Part 17: Maaf

2.6K 145 2
                                    

Disaat yang lainnya pada sibuk mondar-mandir keluar masuk ruang guru karna dipanggil oleh guru mapel untuk diberi tugas. Lain halnya dengan Angga dan duo kubuk yang malah santai-santai duduk diatas kursi panjang didepan kelas.

Bukan kelas mereka sebenarnya, ini adalah kelas adik kelas dilantai satu. Mereka menumpang istirahat disana karna baru saja berpanas-panas ria dibawah matahari. Kenapa? Pastinya bukan buat mastiin kalo matahari masih satu dan belum beranak pinak, tapi karna mereka berdua ketahuan melakukan pembolosan berencana.

SMA Nakula memang terkenal dengan tingkat kedisiplinan sang waka kesiswaan yang telah diakui secara unilever oleh para guru dari sekolah lain. Tapi ya itu.. mau se-disiplin apapun sekolahnya, kalo muridnya tipe-tipe Angga dan duo kubuk tetep aja tuh sekolah gak akan tentram, tenang, aman, damai, sejahtera.

"Tumben nih hari pada mondar-mandir ngalor ngidul nenteng buku? Emang lagi ada akreditasi sekolah?" celetuk Bisma.

Angga dan Dika kontan menolehkan kepalanya kesana kemari memperhatikan beberapa adik kelas lewat sambil memeluk buku. Kasian ya bukunya sumpek karna dipeluk antara lengan dan—ah udahlah!

"Iya juga ya? Kenapa pada sibuk begini? Berasa dijalanan ibukota." Ujar Dika.

Angga berdiri dari duduknya lalu menyetop seorang adik kelas—cewek pastinya- yang hendak melewati mereka. Sontak saja adik kelas itu dengan gaya sok anggun menyelipkan beberapa helai rambutnya kebelakang telinga.

Masih cantik kan Vindy,

"Kenapa ya kak?" tanya adik kelas itu.

"Sorry nih ya, Grai.. sika.." Angga mengernyit mengeja nama yang tertera diname tag adik kelas itu. "Nama lo susah amat dibaca."

Adik kelas bernama Graisika itu menoleh kearah name tagnya kemudian tersenyum manis ke Angga. "Chika aja kak."

Angga mengangguk-anggukkan kepalanya berkali-kali sambil ber-oh panjang. "Oh ya Chika.. gue mau tanya, ini kenapa pada keluar masuk ruang guru? Lagi ada syukuran ya?" tanyanya.

Chika yang tetap dengan gaya sok cantiknya menatap Angga. "Hari ini guru-guru lagi pada briefing buat pelajaran tambahan kelas dua belas kak, makanya kita disuruh ngerjain tugas." Katanya.

"Ohh gitu.. makasih ya Chika cantik dan baik." Angga mengedipkan sebelah matanya membuat Chika mengangguk malu-malu.

"Bangsat!"

Suara ketus setelah Chika pergi itu membuat Angga menoleh kearah Dika sambil menaikkan sebelah alisnya bingung.

"Lo nakal boleh, brengsek jangan." Ucap Dika enteng.

"Maksudnya?"

Dika berdecak kesal. "Apa sih yang diharepin dari lo Ngga? Nakal iya, bego iya, brengsek banget, bobrok parah. Lo cuma menang 0,1% lebih ganteng daripada gue."

"Maksudnya apa sih Dik? Gue gak ngerti." Ucap Angga, ia benar-benar bingung dengan sikap tiba-tiba Dika.

"Sama, gue juga gak ngerti." Imbuh Bisma.

Tiba-tiba Dika berdiri dari bangku panjang itu. "Gue gak mau ngomong gini sebenernya. Tapi Vindy bego kalo terus biarin lo seenaknya kayak sekarang."

Setelah mengatakan kalimat itu, Dika lantas melangkahkan kaki panjangnya meninggalkan mereka berdua yang masih kebingungan.

"Dika kenapa sih?" tanya Bisma.

Angga mengangkat bahunya tak mengerti. "Lagi datang bulan kali. Udahlah biarin aja dulu, ntar juga mendingan." Angga kembali duduk disamping Bisma, jika saja tidak ada suara yang membuatnya jengkel itu terdengar.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang