Sebuah mobil BMW silver berhenti didepan gerbang SMA Nakula, mobil atas nama Vandy Arfiano Jivan yang selalu terlihat mengkilap dilihat dari manapun.
"Yakin mau sekolah hari ini?"
Pertanyaan Vandy terlontar ketika melihat Vindy melepas seat belt-nya membuat gadis bermata hijau itu menoleh kemudian memasang senyum manisnya.
"Vindy yakin kok." Ucapnya.
Vandy menghembuskan nafasnya kasar kemudian mengusap kepala adik nya dengan sayang. "Kalo ada apa-apa, Vindy langsung telfon abang ya.. pokoknya Vindy harus inget, abang sayang sama Vindy."
Vindy mengangguk, didaratkannya sebuah kecupan ringan dipipi sang kakak. "Vindy sekolah dulu ya bang." Ucap gadis itu seraya keluar dari mobil.
"Abang sayang sama kamu Vindy, abang rela lakuin apapun demi bikin kamu bahagia." Gumam Vandy sedih.
Sekali lagi Vandy memastikan punggung Vindy menghilang dibalik gerbang SMA Nakula sebelum akhirnya pemuda itu memutar stir menuju ke Universitas nya.
***
Sepanjang jalan koridor menuju kelasnya, berbagai sapaan diterima Vindy untuk setiap siswa ataupun siswi yang dikenal dan mengenalnya. Meski lebih dari tiga hari tidak masuk sekolah dan tanpa kabar, gadis itu tetap saja dimaklumi guru entah karena apa.
Hari ini gadis berbola mata hijau itu malah terlihat semakin cantik dengan rambut pirang kecoklatannya yang digerai, serta sebuah hoodie putih yang membuat tangannya tertutup hingga pergelangan.
"Pagi sayang.."
Sapaan serta rangkulan dibahunya membuat Vindy sedikit terkejut, tapi gadis itu sangat mengenal siapa pelakunya. Tentu saja pemuda tampan dan brengsek yang menjadi pacarnya selama hampir 2 tahun ini.
Angga, dengan senyum merekah yang bahkan lebih cerah daripada matahari pagi ini merangkul Vindy dan turut berjalan menuju kelas gadis itu. Padahal jelas-jelas kelas Angga berbeda gedung dengan Vindy.
"Ngapain disini? Gedung lo sebelah sono noh! Lo gak amnesia kan?" Vindy melepaskan rangkulan Angga lalu menunjuk gedung IPS.
Bukannya menurut, Angga malah semakin melebarkan senyumnya. Ia malah menangkup wajah Vindy dan menekan pipi gadis itu dengan gemas.
"Gue tuh kangen sama lo, yang. Kemana aja sih kemaren? Lo gak ngambek karna gue izin jalan sama Clara kan?" canda Angga, atau itu yang sebenarnya diharapkan Angga?
Vindy berdecak sinis, tapi ia membiarkan tangan Angga dipipinya. Jari-jarinya malah menarik poni Angga dengan sedikit keras.
"Mau lo jalan sama putri presiden sekalipun gue gak peduli, bodo amat!" ketus Vindy lalu melangkah meninggalkan Angga.
Tergambar sedikit raut kecewa diwajah Angga, tapi secepat roller coaster raut wajah Angga kembali ceria. Pemuda 17 tahun itu berlari mengejar Vindy untuk menyamai langkah gadis itu.
Angga kembali merangkulkan lengannya dibahu Vindy. "Ntar bantuin gue nyari sepatunya Dika yang gue pinjem tahun lalu yuk. Gue lupa naruh dimana." Ajak Angga.
Lagi. Vindy berdecak sinis. "Iya!" jawabnya ketus.
Senyum Angga tertarik keatas, ia mengacak pelan rambut pacarnya itu membuat umpatan manis keluar dari bibir Vindy. "Yaudah, belajar yang bener ya sayang. Biar salah satu dari kita ada yang pinter trus nurun ke anak kita."
Cup!
Sebuah kecupan ringan mendarat dipipi Vindy. Angga langsung melancarkan jurus kaki seribu sebelum Vindy yang tengah bersiap melepas sepatunya, dan berhasil melakukan tindak bedebah dengan menjadikan kepalanya sebagai sasaran sepatu melayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura✔️
Teen FictionVindy Azalea, gadis cantik yang memiliki sifat blak-blakkan, judes dan bodo amat yang warbyazah. Bagaimana jika gadis itu disatukan dengan seorang pemuda bernama Angga Abdi Valentino? Cowok berandal, begajulan, playboy cap bango, dan gak pernah bisa...