Part 9: Sesuatu Disembunyikan

3.2K 180 0
                                    

Jarum pendek sudah menunjuk angka 8 malam, itu artinya sudah hampir enam jam Vindy berada di rumah Angga. Sedari tadi pun kedua abangnya, Sandy dan Vandy, sudah menerornya dengan telpon hanya untuk menanyakan 'mau dijemput sekarang?'.

"Yang.. peluk dong." Rengek Angga.

Suhu badan pemuda itu sudah turun setelah minum obat dan istirahat, luka-luka diwajahnya juga sudah diobati. Tapi Angga masih saja bersikap manja pada Vindy yang jelas-jelas selalu melontarkan kalimat judes andalannya.

"Manja banget sih, bangsat!"

Tapi tak ayal gadis itu mendekatkan tubuhnya ke sofa yang diduduki Angga agar pemuda itu mudah untuk memeluknya. Saat ini mereka tengah duduk disofa yang berada diruang keluarga sambil menonton acara anime Naruto kesukaan Angga.

"Gak pulang yang?" tanya Angga.

"Lo ngusir gue?"

Angga menggelengkan kepalanya cepat lalu mengeratkan pelukannya ditubuh Vindy. "Nanti kalo lo ketularan sakit gimana?"

Vindy berdecak kesal sambil memutar bola matanya malas. "Telat lo ngomong gitu, gue udah tengah hari disini." Jawabnya malas.

"Gakpapa deh, nanti kalo lo sakit giliran gue yang ngerawat." Ucap Angga.

Suara pemuda itu masih terdengar serak padahal suhu tubuhnya sudah kembali normal, meski yah... dia selalu mengeluh kepalanya pusing.

Rupanya ucapan Angga membuat Vindy menaikan sebelah alisnya langsung menggeser tubuhnya. Tentu saja mau tak mau Angga turut mengangkat kepalanya yang semula bersandar dibahu Vindy.

"Lo doa'in gue ikutan sakit? Bangsat amat." ketus Vindy.

Diluar dugaan, Angga malah terkekeh membuat Vindy yakin bahwa pemuda itu masih sakit sepenuhnya.

"Tau gak? Gue kangen lo ngomong 'bangsat' kayak gitu." Kekeh Angga. 

Tangan pemuda itu terulur merapikan sedikit helaian rambut Vindy dan menyelipkannya dibelakang telinga gadis itu.

"Maksud gue itu.. gue bakal ada saat lo sakit, gue gak doa'in lo sakit juga sayangku." Lanjut Angga gemas.

Bibir mungil Vindy membulat sambil menyuarakan 'ohh' sambil menganggukkan kepalanya berulang kali membuat Angga gemas. Tiba-tiba saja tangan pemuda itu mengerucut lalu mencubit bibir pink Vindy dengan gemas.

"Bibir lo ini bikin gue takut sumpah, takut khilaf."

Tangan mungil Vindy melayang bebas dan mendarat tepat dibibir Angga membuat bunyi 'plak' yang terdengar nyaring. Tapi sayangnya si penerima tamparan pelan itu malah terkekeh, bahkan terbahak.

Melihat tawa Angga membuat Vindy menyadari apa yang sebelum ini mengganjal pikirannya hingga ia datang kemari dan merawat Angga.

"Lo kok bisa sakit Ngga? Balapan trus tawuran kan cuma bikin lo bonyok, gak mungkin sampe demam."

Mendengar suara Vindy membuat tawa Angga seketika surut secara sempurna. Wajah pemuda itu kian memucat seiring dengan terdengarnya suara air liur yang seolah sangat sulit ditelan.

Pemuda itu mengalihkan pandangannya mencoba menghindari mata hijau Vindy yang menatapnya mengintimidasi. "Ng-nggak, ka-kata siapa gue balapan?" dari suaranya saja Vindy tau betul bahwa pemuda itu sendiri ragu dengan apa yang dikatakan.

"Masih mau boongin gue? Bahkan setelah gue tau dan nanya baik-baik, masih mau boongin gue Ngga?" tanya Vindy tenang.

Angga kembali menelan ludahnya gugup, ia menoleh secara perlahan dan sangat pelan kearah Vindy. Tapi mendapati jika gadis itu masih menatapnya mengintimidasi, Angga malah menundukkan wajahnya.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang