Part 14: Hukuman

2.8K 156 0
                                    



Jam sudah menunjukkan pukul 7.35 ketika motor sport Angga berhenti di depan gerbang sekolah yang sudah terkunci. Pemuda itu melepas helm full face-nya lalu menoleh pada seorang gadis yang duduk tenang dibelakangnya.

"kita telat nih yang, gimana dong?" tanya Angga.

Vindy berpikir sejenak, gadis itu melemparkan tatapannya pada gerbang sekolah yang terkunci dan belum dijaga guru BP atau waka kesiswaan. Mereka masih belum ada, itu artinya masih aman untuk menyusup masuk ke dalam sekolah.

"maaf ya.. gara-gara gue kesiangan kita jadi telat sekolah." Ucap Angga meraih sebelah tangan Vindy.

Gadis bermata hijau hanya menatap tangannya sejenak kemudian beralih pada Angga. Diluar dugaan, ia malah tertawa kecil melihat wajah Angga yang penuh sesal.

"muka lo bisa dikondisikan gak? Gue pengen ngakak sumpah." Kekeh Vindy.

Sebenarnya kekehan Vindy hanya sebatas agar Angga tidak perlu merasa bersalah. Memang mereka berdua telat karna Angga yang bangun kesiangan padahal sudah janji akan menjemput Vindy dan mengantarnya ke sekolah.

Rupanya kekehan Vindy mampu membuat Angga sedikit tenang, gadis itu sudah sehat. Tangan Angga terulur mengusap pipi Vindy dengan gerakan lambat pertanda bahwa pemuda itu sangat menyayanginya.

Tapi sesuatu yang lain malah terjadi. Mata hijau Vindy sempat meredup ketika menatap dalam kedua mata Angga. Gadis itu menjauhkan perlahan usapan tangan Angga dari pipi nya, seolah menghindar dari pemuda itu.

"kenapa yang?" tanya Angga bingung sekaligus khawatir.

Vindy sempat menunduk sejenak entah karena apa. Kemudian terdengar helaan napas yang dibuang secara kasar dari gadis itu. Tapi anehnya beberapa detik kemudian gadis itu kembali menatap Angga dengan senyumannya.

"gakpapa. Mending kita cari jalan lain buat masuk, daripada disini ntar kecyduk sama pak Yoyo." Usul Vindy, lebih tepatnya mengalihkan pembicaraan jika Angga peka.

Berhasil. Pemuda itu mengedarkan pandangannya mencari keberadaan sang waka kesiswaan dan pengawal setia nya yaitu guru BP. Tapi nihil, mereka berdua sama sekali tidak menunjukkan bantang hidungnya.

"kita lewat jalur rahasia aja." Ucap Angga.

"tembok belakang sekolah?" tebak Vindy, dan gadis itu sangat yakin jika jawabannya benar karna selanjurnya yang ia dapat adalah pemuda itu menyengir bebas kemudian menariknya menuju belakang sekolah.

Tembok belakang sekolah memang memiliki keunikkan tersendiri. Temboknya lebih rendah daripada tembok yang mengelilingi sekolah, disana juga terlalu sepi bahkan deru napas sampai terdengar. Dan itu adalah sebuah keuntungan bagi siswa telat seperti Angga yang alhamdulillah gak pernah kecyduk. Atau belum?

Angga sedikit membungkukkan badannya kemudian menyatukan kedua tangannya sebagai tumpuan bagi gadis itu nanti. "lo naik ke tangan gue trus lo masuk duluan." Kata Angga.

Dengan cepat Vindy menggeleng, menjadi yang pertama memanjat pagar itu tentu saja bukan pilihan cepat yang akan Vindy ambil. "lo naik aja duluan, gue gak berani." Ucap gadis itu memelankan nada suaranya dikata terakhir.

Jika situasinya tidak seperti ini, Angga pasti akan menggoda Vindy yang untuk pertama kalinya mengatakan 'tak berani' didepannya. Biasanya gadis itu akan melawan rasa takutnya dengan wajah tenang seolah ia benar-benar tak takut, dan sayangnya itu berhasil.

"yaudah, gue naik dulu ntar lo gue tarik."

Dan dengan mudah Angga langsung bisa melompat keatas tembok itu dengan kaki panjangnya. Pemuda itu melempar tas nya ke dalam sebelum akhirnya kembali menatap Vindy untuk membantu gadis itu naik, ia mengulurkan sebelah tangannya.

Sakura✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang