar kemudian duduk di bangku panjang yang tak jauh dari ayunan. "Menurut Lo kenapa? Gue liat semuanya Vin. Gue liat betapa brengsek si Angga itu, dan Lo tetep gak ngapa-ngapain."

"Gue pergi, itu udah ngapa-ngapain."

"Pergi dari sana doang." Cibir Dika. Pemuda itu berdiri, melangkah ke belakang Vindy lalu mendorong ayunan Vindy agar bergerak pelan. "Lo punya hak buat marah. Lo punya hak buat nyeret Angga dari sana tadi."

Kepala Vindy menggeleng. "Gak ada Dik. Buat apa gue marah? Hidup Angga adalah milik Angga, bukan punya gue."

Dalam hati Dika membenarkan ucapan Vindy. Ia sendiri tidak suka dengan seseorang yang hubungannya dikekang oleh pasangannya. Tapi menurut Dika ini sudah kelewat batas, jika dibiarkan maka api akan semakin besar dan membakar satu bahkan seluruh sisinya.

"Vindy.." panggil Dika lembut seperti biasa ketika dia berbicara dengan Vindy. "Gue tau Lo gak akan mau kalo gue minta Lo balik kesana dan maki-maki si Angga. Gue cuma mau bilang, masalah kayak gini gak akan ada ujungnya kalo Lo gak ambil tindakan."

Vindy hanya tersenyum, meski senyumnya tak akan ada yang melihatnya. "Gue udah ambil tindakan kok, ini gue lagi ambil tindakan."

"Maksud gue bukan ini, Lo tau kan?"

"Kadang sikap terbaik buat menghadapi masalah adalah diam dan pura-pura gak tau, Dik." Vindy menoleh sebentar ke Dika. "Lo tau kan maksud gue? Lo yang udah liat gimana gue selama ini, jadi gue yakin Lo paham."

Dika terdiam. Dia tidak tahu harus bersikap bagaimana lagi. Pemuda itu menghembuskan nafasnya kasar lalu bergerak ke depan Vindy. Dia menghentikan ayunan itu dengan kedua tangannya.

"Gue tau Lo akan nolak permintaan gue, tapi gue minta Lo pikirin sekali lagi." Dika menghela nafas sejenak. "Tinggalin Angga. Gak seharusnya Lo berlindung dibalik sikap bodo amat Lo ini selamanya. Gak ada cangkang yang gak akan retak, Vin."

Kali ini Vindy yang dibuat terdiam, gadis itu menunduk memperhatikan kakinya yang membuat pola abstrak diatas pasir. "Gue udah coba, Dik. Nyatanya gak bisa semudah itu. Gak segampang saat Lo bilang stop, maka semuanya akan berhenti."

"Vindy, gue temen Angga tapi bukan berarti gue akan diem aja. Gue gak bisa diem aja dan bersikap bodo amat kayak Lo. Gue ini Dika, yang bakal ngelakuin apa aja buat ngeluarin semuanya tanpa gue pendem."

Vindy mendongak, mata hijaunya menatap tepat kearah mata Dika. "Itu bedanya gue sama lo. Gue bukan orang yang dengan mudah ngungkapin apa yang gue rasa, gue gak kayak Lo. Ya karna kita emang beda. Bukan. Bukan kita yang beda. Tapi gue yang berbeda."

Dika tidak tahan lagi sekarang, pemuda itu menarik lengan Vindy untuk membuat gadis itu berdiri. Dan dengan mudah tubuh Vindy masuk ke dalam dekapan hangat pemuda jangkung itu.

"Gak beda, Vindy. Lo tetep Vindy-nya gue yang galak. Gak ada beda antara gue dan Lo. Yang beda cuma gue selalu pake emosi, sedangkan Lo selalu pake logika. Selebihnya kita sama. Lo gak berbeda." Ucapnya sambil mengusap rambut panjang Vindy.

Awalnya Vindy hanya diam dalam pelukan Dika, pelukan pemuda itu masih sama seperti biasanya. Meski bukan ketenangan yang didapat Vindy seperti saat dipeluk Vandy, pelukan Dika seolah bisa menghantarkan perlindungan untuknya.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang